Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ARI Hernanto Soemarno harus menyeka keringatnya berulang kali. Pendingin udara di ruang panitia khusus Gedung Nusantara II Dewan Perwakilan Rakyat terasa tak lagi sejuk. Yang membuat gerah bos Pertamina ini adalah gempuran pertanyaan anggota panitia hak angket bahan bakar minyak, yang memanggilnya pada Kamis, 18 September lalu.
Ari, seperti pesakitan, harus menghadapi cecaran pertanyaan anggota Panitia Khusus sehubungan dengan sejumlah kebijakan Pertamina dalam impor minyak. Rapat tertutup itu berlangsung tiga jam. Kendati demikian, anggota panitia belum puas. ”Rapat akan dilanjutkan setelah Lebaran,” ujar Tjatur Sapto Edy, anggota panitia khusus.
Direktur Utama Pertamina itu dimintai keterangan ihwal kenaikan harga minyak, impor minyak, dan penyediaan bahan bakar gas. Panitia khusus juga mencecar Ari dengan pertanyaan seputar kasus impor minyak Zatapi, yang kasusnya sedang disidik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian.
Kasus ini mencuat pada Februari lalu. Saat itu Pertamina mengimpor 600 ribu barel minyak mentah untuk produksi kilang Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah. Sejumlah pihak mempertanyakan proses tender yang dimenangi PT Gold Manor International. Juga soal mutu minyak yang disebut-sebut ramuan asing tersebut.
Maklum, Zatapi merupakan jenis minyak baru yang sebelumnya tak dikenal. Dari sana menyeruak isu tak sedap bahwa proses tender itu sarat ”permainan” antara orang dalam Pertamina dan pedagang minyak. Apalagi baik Pertamina maupun pengimpor merahasiakan formula Zatapi.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun harus turun tangan memeriksa proses tender dan pengadaan minyak mentah tersebut. ”Mereka sudah menyatakan ada potensi kerugian negara,” kata Tjatur. Kasus ini sempat bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan pulalah yang mendesak aparat penegak hukum mengusut kasusnya.
Penyidikan dugaan korupsi tender Pertamina oleh kepolisian telah membuahkan hasil. Dua pekan lalu, Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri, mengumumkan telah menetapkan empat tersangka. Hanya, jenderal bintang empat yang baru saja ditunjuk menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia menggantikan Jenderal Sutanto ini enggan membeberkan jati diri para tersangka. Keempat tersangka, kata Bambang, juga belum ditahan untuk kepentingan penyelidikan.
Namun dari sumber Tempo diperoleh nama tersangka itu. Mereka adalah Rinaldi, Kairudin, Chrisna Damayanto, dan Suroso Atmomartoyo. Rinaldi dan Kairudin adalah staf di Direktorat Pengolahan Pertamina yang juga panitia pengadaan minyak. Keduanya pada 5 Desember tahun lalu membuka tender minyak mentah untuk pengadaan bulan Februari 2008 sebanyak 2,4 juta barel.
Adapun Chrisna Damayanto adalah Vice President Perencanaan dan Pengolahan Direktorat Pengolahan Pertamina. Sementara Suroso Atmomartoyo adalah mantan Direktur Pengolahan yang kini menjadi staf ahli Direktur Utama Pertamina.
Direktur III/Tindak Pidana Korupsi Markas Besar Kepolisian Brigadir Jenderal Polisi Jose Rizal Efendi, saat dimintai konfirmasi, membenarkan nama-nama tersebut. ”Kita tetapkan sebagai tersangka, karena mereka dalam siklus pengadaan minyak mentah ini,” katanya. Meski demikian, hingga dua pekan silam polisi belum memeriksa mereka sebagai tersangka. ”Kita masih mengumpulkan buktinya,” kata Jose.
Sebenarnya, para tersangka telah diperiksa, hanya statusnya ketika itu baru sebagai saksi. Polisi akan kembali memanggil mereka dalam waktu dekat. Menurut Jose, pemeriksaan terhadap mereka tidak akan sulit. ”Wong, mereka sudah ngaku kok,” katanya ringan.
Hanya, menurut Jose, polisi tidak ingin gegabah, karena banyak aturan yang dibuat oleh Pertamina dalam proses pengadaan itu. Jadi, harus dipelajari dengan cermat. Menurut Jose, indikasi kecurangan dalam tender pengadaan minyak Zatapi sudah sangat jelas. Paling mendasar adalah temuan bahwa produk itu tidak memiliki crude assay tapi bisa lolos sebagai pemenang tender.
Padahal seharusnya setiap peserta tender sudah memasukkan crude assay yang ditawarkan. Crude assay adalah hasil analisis laboratorium tipe C terhadap karakteristik umum, komponen organik, dan komponen lainnya dari minyak mentah. Catatan ini biasanya disertakan dalam tender minyak mentah.
Dari sini saja, menurut Jose, sudah terlihat pelanggaran. Belum lagi dari hitungan selisih harga, volu-me, dan dari penggelembungan yang mungkin terjadi. ”Dari sisi ini hitungan kita ada kerugian negara,” katanya. Namun, untuk memastikan hitungan itu, pihaknya akan meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Lalu, berapa kerugian negara akibat praktek tersebut? Menurut Jose, kalau menurut perhitungan potensi total loss-nya mencapai Rp 427,5 miliar, atau setara dengan nilai uang yang dibelanjakan untuk 600 ribu barel minyak Zatapi. Asumsinya, karena barang yang dibelanjakan itu mubazir dan tidak digunakan untuk semestinya.
Namun perhitungan kerugian negara itu nantinya akan didasarkan pada perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Didi Widayadi membenarkan telah berkoordinasi dengan penyidik Markas Besar Kepolisian.
Mereka juga telah beberapa kali ikut gelar perkara. Tim penyidik dan auditor Badan Pengawasan akan melakukan penyidikan lebih lanjut. Hanya memang secara resmi belum menerima surat permintaan melakukan audit. ”Untuk audit ini kami siap, kami menunggu perintah resmi,” katanya.
Dalam audit itu nantinya, menurut Didi, tidak hanya kerugian negara yang dihitung, tapi juga akan dilakukan investigasi terhadap proses tender dan latar belakang kebijakannya. Misalnya, mengapa memasukkan minyak dengan spesifikasi seperti itu.
Audit serupa juga tengah dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan. Auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan Bidang Minyak dan Gas, Widodo Haryo, menargetkan pada akhir Oktober mendatang telah ada hasil audit. Saat ini pemeriksaan sedang berlangsung. Hanya Haryo enggan menjelaskan detail audit, termasuk hasil sementara temuan Badan Pemeriksa. ”Nanti mengganggu audit,” katanya.
Ari Soemarno dalam beberapa kesempatan berulang kali membantah bahwa tender pengadaan minyak itu merugikan negara. ”Justru menguntungkan,” katanya di gedung Dewan. Menurut dia, dari penggunaan minyak Zatapi itu diperoleh keuntungan dari penghematan sekitar Rp 47,5 miliar. ”Itu hasil nyata dari pengolahan,” ujarnya. Selain itu, impor minyak Zatapi kali ini juga merupakan aksi korporasi atau Pertamina. ”Jadi, kalau rugi, yang rugi korporasi,” katanya.
Jose mengungkapkan bahwa penyidikan ini tidak akan berhenti pada empat tersangka itu. Jari penyidik tak lama lagi menunjuk tersangka lain. Siapa yang akan mendapat giliran berikutnya? Jose memastikan tersangka lain yang akan tersambar penyidikan ini adalah pihak importir minyak mentah. ”Kalau itu saya pastikan,” katanya.
Apakah penyidikan juga akan mengarah pada pucuk pimpinan Pertamina? Bambang Hendarso menyatakan, kalau terlihat ada kepentingan dan hubungan antara pihak trader dan direktur utama, ”Tidak tertutup kemungkinan ke arah sana,” katanya.
Ramidi, Agung Wijaya, Agung Sedayu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo