Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur melayangkan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung sebagai upaya hukum menyusul putusan bebas oleh Pengadilan Tinggi Kaltim terhadap terpidana kasus korupsi bernama Wendy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wendy kini telah dibebaskan dari Rutan Samarinda pada Jumat, 22 Maret 2024, setelah sidang banding Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Jamaludin Samosir memerintahkan melepaskan terdakwa Wendy dan seluruh tuntutan hukum (onslag van rechtavervolging) pada Senin, 18 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami mengajukan permohonan kasasi, atas putusan banding Pengadilan Tinggi," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Kaltim Romulus Haholongan kepada TEMPO Senin 25 Maret 2024.
Alasan Kasasi dan Kronologi Kasus
Kepala Seksi Penuntutan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur I Gusti Ngurah Agung Ary Kesuma mengatakan Wendy merupakan terdakwa pihak swasta yang menggunakan anggaran milik PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH) anak perusahaan PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT).
Wendy mendapat kepercayaan dari Direktur PT MMPH Luki Ahmad untuk membangun 10 unit rumah kantor (rukan). Luki menyerahkan uang Rp 12 miliar dengan perjanjian jaminan tanah milik Wendy.
"Uang untuk pembangunan rukan itu merupakan uang milik PT MMPKT, perusahaan umum daerah. Tapi rukan itu tidak dibangun Wendy dan dia juga tidak menyerahkan jaminan," kata Agung kepada TEMPO.
Dalam rangkaian perkara ini mantan Dirut MMPKT (2013 - 2016) HA dan LA mantan Dirut MMPH ( 2013-2016) sedang menjalani pidana penjara.
Kasus Wendy bergulir di Pengadilan Negeri Samarinda. Dalam persidangan yang digelar, Jaksa Penuntut Umum menuntut Wendy dengan hukuman 13 tahun penjara.
Namun putusan majelis hakim PN Samarinda menjatuhkan hukuman lebih rendah dari tuntutan JPU yakni 7 tahun 6 bulan penjara. Atas putusan itu JPU kemudian banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Timur.
Namun PT Kaltim justru membebaskan terdakwa. Padahal kata Agung, di pengadilan tingkat pertama perbuatan Wendy terbukti dan secara sah meyakinkan melalukan tindak pidana korupsi.
Dakwaan dapat dibuktikan
Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 UU RI lnomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke I KUH Pidana.
Putusan Pengadilan Negeri, Wendy dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primair.
Kedua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan dan denda sejumah Rp 300 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, diganti subsider dengan kurungan selama 3 bulan.
Ketiga, menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Wendy untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp10.776 miliar.
Namun begitu vonis PT dijatuhkan bunyi putusan berubah menjadi: membatalkan putusan tindak pidana korupsi PN Samarinda dan mengadili sendiri menyatakan terdakwa Wendy melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan.
Menyatakan perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Majelis hakim juga meminta agar setelah putusan diucapkan membebaskan Wendy dari hukuman tahanan dan memulihkan harkat dan martabatnya.
Atas putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur itu, informasi diterima TEMPO terjadi gelombang unjuk rasa di Samarinda. Para demonstran memprotes putusan bebas Onslag tersebut.
AYU CIPTA
Pilihan Editor: Top 3 Hukum: Kisah Mahasiswa UNJ Magang di Jerman 2 Kali Masuk RS dan Tak Dibayar, Apa Itu Ferienjob