Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Badung - Kunjungan wisatawan ke taman nasional kian meningkat. Hanya saja, kondisi tersebut jusru berpotensi membahayakan lingkungan dan satwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno mengatakan kunjungan wisatawan ke taman nasional meningkat berpotensi menjadi masalah jika mereka membawa sampah yang ditinggalkan di taman nasional. "Hal ini perlu diatur lebih lanjut," kata Wiratno dalam acara Festival Taman Nasional di Nusa Dua, Bali, Jumat 19 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wiratno mengingatkan agar pengelola wisata taman nasional berhati-hati. Musababnya, wisata alam tidak selalu cocok dengan wisata massal. "Harus ada penilaian berapa daya tampung untuk kunjungan turis meski saat ini sudah ada beberapa taman nasional yang melakukan kajian itu," ujarnya.
Di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur misalnya, pengelola mengaku kewalahan dengan peningkatan jumlah wisatawan yang signifikan. Hingga Juni 2019, jumlah kunjungan ke taman nasional yang terkenal dengan sabananya ini mencapai 260 ribu orang. Padahal tahun sebelumnya jumlah kunjungan hanya 136 ribu orang dalam setahun.
Sejumlah tengkorak binatang yang terpajang di Taman Nasional Baluran, Banyuwangi, Jawa Timur, Ahad, 6 Januari 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
"Seram, pengunjung meningkat sangat tajam," kata pengendali ekosistem hutan Taman Nasional Baluran, Arif Pratiwi. Saat ini pengelola Taman Nasional Baluran sedang menyusun rencana kelola, termasuk pembatasan kunjungan. "Kami akan mengatur soal tiket, membatasi jumlah pengunjung melalui pembelian tiket secara online," ucap dia.
Dengan begitu, pengunjung maupun hewan yang ada di taman nasional lebih nyaman. Arif Pertiwi menambahkan, tingginya kunjungan seiring dengan semakin gencarnya 'promosi' yang dilakukan wisatawan melalui media sosial masing-masing. "Wisata massal tidak cocok dengan ekosistem taman nasional," katanya. Ibu orangutan menggendong anaknya di hutan Taman Nasional Tanjung Puting, Senin, 19 Februari 2018. Tempo/Francisca Christy Rosana
Adapun di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur telah menerapkan wisata terbatas atau disebut wisata minat khusus. Taman nasional yang menjadi habitat hidup orangutan jenis Pongo Pygmaeus Morio setiap harinya dikunjungi 15 hingga 20 wisatawan.
"Kami membatasi pengunjung karena jika terlalu ramai akan sangat bising. Orangutan tidak senang berisik," kata Kepala Resort Sangata, Taman Nasional Kutai, Jamentan Saragih. Selama empat tahun terakhir, menurut dia, terjadi peningkatan kunjungan wisatawan yang dominasi turis mancanegara dengan tujuan penelitian.
Wiratno mengingatkan target wisatawan tidak bisa digenjot ke taman nasional karena merupakan wilayah konservasi. Jika ingin menambah pendapatan, ada cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor ini, yakni dengan meningkatkan nilai ekonomi wisatanya.
Misalnya, dengan menaikkan harga tiket masuk. "Pendapatan bertambah tapi jumlah wisatawan yang datang tetap,” ujarnya. Wiratno menyebutkan, Indonesia memiliki 133 taman wisata alam dan 54 taman nasional.