Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPUCUK surat berkop Pengadilan Negeri Jakarta Selatan datang ke kantor Dewan Pers awal Juni lalu. Isinya, pengadilan meminta satu anggota Dewan Pers memberikan keterangan di muka persidangan. Surat itu menunjuk dasar permintaan tersebut: Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2008 mengenai keterangan saksi ahli Dewan Pers untuk penanganan perkara tentang pers.
Pengadilan membutuhkan saksi dari Dewan Pers untuk perkara gugatan Munarman terhadap Koran Tempo yang diajukan Panglima Laskar Islam itu pada Agustus 2008. Munarman menggugat Koran Tempo atas pemuatan fotonya pada edisi 3 Juni 2008 koran itu, yang dinilainya fitnah. Foto itu menggambarkan Munarman tengah mencekik seorang anggota Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
Pada hari terbitnya edisi tersebut, Munarman langsung memberikan bantahan. Menurut dia, aksi itu dilakukan guna mencegah pemuda anggota Front Laskar Islam—bukan anggota Aliansi Kebangsaan—berbuat kekerasan. Sehari kemudian, Tempo meralat pemuatan foto tersebut dan meminta maaf. Tapi permintaan maaf itu tak digubris Munarman.
Selain menggugat Koran Tempo, Munarman menggugat PT Tempo Inti Media dan Ahmad Suaedy, Direktur Eksekutif The Wahid Institute, dengan ganti rugi materiil Rp 1,2 juta dan imateriil Rp 13 miliar. Dia meminta tanah dan kantor PT Tempo Inti Media beserta isinya disita.
Dewan Pers menyambut gembira ”tawaran” pengadilan. ”Kami penuhi karena inilah peluang kami untuk menjelaskan kepada hakim,” kata Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara. Leo kemudian menjadi saksi, pada Juni lalu, untuk memberikan keterangan atas permintaan pengadilan.
Menurut Leo, baru kali ini Dewan Pers diminta secara resmi memberikan keterangan di persidangan dalam perkara perdata. Biasanya, kata Leo, keterangan Dewan Pers disampaikan atas permintaan pihak yang beperkara atau dalam kasus pidana.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Leo mengatakan sengketa antara Munarman dan Koran Tempo sebenarnya selesai begitu Koran Tempo memuat ralat. ”Berita Koran Tempo sudah sesuai dengan etika jurnalistik dan Undang-Undang Pers,” katanya.
Menurut Leo, gugatan sebenarnya tak perlu dilayangkan. Sebab, ralat dibuat tanpa diminta pihak yang merasa disudutkan. Ralat juga dimuat secara proporsional dan ditempatkan di halaman yang sama dengan berita yang disengketakan.
Keterangan Leo ini rupanya diterima hakim. Dalam putusan yang dibacakan Rabu pekan lalu, majelis hakim yang diketuai Syahrial Sidik dengan anggota Hary Sasangka dan Artha Theresia menolak gugatan Munarman. ”Dengan diralatnya foto, dan disertai dengan permintaan maaf secara langsung, para tergugat tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Hary.
Leo menyambut baik putusan tersebut. ”Hakim memahami dan mengambil keputusan sesuai dengan Undang-Undang Pers,” ujarnya. Hal yang sama diungkapkan kuasa hukum Tempo, Sholeh Ali, dan kuasa hukum The Wahid Institute, Alghiffari Aqsa. ”Kami menerima putusan ini seratus persen,” kata Sholeh.
Adapun kuasa hukum Munarman, Syamsul Bahri Radjam, mengatakan kecewa terhadap putusan itu. ”Kami akan banding,” ujarnya. Menurut dia, pengadilan semestinya menjadi pengontrol bagi orang-orang yang mengatasnamakan kebebasan pers.
Rini Kustiani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo