Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Kasus Antasari Azhar</font><br />Antasari Sampai di Sini

Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali Antasari Azhar. Upaya hukum Antasari tamat sudah.

20 Februari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KISAH perjuangan hukum Antasari Azhar sudah selesai. Senin pekan lalu Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini. Menurut Maqdir Ismail, pengacara Antasari, semua jalur hukum acara sudah habis digunakan. Pihaknya menyadari tidak mungkin menggugat PK itu. Rencana maju ke Mahkamah Internasional juga mereka batalkan. "Tak ada upaya hukum yang bisa kami lakukan lagi," kata Maqdir kepada Tempo.

Mahkamah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang menghukum Antasari 18 tahun penjara. Dalam putusan PK ini tak terjadi perbedaan pendapat alias dissenting opinion di antara majelis hakim. Mereka adalah ketua majelis hakim Harifin A. Tumpa serta Djoko Sarwoko, Komariah Emong Sapardjaja, Imron Anwari, dan Ketua Mahkamah yang baru terpilih, M. Hatta Ali. Sidang itu digelar pada Senin siang pekan lalu secara terbuka, tapi tanpa kehadiran Antasari dan pengacaranya serta para jaksa.

Antasari dipenjarakan karena terbukti turut serta menganjurkan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Latar belakangnya perselingkuhan dan pemerasan. Selain Antasari, bekas Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Wiliardi Wizar dan pengusaha Sigid Haryo Wibisono divonis ikut-ikutan membunuh Nasrudin bersama Antasari. Nasrudin tewas pada 15 Maret 2009 dengan dua peluru menembus pelipis dan telinga sebelah kirinya. Kelompok Hendrikus Kiawalen dkk menembakkan dua peluru itu saat Nasrudin usai bermain golf di Modernland, Tangerang.

Hukuman 18 tahun ini jauh dari tuntutan jaksa. Awalnya jaksa menuntut Antasari hukuman mati. Dari berbagai rekonstruksi dan barang bukti, jaksa yakin rencana pembunuhan Nasrudin sudah lama dilakukan, yaitu lewat berbagai pertemuan antara Antasari, Sigid, dan Wiliardi. Ada pula pesan pendek bernada ancaman yang diyakini hakim dikirim dari telepon seluler milik Antasari ke telepon Nasrudin.

Lewat permohonan PK pada September silam, Antasari bersama tim pengacaranya mengajukan tiga novum yang mereka anggap penting. Ketiganya dinilai bisa menunjukkan keanehan kasus ini. Novum pertama adalah 28 lembar foto yang menggambarkan kondisi jenazah sebelum dan sesudah otopsi. Foto ini dianggap penting, kata Maqdir, karena terlihat bekas luka tembak yang tak sesuai dengan arah lubang di kaca mobil yang ditumpangi korban.

Novum kedua kesaksian dari ahli senjata. Menurut Maqdir, pada bagian proyektil yang menembus kepala Nasrudin tidak ditemukan bekas goresan yang menunjukkan peluru telah menembus kaca. Peluru itu, kata Maqdir, berasal dari jenis FN. Sedangkan Hendrikus dkk menembak Nasrudin dengan pistol jenis revolver. Ada lagi novum ketiga, yaitu transkrip hasil penyadapan KPK terhadap Antasari dan Nasrudin. Dalam transkrip itu, kata Maqdir, tidak terdapat nada ancaman dari Antasari. "Hakim di sidang PK mengabaikan bukti ini," katanya.

Salah seorang majelis hakim agung, Djoko Sarwoko, menganggap santai cecaran Maqdir yang dilansir media cetak dan televisi itu. Ia dengan tenang menanggapi tuduhan rekayasa di balik penolakan PK ini. Majelis hakim yang terdiri atas lima orang, ujar Djoko, secara bulat memutuskan Antasari bersalah. Ini, katanya, membuktikan tidak ada yang ganjil dari putusan itu. Suasana sebelum sidang pun, katanya, tak ada tanda-tanda ketegangan para hakim. "Semua berlangsung seperti biasa," katanya.

Menurut Djoko, majelis tidak menemukan novum yang menjadi alasan pengajuan PK. Pendapat ahli peluru yang disorongkan pengacara tak ada hubungannya dengan terbunuhnya Nasrudin. Fakta yang paling sulit dibantah, kata dia, adalah pembunuhan terhadap Nasrudin sudah terjadi. "Ada orang yang mati dalam kasus ini," katanya.

Mustafa Silalahi, Sukma Loppies

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus