Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

<font face=verdana size=1>Pencurian Arca</font><br />Misteri Tewasnya Juru Kunci

Saksi ahli kasus pencurian arca Museum Radya Pustaka ditemukan tergeletak tak bernyawa di dalam selokan. Posisinya penting dalam mengungkap pencurian benda-benda kuno itu.

18 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HALAMAN Museum Radya Pustaka, Selasa siang pekan lalu, dibanjiri puluhan pelajar SMU Santo Yosep dan SD Sriwedari. Mereka menggenggam selebaran kertas bertulisan ”Selamat Jalan Pak Lambang”. Pita hitam lambang duka terlilit di lengan mereka. Sebuah poster bertulisan ”Tuntaskan Kematian Tak Wajar” dibentangkan lebar-lebar. Adapun di depan pintu masuk museum yang terletak di jantung Kota Solo itu karangan bunga ucapan belasungkawa mereka tegakkan.

Lambang Babar Purnomo, 57 tahun, saksi ahli kasus pencurian dan pemalsuan arca Museum Radya Pustaka, Sabtu dua pekan lalu ditemukan tewas di tepi Jalan Lingkar Utara, Sleman, Yogyakarta. Saat ditemukan pada subuh sekitar pukul 04.30, tubuhnya tergeletak di selokan. Sepeda motor tua miliknya, Honda-800, nyungsep di samping tubuh karyawan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah ini.

Setelah kasus pencurian arca terungkap akhir tahun lalu, puluhan pelajar SMU Santo Yosep memang sempat membantu BP3 menginventarisasi koleksi museum tersebut. Saat itulah mereka bertemu dengan Lambang, yang juga Ketua Kelompok Kerja Perlindungan BP3. ”Pak Lambang baik, mau menerangkan soal benda kuno kepada kami,” kata Lintang Rembulan, siswi SMU Santo Yosep.

Kematian Lambang masih ”gelap”. Hingga pekan lalu, polisi belum dapat memastikan penyebabnya. Kendati demikian, seorang pegawai kantor PT Dewata Lintas Nusantara, Erni, kepada polisi menyatakan, sekitar pukul 04.00, ia mendengar teriakan minta tolong. Tapi ia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa lantaran hari masih gelap. Kendati demikian, beberapa saat kemudian ia sempat melihat seseorang lewat di lokasi tempat asal suara minta tolong itu. ”Aneh, ada yang minta tolong, orang itu kok diam saja,” kata Erni. Selewat pukul 6, baru Erni tahu ada orang tewas di situ, yakni Lambang.

Polisi memang menemukan sejumlah kejanggalan atas tewasnya Lambang. Posisi sepeda motor dan korban berikut luka-lukanya tak lazim menunjukkan layaknya korban kecelakaan. ”Ada beberapa titik luka yang mengindikasikan korban tidak mengalami kecelakaan murni,” ujar Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Sleman Ajun Komisaris Sulistyo.

Pekan lalu, hasil visum Rumah Sakit Dr Sardjito terhadap jenazah Lambang sudah diterima polisi. Menurut ketua tim dokter, dr Yuda Trihantari, ditemukan retakan pada tulang leher Lambang. Retakan itu bisa diakibatkan pemukulan. ”Seperti orang yang diputar lehernya, lalu bunyi klek,” kata Yuda. Kendati demikian, tim dokter dan polisi belum berani memastikan penyebab kematiannya. ”Kami punya kode etik, tidak bisa mengatakan soal itu,” ujar Yuda.

Menyangkut luka di tubuh Lambang, antara lain goresan di dahi sebelah kanan, menurut Yuda, pihaknya masih menunggu hasil uji laboratorium patologi. ”Ini untuk mengetahui apakah luka itu didapat setelah atau sebelum kematian,” ujarnya. Selain laboratorium patologi, yang juga ditunggu adalah hasil penelitian tim Pusat Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian RI. Menurut salah satu anggota tim itu, Ajun Komisaris Bowo Nurcahyo, hasil dari Pusat Laboratorium Forensik akan keluar sekitar tiga pekan lagi.

Untuk memastikan penyebab kematian Lambang, ujar Bowo, mereka masih harus mengidentifikasi tiga data: bekas luka di tubuh Lambang, bekas kendaraan di lokasi, serta kerusakan kendaraan. Soal luka di dahi kanan korban, misalnya, penyebabnya belum didapat. ”Bisa saja terkena benda tajam yang bergerak cepat,” ujar Bowo saat melakukan reka ulang kejadian, Rabu pekan lalu.

Kendati polisi belum memastikan penyebab tewasnya Lambang, pihak keluarga meyakini Lambang meninggal bukan lantaran kecelakaan, melainkan terkait dengan statusnya sebagai saksi ahli kasus pencurian arca. Karena itu pula pihak keluarga meminta jenazah Lambang diotopsi lengkap. ”Kami menyesalkan tidak ada perlindungan keamanan untuk Lambang,” ujar Bupati Sleman, Ibnu Subiyanto, yang juga kakak ipar Lambang.

Menurut sejumlah anggota keluarga Lambang, beberapa bulan sebelumnya, seseorang tak dikenal pernah mengancam Lambang lewat telepon. ”Keluarga sudah mewanti-wanti agar hati-hati,” kata Murniyanto, kakak ipar Lambang yang lain. Soal asumsi Lambang tewas karena sakit juga dibantah Sri Surayati Supangat, istri Lambang. Suaminya, ujar Sri, tidak memiliki penyakit berat yang bisa membuat jatuh dari sepeda motor. ”Biasanya dia cuma masuk angin,” ujar wanita 54 tahun ini.

Sehat walafiatnya Lambang dibenarkan Wahyu Indrasana, bekas Kepala Museum Benteng Vredenburg, Yogya. Menurut Wahyu, sebelum ditemukan tewas, Lambang baru saja datang ke rumahnya di Wonosari mengendarai sepeda motor. Di rumah bekas atasannya itu, Lambang bertamu hingga dini hari. Lambang saat itu baru pulang dari studi banding di Jawa Timur. Sekitar pukul 04.00, Lambang pamit undur diri. ”Waktu pulang, dia masih kelihatan segar,” ujar Wahyu.

l l l

LAMBANG bersama Zaimul Azzah, Ketua Kelompok Kerja Registrasi dan Pemanfaatan, mewakili BP3 Jawa Tengah, adalah orang yang melaporkan kasus pencurian lima arca Radya Pustaka ke polisi. Lambang pula yang pertama kali mengecek keaslian arca di museum itu setelah BP3 mendapat laporan adanya pemalsuan benda purbakala.

Sebagai pelapor, kata Ketua BP3 Jawa Tengah Tri Hatmaji, Lambang diperiksa lebih dari tiga kali. Laporan ke polisi ini, kata Tri Hatmaji, karena jabatannya sebagai Ketua Pokja Perlindungan. Dia selalu menjadi orang pertama yang bergerak jika ada laporan hilangnya benda cagar budaya. ”Karena itu, saya heran kalau ada orang yang tersinggung,” ujar Tri Hatmaji.

Keterangan yang diberikan Lambang kepada polisi, kata Tri, juga terbatas pengetahuannya tentang benda purbakala dan dia tidak menunjuk seseorang. ”Kalau polisi kemudian menetapkan tersangka, itu pasti dari pengembangan polisi sendiri,” kata Tri. Soal peran Lambang ini dibenarkan Kepala Kepolisian Kota Besar Solo Komisaris Besar Lutfi Luhbianto. Menurut Lutfi, keterangan Lambang hanya untuk memastikan sebuah benda termasuk cagar budaya atau tidak. Kapasitasnya sebagai saksi ahli merupakan rekomendasi BP3. Meski hanya memberikan keterangan seputar otentisitas arca, Tri Hatmaji mengakui Lambang lebih terbuka dibanding ahli lain dalam mengungkapkan pendapat. ”Tanpa tedeng aling-aling,” ujarnya.

Salah satu pernyataan Lambang yang kemudian dikutip media massa adalah soal ”koleksi” benda kuno di rumah pengusaha Hashim Djojohadikusumo—yang dinyatakannya akhir tahun lalu. Di antara benda kuno itu, kata Lambang, ada gading yang berasal dari situs Sangiran. Sebelumnya, Lambang menyatakan, arca Nandisa Wahana Murti ada di rumah Hashim. Kepastian ini didapat setelah Lambang melihat rekaman video penyidik saat menyita lima arca, yang raib dari Museum Radya Pustaka itu, dari rumah Hashim di Kemang, Jakarta. Arca Nandisa itu kini juga sudah disita.

Apakah tewasnya Lambang terkait dengan pihak yang terseret pusaran kasus pencurian arca itu? Belum jelas memang. Rusman Sakiri, pengacara salah seorang tersangka, Heru Suryanto, menegaskan kecil kemungkinan kliennya punya alasan menaruh dendam kepada Lambang. ”Heru sudah mengakui semua, mengapa mesti merasa dipojokkan?” katanya. Adapun kuasa hukum Hashim, Hermawan Pamungkas, menjawab, ”No comment,” saat dimintai komentar atas tewasnya Lambang.

Yang pasti, menurut kriminolog Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana, sebagai saksi ahli, peran Lambang sangat penting dalam kasus pencurian arca itu. Dia memiliki otoritas yang bisa menilai palsu-tidaknya arca yang dicuri. ”Posisinya adalah juru kunci,” kata Erlangga.

Dimas Adityo, Imron Rosyid (Solo), Muh Syaifullah, L.N. Idayanie (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus