Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELA belum mati. Matanya sebentar-sebentar masih mengerjap. Tubuhnya terkapar di lantai semen. Dari sudut bibirnya keluar buih. Ia sekarat. Erangan lirih sesekali terdengar dari mulutnya.
Dini hari itu, melihat sasarannya tak juga mati, Syamsudin kehilangan kesabaran. Dengan mengendap-endap ia mendekati korbannya. Tangannya menggenggam sebilah pisau yang sebelumnya ia selipkan di pinggang. Dengan cepat pria 24 tahun itu menghunjamkan pisau berkali-kali ke tubuh Sela. Harimau betina 25 tahun berbobot 125 kilogram itu pun tak bergerak. Sela tewas.
Dengan cepat Syamsudin, yang pada Sabtu malam 22 Agustus silam itu menyatroni kandang Sela bersama Mukmin, membedah tubuh binatang tersebut. Isi perut Panthera tigris somatrae itu ia keluarkan. Jeroannya mereka biarkan berceceran di ”rumah” Sela, kandang berterali besi 6 x 10 meter. Adapun bagian tubuh yang lain mereka benamkan ke dalam karung. Keduanya lantas kabur ke Petaling, sekitar 80 kilometer dari Kota Jambi. Di sana mereka memisahkan kulit Sela dari tubuhnya. Kulit dan tulang belulang karnivora itu dimasukkan ke kardus. Menumpang bus, keduanya menuju Palembang.
Esok harinya, Mandikwan, pegawai Kebun Binatang Taman Rimba, terperanjat melihat kandang Sela telah kosong. ”Selama ini aman saja, tidak ada yang mengganggu,” ujar Kepala Pengelola Taman Rimba, Adrianis.
TAK perlu waktu terlalu lama bagi polisi membekuk Syamsudin. Awalnya polisi mendapat laporan mantan narapidana itu membeli ayam dan racun Timex di Pasar Angso Dua, Jambi. Informasi inilah yang membuat polisi, sepekan kemudian, mencokok pria yang biasa kongko di bawah jembatan Sungai Maram, dekat Pasar Jambi itu.
Kepada polisi Syamsudin mengakui perbuatannya. Menurut pria yang biasa dipanggil Udin atau Bolu ini, pencurian kulit harimau itu sudah direncanakan sewaktu ia meringkuk di penjara Jambi pada akhir 2007. Ketika itu, ujarnya, Mukmin, rekannya sesama penghuni penjara, membisikkan ada ”pekerjaan menarik” jika kelak mereka keluar dari penjara, yakni mencuri harimau di Taman Rimba. ”Saya diiming-imingi akan dapat Rp 18 juta,” ujar Syamsudin.
Untuk membunuh Sela, ujar Syamsudin, sebelumnya ia memberi hewan itu daging ayam potong yang sudah diberi Timex. Daging itu ia lemparkan ke kandang. ”Tapi, saya tunggu empat jam dia tidak mati-mati,” katanya. Takut keburu pagi, Syamsudin pun memilih menghabisi Sela dengan pisaunya.
Kepada polisi ia mengaku menyerahkan kulit dan tulang binatang itu kepada seorang pria bernama Iwan di Palembang. Iwan kemudian menyerahkannya ke seorang tauke di kota pempek tersebut. Iwan baru memberinya Rp 8 juta dari janji sebelumnya Rp 14 juta. ”Uang itu saya belikan pakaian dan minuman,” ujarnya.
Sampai kini, dari kawanan pencuri binatang yang dilindungi itu, polisi baru membekuk Syamsudin. Polisi menjerat penganggur ini dengan Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang ancaman hukumannya bisa lima tahun penjara. ”Kami sekarang sedang mengejar Mukmin dan Iwan,” ujar Kepala Kepolisian Kota Besar Jambi, Komisaris Besar Bobbyanto. Dari Iwan, polisi berharap bisa membekuk otak rencana jahat ini.
TAMAN Rimba kini tak lagi memiliki harimau. Sebelumnya, harimau itulah daya tarik utama kebun binatang yang dibangun sejak 1982 tersebut. Kendati memakai nama ”taman”, kebun binatang itu memang jauh dari suasana taman. Jangankan fasilitas taman bermain untuk anak-anak, kamar kecil saja tak tersedia. Kesan kumuh terpancar dari mana-mana: kandang reot dan terali besi yang sudah berkarat di sana-sini. Menurut Adrianis, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa karena anggaran kebun binatang ini setahun hanya Rp 200 juta.
Sebelumnya kebun binatang ini memiliki tiga harimau. Sela dan Rangga hadiah dari Kebun Binatang Ragunan pada 1991, serta Salma. Mei lalu Rangga mati di dalam kandangnya secara mendadak, sedangkan Salma, Juli lalu, dikembalikan ke habitatnya, kawasan hutan Tampang Belimbing, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung.
Tragedi Sela itu memancing reaksi keras kalangan lembaga swadaya di Jambi. Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia Warung Informasi, Rakhmat Hidayat, misalnya, menyebut pemerintah Jambi telah gagal mengelola Taman Rimba.
Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin mengakui ada ketidakberesan dalam pengelolaan kebun binatang tersebut. Ia berjanji segera melakukan evaluasi, termasuk terhadap Dinas Peternakan, yang selama ini diberi tanggung jawab mengurusi Taman Rimba.
Syaipul Bakhori (Jambi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo