Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=1 color=#FF9900>KASUS DAVID WIDJAJA</font><br />Buntu di Negeri Singa

Pengadilan Singapura menyatakan David Widjaja tewas karena bunuh diri. Keluarga menilai persidangan penuh rekayasa.

3 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TJHAY Lie Khim berkali-kali menyeka air mata di pipinya. Kedukaan jelas terlihat di wajah perempuan 56 tahun itu. Putusan Pengadilan Koroner Singapura telah memupuskan harapannya bahwa kasus kematian anak bungsunya akan diselidiki lebih lanjut. Pengadilan menyatakan sang anak, David Hartanto Widjaja, tewas bunuh diri. ”Bukan karena pembunuhan,” kata Victor Yeoh, hakim tunggal yang memimpin persidangan tersebut.

Putusan yang dibacakan di ruang sidang gedung Subordinate Court di kawasan China Town, Singapura, Rabu pekan lalu itu benar-benar membuat Tjhay kecewa. Dengan putusan ini, otomatis kasus tewasnya David ”ditutup”. ”Saya sedih sekali,” ujar Tjhay perlahan kepada Tempo, yang menemuinya seusai sidang.

David, 22 tahun, mahasiswa Fakultas Teknik Elektro dan Mesin Universitas Teknologi Nanyang, Singapura, ditemukan tewas di halaman kampusnya pada Senin pagi, 2 Maret lalu. Itu terjadi setelah David bertemu dengan dosen pembimbingnya, Profesor Chan Kap Luk.

Enam jam setelah peristiwa tersebut, Rektor Universitas Teknologi Nanyang Su Guaning mengeluarkan pengumuman. Isinya berita adanya mahasiswa tingkat akhir yang menyerang profesornya. ”Mahasiswa itu kemudian terjatuh, lalu meninggal,” kata Su dalam surat elektronik yang ditujukan ke seluruh sivitas akademika.

Keterangan versi Su Guaning ini dibantah keluarga David. Hartanto Widjaja, ayah David, justru curiga kematian putra bungsunya itu akibat dibunuh dosen pembimbingnya. William Hartanto, kakak David, menunjuk beberapa kejanggalan jika disebut David berupaya membunuh dosennya. Alasan William, di dalam tas David tersimpan kartu identitas yang pasti menyulitkannya jika ia ingin berbuat jahat. ”Mudah ketahuan,” ujar William. Selain itu, ia membawa setengah liter air minum di tasnya. ”Kalau mau kabur, susah karena berat.”

Berdasarkan hukum Singapura, putusan untuk mengetahui penyebab kematian yang tidak wajar mesti melalui pengadilan koroner. Pengadilan ini juga akan menentukan kasus tersebut layak ditingkatkan ke penyidikan atau tidak. Pada Mei lalu, kasus David ini pun mulai disidangkan di pengadilan koroner.

Sidang yang berlangsung sekitar empat jam pada Rabu pekan lalu itu dihadiri perwakilan dari kuasa hukum keluarga David, Sashi Nathan, dan kuasa hukum Nanyang Technology University, Sheilla. Sekitar 40 orang mengikuti jalannya sidang. Mereka antara lain Rektor Su Guaning, ayah, ibu, dan kakak David, serta perwakilan Kedutaan Besar Indonesia di Singapura.

Sebelum membacakan putusan, hakim Victor mendengarkan keterangan dari kedua pihak. Sashi meminta hakim membacakan testimoni yang diberikan pihak korban, sementara pengacara universitas membacakan pembelaan mereka.

Dalam putusan yang dibacakan sekitar dua jam itu, hakim hanya mengambil keterangan dari 25 saksi yang mengarahkan kematian David karena bunuh diri. Para saksi itu berasal dari pihak universitas, polisi, dan dokter yang memvisum jenazah David.

Menurut Victor, pada hari nahas itu mestinya David menemui dosen pembimbingnya. Namun David terlambat. Akibatnya, Chan meradang dan ia pun mengusir David dari ruangannya. Marah karena diusir, David menyerang Chan dengan pisau. Maka terjadilah pergulatan. Ketika Chan berhasil menguasai pisau yang digenggam David, mahasiswa semester akhir itu berlari dan langsung terjun dari jembatan di lantai empat yang menghubungkan gedung blok S1 dengan gedung riset Techno Plaza. ”Akibatnya, dia tewas,” kata Victor.

Dalam putusannya, hakim mengabaikan testimoni keluarga dan ahli forensik dari Universitas Indonesia, Djaja Surya Atmaja, yang menyatakan tidak ada tanda-tanda bunuh diri pada jasad David. ”Saya tidak bisa mengacu pada hasil analisis orang luar,” ujar Victor.

Su Guaning menolak berkomentar atas putusan hakim. Begitu sidang dinyatakan ditutup, dengan bergegas dia meninggalkan ruang sidang. Keluarga David menuding pengadilan ini penuh rekayasa. ”Ini benar-benar konspirasi,” kata Hartanto Widjaja. Menurut ayah David itu, pemerintah Singapura telah menutupi kejadian sesungguhnya.

Kepada Tempo, juru bicara Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura, Yayan Mulyana, mengatakan pemerintah Indonesia telah berusaha memfasilitasi keluarga David. Pemerintah, kata dia, sudah menyampaikan permintaan kepada polisi Singapura agar investigasi terhadap kematian David dilakukan dengan jujur, profesional, dan adil. ”Namun kami tidak bisa mencampuri keputusan pengadilan negara lain,” ujarnya.

Kendati pengusutan tewasnya David sudah mengalami jalan buntu di Negeri Singa, keluarga David menegaskan mereka akan terus berjuang agar kasus ini diselidiki. Hartanto berencana membawa perkara anaknya itu ke pengadilan internasional. ”Ini kasus antarnegara,” katanya.

Rini Kustiani, Rumbadi Dalle (Singapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus