Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGAI burung yang lolos dari sangkar, Alexander Hermanus Manuputty sungguh bahagia. Ketua Front Kedaulatan Maluku (FKM) ini berkali-kali mengumbar tawa saat diwawancarai wartawan TEMPO Endri Kurniawati, Jumat pekan lalu, melalui sambungan telepon internasional. Alex, yang se- harusnya mulai menjalani hukuman empat tahun penjara, kini berada di California, Amerika Serikat. Berikut petikannya:
Bagaimana bisa keluar dari LP Tangerang?
Awalnya Kepala Lembaga Pemasyarakatan Tangerang tidak mau melepas, ngotot mau menahan saya. Tapi pengacara saya bilang, saya harus dilepas karena masa tahanan saya selama 170 hari telah berakhir pada 7 November lalu. Kami juga berjanji akan menanyakan apakah sudah ada putusan dari Mahkamah Agung. Ternyata memang belum ada putusan.
Anda ikut menanyakannya ke Mahkamah Agung?
Ya, kami pergi bersama-sama: saya, beberapa pengacara saya, dan Kepala LP Tangerang. Setelah tahu belum ada putusan, akhirnya Lembaga Pemasyarakatan Tangerang melepas saya pada 8 November, sekitar pukul 03.00. Setelah bebas, saya bebas ke mana saja. MA tidak perlu tahu ke mana saya pergi.
Siapa yang menerima Anda waktu itu di MA?
Saya tidak ikut naik, saya menunggu di lobi. Yang menanyakan putusan itu Kepala LP Tangerang dan beberapa pengacara.
Tapi Anda kan dicekal, dicegah ke luar negeri?
Saya nggak tahu apakah saya dicekal atau tidak. Dan kalau dicekal, saya enggak tahu dicekal sampai kapan.
Tidak adakah orang yang meminta paspor Anda berkaitan dengan pencekalan itu?
Tidak ada. Apa harus diambil paspornya? Paspor itu ada pada saya. Saya memakai paspor atas nama Alexander Hermanus Manuputty berdasarkan KTP Ambon. Visanya saya dapat pada tahun 2000. Saat itu saya pakai ke Amerika bersama Thamrin Amal Tomagola (sosiolog Universitas Indonesia).
Anda punya berapa paspor?
Saya hanya punya satu paspor, tidak ada paspor lain. Saya berangkat dari Jakarta (Bandara Soekarno-Hatta) pada 22 November lalu.
Petugas imigrasi sempat melihat wajah Anda dan foto di paspor?
Ya, mereka melihat paspor saya, melihat wajah saya. Tidak ada hambatan apa-apa.
Mereka tidak tahu siapa Anda, ya?
Ha-ha-ha…. Kebenaran itu tetap benar meski ditaruh di kolong tempat tidur.
Kini Anda sudah tahu vonis kasasi Mahkamah Agung yang menguatkan putusan sebelumnya, hukuman empat tahun penjara?
Belum. Apa isinya? Saya harus punya putusan itu. Itu penting untuk saya. Saya sudah diberi tahu oleh seseorang, tapi belum membaca putusannya.
Belum ada pemberitahuan resmi dari kejaksaan?
Saya baru saja menerima surat panggilan dari Kejaksaan Tinggi Maluku pada 19 Desember dari Ambon melalui e-mail. Ini surat panggilan, bukan surat penangkapan seperti yang mereka kirimkan dua kali untuk menangkap saya.
Apakah Anda akan mematuhi putusan kasasi tersebut?
Itu putusan menurut selera mereka. Tidak ada (bukti kami melanggar) Pasal 106 KUHP tentang makar itu. Tidak ada undang-undang yang menyatakan mengibarkan bendera itu makar. Putusan itu cacat hukum. Kegiatan Front Kedaulatan Maluku bukan makar.
Apakah Anda akan pulang ke Indonesia lagi?
Saya akan pulang jika Forum Komunikasi Maluku untuk Republik Maluku Selatan terbentuk.
Apa saja yang Anda lakukan di Amerika?
Saya ke Amerika untuk melaksanakan Pasal 7 UU No. 39/99 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal itu menyatakan setiap orang berhak menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas pelanggaran hak asasi. Saya bakal membawanya ke dunia internasional, termasuk lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena negara Indonesia tak pernah taat. Saya akan mengusahakan agar dibentuk komisi hak asasi manusia untuk menangani pelanggaran hak asasi di Maluku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo