Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sean ‘Diddy’ Combs, produser musik sekaligus rapper kenamaan Hollywood, kini sedang berusaha mendapatkan kebebasan bersyarat setelah ditangkap pada 16 September 2024. Ia ditahan di Metropolitan Detention Center (MDC), Brooklyn, tanpa jaminan, atas tuduhan perdagangan seks dan pemerasan. Dalam proses hukum yang sedang berlangsung, pengacara Diddy mengajukan permohonan agar kliennya dibebaskan dengan jaminan sebesar US$ 50 juta atau sekitar Rp 3,33 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembebasan bersyarat itu akan mencakup pengawasan 24 jam oleh firma keamanan swasta di apartemen pribadi. Namun, jaksa menentang permohonan ini dengan mengajukan sejumlah tuduhan serius, salah satunya terkait dengan kekerasan fisik yang dilakukannya terhadap pasangan dan karyawan pribadinya.
Tuduhan Kekerasan terhadap Pasangan dan Karyawan
Melalui dokumen yang disampaikan oleh jaksa pada Jumat, 22 November lalu, tuduhan terhadap Diddy semakin memperburuk citranya. Jaksa mengklaim bahwa ia memiliki sejarah panjang melakukan kekerasan terhadap wanita, termasuk kekerasan fisik. Dalam salah satu insiden, rapper berusia 55 tahun itu disebut pernah mencoba mendobrak pintu rumah seorang wanita dengan palu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sering kali, di balik pintu tertutup, terdakwa melakukan kekerasan terhadap wanita, termasuk memukul, mendorong, menampar, dan menyeret dengan rambut mereka," ujar jaksa dalam dokumen pengadilan. Tak hanya terhadap pasangan, kekerasan fisik Diddy juga melibatkan karyawan pribadinya.
Para staf melaporkan bahwa mereka menjadi sasaran ancaman pembunuhan, dilempar dengan benda-benda, hingga dipukul dan diseret. Beberapa saksi juga menyatakan bahwa mereka menyaksikan Diddy melakukan hal serupa pada orang lain. Jaksa menyatakan bahwa tindakan ini tidak hanya mencerminkan sifat kasar Diddy, tapi juga menunjukkan potensi bahaya yang ditimbulkannya bagi orang di sekitarnya.
Upaya Sean 'Diddy' Combs Menghalangi Proses Hukum
Selain tuduhan kekerasan, jaksa juga mengungkapkan bahwa pelantun ‘I Need A Girl’ itu terus mencoba menghalangi jalannya proses hukum meski sudah ditahan. Ia diduga menggunakan nomor telepon tahanan lain di MDC untuk menghubungi pihak luar, termasuk saksi dan korban.
Ini menunjukkan bahwa meski berada dalam penahanan, Diddy tetap berusaha mempengaruhi jalannya penyidikan. Jaksa menambahkan bahwa tindakan ini berpotensi mengganggu integritas proses hukum dan membuatnya menjadi risiko yang terlalu besar jika dibebaskan.
Pengawasan yang Diajukan Tim Hukum Tidak Memadai
Pengacara Diddy sebelumnya telah mengusulkan pengawasan ketat selama 24 jam oleh firma keamanan swasta, Sage Intelligence Group, yang dipimpin oleh detektif swasta terkenal, Herman Weisberg. Namun, jaksa menyatakan bahwa Weisberg juga terlibat dalam penyelidikan terhadap saksi-saksi kasus ini, tanpa mengungkapkan fakta tersebut kepada pengadilan. Jaksa memandang bahwa pengawasan semacam itu tidak dapat menjamin bahwa Diddy tidak akan menghubungi saksi atau melakukan tindakan yang dapat mengganggu proses persidangan.
Ini adalah permohonan ketiga kalinya Diddy mencoba untuk mendapatkan pembebasan bersyarat setelah dua kali ditolak oleh hakim sebelumnya. Tim pengacara Diddy kini mengajukan banding ke Pengadilan Sirkuit Kedua, yang akan melanjutkan prosesnya jika hakim Arun Subramanian menolak permohonan terbaru ini. Kekhawatiran tentang kemungkinan pengaruh terhadap saksi dan upaya untuk menghalangi proses hukum tetap menjadi alasan utama penolakan pembebasan bersyarat untuknya. Persidangan Diddy selanjutnya telah dijadwalkan pada Mei 2025.
Pada September lalu, Diddy resmi didakwa atas tuduhan perdagangan manusia, pemerasan, dan pengangkutan untuk tujuan prostitusi. Jaksa menuduh Diddy, yang pernah menjalin hubungan dengan penyanyi Jennifer Lopez, mengorganisir acara seksual secara terstruktur yang dikenal dengan sebutan 'freak offs' dan memaksa atau membujuk perempuan untuk berhubungan dengan pekerja seks pria.
PEOPLE | ROLLING STONE