Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MUHAMMAD Irfan Jaya keluar-masuk ruang aula Kejaksaan Negeri Tangerang. Kendati, sesekali menebarkan senyum pada wartawan, ketegangan jelas terlihat pada wajah jaksa yang juga menjabat Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tangerang itu.
Senin lalu, bersama tiga jaksa lain, menantu mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman itu menjalani pemeriksaan terkait dengan ”kasus Prita Mulyasari”. Tiga lainnya: Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Suyono, jaksa fungsional Riyadi, dan Rakhmawati Utami, jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Banten.
Prita didakwa mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni International, Tangerang, gara-gara menulis surat elektronik mengeluhkan perawatan rumah sakit itu. Tak hanya menjerat perempuan 32 tahun itu dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, belakangan, kejaksaan juga menjebloskan Prita ke tahanan. Penerapan ”pasal pencemaran” Undang-Undang Informasi dan penahanan Prita ini mendatangkan berbagai kecaman. Jaksa Agung Hendarman Supandji kemudian mengirim tim untuk memeriksa para jaksa yang ”memegang” kasus Prita itu.
Pemeriksaan serupa dilakukan terhadap Kejaksaan Tinggi Banten. Di sini yang diperiksa adalah Asisten Pidana Umum Indra Gunawan, Kepala Seksi Pratuntutan Raharjo, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Dondhy K. Soedirman. Jumat pekan lalu, Jaksa Agung memberhentikan Dondhy dari jabatannya dan menariknya menjadi anggota staf ahli Kejaksaan Agung. Tentang pemberhentian ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Panjaitan menyatakan tak ada kaitannya dengan kasus Prita. ”Mutasi biasa, sudah saatnya.”
Menurut ketua tim pemeriksa, Adjat Sudradjat, timnya memeriksa kejanggalan dalam penanganan kasus Prita. Misalnya perihal penambahan pasal dan alasan penahanannya. ”Apakah memenuhi syarat atau tidak,” kata Inspektur Pidana Umum Kejaksaan Agung itu. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal dengan ancaman hukuman enam tahun penjara itulah yang ditembakkan ke Prita dan membuat jaksa memiliki alasan menahan ibu dua anak ini.
Menurut sumber Tempo di Kejaksaan Agung, pasal pencemaran itu ”dimunculkan” jaksa prapenuntutan pada berkas pemeriksaan yang dikembalikan ke polisi. Sebelumnya, polisi menjerat Prita dengan pasal pencemaran dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang ancaman hukumannya 1 tahun 4 bulan. ”Pasal itu ditambalkan begitu saja pada judul berkas.”
Mestinya, ujar sumber tersebut, jaksa menjelaskan alasan penggunaan pasal yang dicantumkan dalam berita acara pendapat itu. ”Tapi itu tidak ada.”
Jaksa Agung Muda Pengawasan Hamzah Tadja menolak menyebut siapa saja jaksa yang bersalah dalam kasus Prita. Dia juga tak mau berkomentar perihal jaksa Rakhmawati yang disebut-sebut alpa melampirkan alasan perlunya pasal 27 tersebut. ”Pemeriksaan belum selesai,” ujar Hamzah. Adapun Rakhmawati tutup mulut. ”Silakan tanya atasan saya,” katanya.
Koordinator Divisi Advokasi Hak Asasi Manusia Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia, Anggara, meminta kejaksaan tidak mencari kambing hitam. ”Semua jaksa yang menangani kasus Prita harus bertanggung jawab,” ujarnya. Ini, kata Anggara, karena tidak mungkin muncul pasal 27 itu hanya karena ulah seorang jaksa.
Tim pemeriksa juga menelisik adanya fasilitas yang diterima para jaksa dari Rumah Sakit Omni, antara lain medical checkup gratis.
Jasman Panjaitan membenarkan adanya fasilitas itu. Dari pemeriksaan, ujar Jasman, fasilitas itu ternyata program kerja sama PT Askes dengan rumah sakit. Corporate Secretary PT Askes Lisa Nurena mengakui adanya kerja sama Omni dengan Kejaksaan Tangerang. ”Ini sudah berlangsung sejak tahun lalu,” ujarnya.
Kini Prita bersiap melancarkan serangan balik. Pekan ini, lewat pengacaranya, O.C. Kaligis, ia akan menggugat perdata sekaligus melaporkan Omni ke polisi. ”Prita ini contoh nyata ketidakprofesionalan jaksa,” ujar Kaligis. Pengacara Rumah Sakit Omni, Lalu Hadi Surtoni, menolak menanggapi gugatan Prita. Dia juga menegaskan, Omni tidak akan mencabut gugatan terhadap Prita, yang kini kasusnya bergulir di pengadilan.
Rini Kustiani, Joniansyah (Tangerang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo