Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Andi Sutisna, 63 tahun, warga Kota Bandung, berhasil menyulap limbah padat yang terbawa arus di Sungai Cikapundung menjadi miniatur berbagai jenis kereta api. Kebanyakan berbentuk lokomotif uap zaman dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Jakarta Siapkan Suvenir Asian Games 2018
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Miniatur kereta api karya Andi itu kini bernilai seni karena memiliki tingkat kedetailan yang tinggi. Berbagai jenis kereta api lokomotif uap yang pernah beroperasi di Indonesia dapat dia ciptakan. Misalnya kereta lokomotif uap jenis C-16, D-51, F-10, dan D-10.
"Saya bikin dari sampah-sampah yang terbawa arus di Sungai Cikapundung, seperti tutup spidol, kaleng obat nyamuk, paralon bekas, gulungan benang, cangkokan lampu, dan sampah lainnya," ujar Andi saat ditemui di kediamannya, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Bandung, Senin, 12 Februari 2018.
Awal mula ketertarikannya membuat miniatur kereta api itu adalah saat ia berhenti kerja di sebuah proyek pembangunan vila di Puncak, Bogor. Saat menganggur, dia ingin mengisi harinya dengan kegiatan berguna.
Berbagai barang bekas pun ia kumpulkan untuk dijadikan aneka kerajinan. "Awalnya saya bikin rumah-rumahan adat Sunda, rumah boneka Barbie. Karena bosen, saya teringat masa kecil saat menumpang kereta, jadi kepikiran bikin itu," katanya.
Berbekal kalender bergambar kereta uap pemberian saudaranya yang bekerja di PT KAI, Andi kemudian mencari bahan-bahan yang diperlukan. Lalu dia merancang satu per satu limbah itu menjadi bagian-bagian lokomotif.
Tak ada buku panduan khusus. Dia hanya menyesuaikan pembuatan kereta dengan gambar yang ada di kalender. "Untuk kereta kecil, saya membutuhkan waktu satu minggu. Kalau yang besar 1-1,2 meter, paling dua mingguan kalau enggak malas."
Saat ini ia berhasil membuat tujuh miniatur lokomotif uap. Salah satunya berukuran 1,5 meter.
Apakah karyanya itu sudah ada yang menawar? Dia menyebut salah satu pemilik toko di Bandung berminat membeli seluruh koleksinya. Namun sampai saat ini harganya belum cocok.
Dia membanderol satu kereta berukuran kecil senilai Rp 500 ribu. Sedangkan yang besar menyesuaikan tawaran dari pembeli. "Karena di rumah sudah banyak sekali, lebih baik dijual saja. Saya ingin bikin yang lain lagi.”
Dia ingin membuat karya seni yang berbeda. Semakin sulit sebuah karya, ia semakin tertantang menyelesaikannya.
"Jadi satu produk, satu karya. Itu tergantung bahan yang saya temukan. Enggak mungkin sama," katanya.
Karya Andi ini bisa menjadi miniatur unik yang bernilai seni.
ANTARA
Artikel lain: Satu Lagi dari Palembang, Pusat Wisata Kuliner Durian