Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketika berkunjung ke Papua dan tiba di Bandara Sentani, ada sebuah destinasi wisata yang letaknya dekat dengan bandara itu. Destinasi wisata sejarah ini akan menunjukkan bagaimana masyarakat hidup di zaman megalitik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namanya Situs Megalitik Tutari. Situs ini terletak di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Untuk menjangkaunya, hanya perlu waktu 15 menit perjalanan darat ke arah barat Bandara Sentani. Situs Megalitik Tutari berada di kawasan Bukit Tutari. Di sana terdapat bongkahan-bongkahan batu bergambar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kawasan Situs Tutari banyak tumbuh pohon kayu putih. Sejak pandemi Covid-19, sebagian masyarakat mengolah pohon kayu putih karena dianggap mampu menjaga daya tanah tubuh. Pohon kayu putih di Situs Megalitik Tutari ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung untuk mengambilnya.
"Perlu diketahui, di wilayah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura, Bukit Tutari adalah satu-satunya tempat yang ditumbuhi oleh pohon kayu putih," kata peneliti Badan Arkeologi Papua, Hari Suroto dalam keterangan tertulis, Rabu 21 Oktober 2020.
Pemandangan di Situs Megalitik Tutari, Papua. Dok. Balai Arkeologi Papua
Seorang penjaga Situs Megalitik Tutuari, Hans Pangkatana mengatakan sebagian besar pengunjung datang pada sore hari. "Pengunjung didominasi anak muda usia sekolah," katanya. Mereka kerap berfoto karena Situs Megalitik Tutuari terletak di dataran tinggi dan gambar akan lebih menarik dengan suasana matahari tenggelam.
Ketika turun dari bukit, para pengunjung memetik ranting dan dedaunan pohon kayu putih. "Mereka memetik bagian ujung pohon yang mudah dijangkau. Saya hanya memperingatkan jangan mengambil banyak-banyak," kata Hans Pangkatana yang hanya berjaga sendirian di sana. "Kami kekurangan daya manusia untuk menjaga situs ini."
Situs Megalitik Tutari berada di bawah pengelolaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua. Tenaga teknis penjaga situs yang masih aktif hanya satu orang dan bekerja dari pagi sampai petang. "Kalau tiba-tiba ada panggilan dari kantor dinas untuk kegiatan lain, saya tinggalkan situs dan pergi ke kota," kata Hans Pangkatana.
Batu di Situs Megalitik Tutari, Papua. Dok. Balai Arkeologi Papua
Hari Suroto menambahkan, pepohonan kayu putih mulai tumbuh di Situs Megalitik Tutari pada tahun 1994. Saat itu, Dinas Kebudayaan Provinsi Irian Jaya menanam pohon kayu putih untuk penghijauan. Sebab, suasana di sana begitu gersang dan panas. Dengan adanya pohon kayu putih, Bukit Tutuari tampak asri dan sejuk.
"Kelestarian Situs Megalitik Tutari harus dijaga, baik batu bergambar maupun pohon kayu putih," kata Hari Suroto. Jika pengunjung kerap mengambil daun kayu putih, walaupun sedikit, tetap saja akan merusak pohon. "Dan pohon yang tidak ada daunnya tak sedap dipandang mata dan tidak teduh," katanya.
Selain menjadikan kawasan Bukit Tutuari menjadi lebih asri, pohon-pohon kayu putih juga mencegah longsor di bukit tersebut. Sayangnya, masih ada pengunjung yang tidak menjaga kebersihan karena membuang bekas botol minumannya sembarangan dan mencoret-coret di batu situs.