Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jambi - Deretan pohon duku dan durian laksana berbaris di tepi jalan Desa Baru, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, selepas Jembatan Batanghari II hingga masuk Kompleks Percandian Muarajambi. Area tersebut masuk dalam Kawasan Cagar Budaya Nasional atau KCBN Muarajambi.
Kawasan cagar budaya ini terletak di tepian Sungai Batanghari, sungai terpanjang di Pulau Sumatera, yang berhulu di Pegunungan Bukit Barisan dan bermuara di pantai timur Jambi. KCBN Muarajambi berstatus warisan budaya nasional melalui penetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 259/M/2013 Tanggal 30 Desember 2013 dengan luas 3.981 hektare. Kompleks percandian agama Buddha ini menjadi zona inti KCBN Muarajambi, dengan luas 17,5 kilometer persegi (1.750 hektare) atau 44 persen dari luas total KCBN.
"Saking luasnya, dari Jembatan Batanghari sampai masuk kompleks percandian ini masih sebagian kecil dari seluruh luas KCBN Muarajambi,” kata Ramond, seorang pegiat jurnalistik dan juga pemerhati budaya Jambi pada Sabtu, 7 Mei 2022. KCBN Muarajambi mencakup kompleks percandian serta situs permukiman dan jaringan pengairan kuno.
Secara administratif, luas KCBN Muarajambi terhampar di delapan desa dalam dua kecamatan. Yaitu, Muarajambi, Danau Lamo, dan Dusun Baru di Kecamatan Marosebo, serta Kemingking Luar, Kemingking Dalam, Dusun Mudo, Teluk Jambu, dan Tebat Patah di Kecamatan Taman Rajo.
Menurut Ramond, buah duku yang banyak dijual di Jakarta dan kota besar lainnya dengan nama duku Palembang sejatinya banyak berasal dari Kabupaten Muaro Jambi, termasuk yang tumbuh liar maupun dibudidayakan masyarakat di dalam KCBN Muarajambi. Keadaan ini mirip dengan nasib buah apel dari wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, terutama dari Kecamatan Nongkojajar dan Kecamatan Tosari, yang diberi label sebagai apel Batu atau apel Malang. Misalnya begitu.
Selain duku dan durian, bagi Ramond, ada satu jenis pohon yang sangat eksotis di dalam Kompleks Percandian Muarajambi, yaitu pohon kundu atau pohon sialang. Perlu diketahui, selain Candi Kotomahligai, Kompleks Percandian Muarajambi mempunyai Candi Tinggi, Candi Kembar Batu, Candi Kedaton, Candi Gumpung, Candi Gedong 1 dan Candi Gedong 2, Candi Astano, dan kolam Talaga Rajo.
Pohon kundu atau pohon sialang ini bernama ilmiah Koompassia excelsa. Pohon itu hanya bisa dijumpai di Candi Kotomahligai yang suasananya sangat hening dan teduh. Secara administratif, candi ini berlokasi di Desa Danau Lamo, Kecamatan Marosebo, berdekatan dengan jalan menuju Muara Sabak, Ibu Kota Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Candi Kotomahligai terletak di bagian paling barat Kompleks Percandian Muarajambi, sekitar 900 meter dari Candi Kedaton -kedua candi dipisahkan Sungai Terusan. Candi Kotomahligai dikelilingi rawa dan kanal-kanal kuno, hutan belukar, serta kebun duku, durian, karet, dan jengkol. Kanal-kanal ini yang menghubungkan Candi Kotomahligai dengan candi-candi lainnya.
Kelompok candi di Muarajambi dikelilingi pagar tembok. Begitu begitu pula dengan Candi Kotomahligai yang dipagari tembok berdimensi 97,5 x 12 meter. Tembok pagar ini membagi ruang candi induk dan pendapa di bagian timur. Terdapat reruntuhan berlumut hijau mirip gundukan candi induk berukuran 20 x 20 meter dan ukuran candi perwara atau candi pengiring berdimensi 20 x 15 meter. Gundukan candi induk dan candi perwara berada di tengah halaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pohon-pohon kundu atau pohon sialang di kawasan Candi Kotomahligai dalam Kompleks Percandian Muarajambi di Provinsi Jambi, Sabtu, 7 Mei 2022. TEMPO | Abdi Purmono
“Gundukan-gundukan ini diduga reruntuhan candi maupun bangunan lain yang menandakan di masa lalu telah ada permukiman manusia yang maju,” kata Ramond. Nah, di situlah pohon-pohon sialang tegak menjulang setinggi rata-rata 40 sampai 50 meter. Berbeda dengan kebanyakan pohon, akar pohon sialang muncul di permukaan tanah. Kaliber akarnya sangat besar, rata-rata sekitar 5-6 meter. Saking besarnya, perlu enam orang dewasa bergandengan tangan untuk bisa melingkari akarnya.
Menurut Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia Provinsi Jambi, Abdul Haviz alias Ahok, keberadaan pohon sialang menjadi kelebihan sekaligus keunikan Candi Kotomahligai dibanding dengan Candi Tinggi yang lebih popular. Musababnya, pohon sialang hanya tumbuh di situ. "Pohon kundu cuma ada di Kotomahligai. Jumlahnya sebelas pohon dan usianya diperkirakan ratusan tahun," kata Ahok.
Datuk Gondang, seorang tokoh masyarakat setempat mengatakan, pohon-pohon kundu tak hanya berkaitan dengan sikap batin dan kebudayaan masyarakat setempat, tetapi juga menjadi sumber penghasilan. Penduduk setempat menyebutnya dengan pohon madu lantaran ribuan lebah suka membangun sarang di dahan-dahannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gundukan reruntuhan bangunan di kawasan Candi Kotomahligai dalam Kompleks Percandian Muarajambi menandakan pada masa lalu telah ada permukiman yang maju. TEMPO | Abdi Purmono
Masyarakat biasanya menggunakan tangga kayu sepanjang 4-5 meter untuk naik hingga ke bagian batang yang bisa dipeluk, lalu memanjat dan merayapi dahan tempat sarang-sarang lebah berada. "Makanya madu-madu dari Jambi dijamin kualitasnya karena asli dipanen dari dalam hutan, dari pohon-pohon yang tinggi,” kata Datuk Gondang, dalam obrolan malam hari di Pojok Kopi Dusun yang berada di sepetak kebun karet.
Datuk Gondang dan Ramond menyimpan kecemasan terhadap keberadaan pohon sialang di Candi Kotomahligai sehubungan rencana pemugaran candi oleh Balai Arkeologi Sumatera Selatan. Penelitian dan ekskavasi sudah dilakukan pada 2-17 Juli 2021 untuk mengetahui peran dan fungsi Candi Kotomahligai di masa lalu. Penelitian akan dilanjutkan dalam waktu yang belum ditentukan.
Mereka khawatir pohon-pohon besar nan tua di sana akan ditebang walau sudah ada jaminan aman oleh Balai Arkeologi. "Mungkin pohon-pohon tua di Kotomahligai tetap dipertahankan, tetapi nantinya bisa jadi ada perubahan signifikan pada lanskap eksotis lokasi ini," ujar Ramond.
Pohon-pohon kundu atau pohon sialang di kawasan Candi Kotomahligai dalam Kompleks Percandian Muarajambi di Provinsi Jambi, Sabtu, 7 Mei 2022. TEMPO | Abdi Purmono
Adapun Ahok meyakini pemugaran tak sampai merusak tatanan lokasi. Paling banter pohon-pohon tua, bukan cuma pohon kundu, yang mau tumbang saja yang bakal dipangkas atau dipotong sehingga tak sampai merusak nilai kesejarahannya.
Bagi pelancong yang ingin masuk Candi Kotomahligai, sebaiknya memakai baju lengan panjang dan membawa losion antinyamuk. Lantaran mobil tak bisa masuk, naiklah sepeda motor atau sepeda sewaan untuk menjangkau Candi Kotomahligai. Berjalan kaki hitung-hitung olahraga sekaligus mencegah polusi.
Baca juga:
Candi Muara Jambi: Ada Kopi Nikmat, Dewi Kebijakan dan Bersepada
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.