Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNDANGAN pelantikan Jaksa Agung baru di Istana Negara pada Jumat pekan lalu itu membuat sejumlah petinggi Kejaksaan Agung heran bukan kepalang. Dikirim Sekretariat Negara Kamis pagi, surat itu agak ganjil, tak menyebut nama Jaksa Agung yang bakal dilantik. Surat hanya menyebutkan ”pelantikan Jaksa Agung”. ”Ini tak lazim, biasanya ada namanya,” kata seorang petinggi Kejaksaan Agung kepada Tempo pekan lalu.
Siapa nama Jaksa Agung yang bakal dilantik baru terjawab sore harinya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri yang mengumumkan nama orang nomor satu Korps Adhyaksa itu: Basrief Arief. Basrief dipilih karena pria kelahiran Tanjung Enim, 63 tahun silam, ini dinilai pernah menjalankan sejumlah tugas penting. Dia antara lain pernah menjadi Kepala Kejaksaan DKI Jakarta, Jaksa Agung Muda Intelijen, dan Wakil Jaksa Agung (era Abdul Rahman Saleh).
Basrief juga mengomandani Tim Terpadu Pemburu Pelaku Tindak Pidana Korupsi hingga 2007. Pada Juli 2005, tim itu berhasil menyita tiga hektare tanah milik Eddy Tansil, buron pembobol Bank Bapindo senilai Rp 1,3 triliun. Total aset tanah Eddy yang sudah disita sekitar delapan hektare. Awal Januari 2006, tim terpadu yang diketuai Basrief juga berhasil menangkap David Nusa Widjaya, terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar Rp 1,3 triliun, di San Francisco, Amerika Serikat.
Terpilihnya Basrief pekan lalu itu sekaligus mengakhiri polemik: dari kalangan mana sebaiknya Presiden memilih Jaksa Agung pengganti Hendarman Supandji. Sumber Tempo menyebutkan sebelumnya ada tiga kelompok yang masuk ”radar istana”, yaitu dari luar Kejaksaan, bekas jaksa, serta jaksa aktif. Dari kalangan bekas jaksa ada Basrief Arief dan Muchtar Arifin. Untuk jaksa aktif, menguat nama Darmono. Dan dari luar Kejaksaan ada nama Yunus Husein dan Busyro Muqoddas. Dari semua nama itu, Basrief kandidat paling kuat (Tempo edisi 27 September-3 Oktober 2010).
Ihwal pergantian Jaksa Agung ini sudah diumumkan Presiden pada akhir Agustus lalu. Hendarman pensiun Oktober lalu. Tapi putusan Mahkamah Konstitusi pada akhir September, yang mengabulkan gugatan Yusril Ihza Mahendra perihal posisi Hendarman sebagai Jaksa Agung, ”mempercepat” pensiun Hendarman. Dua hari setelah putusan itu, Presiden memberhentikan Hendarman. Wakil Jaksa Agung Darmono ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Jaksa Agung.
Semula Presiden akan melantik Jaksa Agung satu paket dengan Kepala Kepolisian RI. Tapi rencana itu tak terealisasi. Belakangan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan pelantikan Jaksa Agung baru dilakukan setelah Presiden pulang dari kunjungan ke Cina awal November lalu. Lagi-lagi ini batal lantaran Presiden disibukkan oleh urusan bencana Merapi dan Mentawai.
Titik terang dipilihnya Basrief terjadi Rabu malam pekan lalu. Malam itu, menurut sumber Tempo, Basrief dipanggil Presiden ke Puri Cikeas. Malam itulah Yudhoyono ”menetapkan” Basrief sebagai pengganti Hendarman. Nama Basrief diusulkan sejumlah menteri yang dikenal sangat dekat dengan Yudhoyono. Presiden rupanya sreg dengan usul itu. ”Dia tipe SBY banget,” kata sumber ini. ”Jaringannya luas dan pribadinya santun.”
Nama Basrief, kata sumber itu, sebenarnya sudah dikantongi Presiden sebelum pergi ke Cina. Ia dianggap orang yang bisa diterima kalangan internal. Sebelumnya, Persatuan Jaksa mendesak Presiden memilih Jaksa Agung dari kalangan internal. Dipilihnya Basrief, ujar sumber itu, sekaligus mewakili tuntutan sebagian kalangan yang menghendaki Jaksa Agung bukan dari jaksa aktif.
Basrief sendiri tidak mau menanggapi soal pemanggilannya ke Cikeas. Seusai pelantikan di Istana, ia lebih memilih membahas pembaruan Kejaksaan. Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, mengaku tak tahu soal pertemuan itu. Anggota staf khusus Presiden bidang informasi, Heru Lelono, juga mengaku tak tahu soal pertemuan tersebut.
Sejumlah kalangan ragu Basrief bisa membenahi Kejaksaan. Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho menilai Basrief tak memiliki prestasi luar biasa saat menjadi Ketua Tim Pemburu Koruptor. ”Cuma bisa menginventarisasi, hasilnya tidak ada.” Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Hasril Hertanto juga menyesalkan dipilihnya Basrief. ”Ia bisa terkontaminasi oleh relasinya selama menjadi konsultan hukum,” kata Hasril. Setelah lengser sebagai jaksa, Basrief memang bekerja sebagai konsultan hukum.
Basrief sendiri menanggapi dengan enteng suara-suara yang ragu akan kemampuannya. ”Akan saya jawab dengan bekerja,” katanya sembari tersenyum. Dia juga menjamin tak akan ada konflik kepentingan berkaitan dengan pekerjaannya sebagai konsultan hukum. ”Pekerjaan itu sudah saya lepaskan,” katanya.
Anton Aprianto, Eko Ari Wibowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo