Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUKANNYA makin terkuak, pembunuhan Adam Malik malah memunculkan misteri baru. Adalah putusan hakim banding Pengadilan Tinggi Jawa Timur yang menyebabkan tanda tanya besar muncul dalam pembunuhan Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Nganjuk, Jawa Timur itu. Majelis hakim yang dipimpin I Made Sudarma pada awal Desember lalu membebaskan Adi Wibowo. Sebelumnya, Ketua Fraksi Golkar yang juga Ketua Komisi A DPRD Nganjuk itu dinyatakan terbukti bersalah mendalangi pembunuhan Adam, dan hakim Pengadilan Negeri Madiun men-jatuhkan vonis 15 tahun penjara. Adi sempat mendekam di bui setahun, tapi Senin pekan lalu ia sudah kembali memimpin sidang komisi A.
Pembebasan Adi agaknya bakal berbuntut panjang. Dalam persidangan di pengadilan tingkat pertama, Adi terbukti menjadi dalang pembunuhan Adam. Tapi, di pengadilan tinggi, hakim justru menyebut nama Suparman dan Sunarji sebagai otak pembunuhan tersebut. Suparman adalah Ketua DPD Golkar Nganjuk, sedangkan Sunarji menjadi sekretaris, jabatan yang sebelumnya dipegang Adi. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Madiun terungkap bahwa pembunuhan ini merupakan buntut dari perseteruan antara Suparman serta Sunarji di satu pihak dan Adi di pihak lain. "Kami minta kepolisian menyidik kembali kasus ini sampai tuntas," kata Hakim Sudarma.
Dalam amar keputusannya, majelis hakim berlandaskan pada surat pengakuan dua terpidana kasus pembunuhan ini, masing-masing Sukarno dan Imam Bashori. Keduanya mengirim pengakuan tersebut ke Kepala Kepolisian Jawa Timur, Kejaksaan Negeri Madiun, dan Pengadilan Negeri Madiun. Isinya tak lain pencabutan pengakuan dalam persidangan di tingkat pertama. Kedua terhukum ini mengaku bahwa perintah pembunuhan Adam bukan datang dari Adi melainkan Suparman dan Sunarji. Dua petinggi Golkar ini mengiming-imingi upah Rp 50 juta dan akan dibela habis-habisan di pengadilan. "Saya sakit hati karena merasa dikhianati. Upahnya belum semua kami terima dan kami juga tidak dibela," demikian isi surat tersebut.
Sukarno juga merasa berdosa telah membunuh Adam Malik dan menjebloskan Adi Wibowo ke penjara. "Saya minta pula perlindungan hukum karena selama ini keluarga saya diteror oleh orang-orangnya Sunarji dan Suparman. Saya mohon dilakukan pemeriksaan tuntas," tulis Sukarno. Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya, keduanya yang divonis 18 tahun penjara ini mengaku dibayar Adi Rp 25 juta untuk menghabisi nyawa Adam. Adi malah juga menyediakan mobil dinas DPRD untuk mengangkut para pembunuh bayaran ini dari Nganjuk menuju lokasi pembunuhan di Waduk Sumber Bening, Desa Widas, Kecamatan Saradan, Madiun, Mei tahun lalu.
Berdasarkan surat tersebut, hakim kemudian membebaskan Adi. Selain itu, kata Hakim Sudarma, dari proses rekonstruksi yang dilakukan setelah pembunuhan, sebetulnya polisi dan hakim bisa melihat bahwa dalang pembunuhan ini bukan Adi. Dari rekonstruksi terungkap bahwa Suparman menyuruh Sukarno mencari pembunuh bayaran untuk melenyapkan Adi Wibowo. Namun, rencana itu diubah. Jika Adi dibunuh, pelakunya akan mudah dikenali. Akhirnya disepakati Adam yang akan dikorbankan. "Jadi pembunuhan ini direkayasa oleh Suparman dan Sunarji," kata Hakim Sudarma. Tapi rekonstruksi tersebut agaknya tak dipakai sebagai pertimbangan hakim di PN Madiun dalam keputusannya.
Namun Suparman membantah telah menyuruh Sukarno dan komplotannya membunuh Adam. "Surat pernyataan itu jelas mengada-ada. Adam Malik itu selama ini sangat membantu saya dalam memimpin Golkar bersama-sama Sunarji," katanya. Bagi Suparman, tuduhan bahwa dia bersama Sunarji yang merancang skenario pembunuhan Adam Malik sangat tidak logis. "Karena, selama berseteru dengan Adi yang saat itu menjabat Sekretaris Partai Golkar Nganjuk, justru Adam yang selalu melawan manuver Adi Wibowo," kata Suparman. Sunarji sendiri belum bisa dikontak. Rumahnya selalu kosong dan teleponnya tak bisa dihubungi.
Kendati mereka membantah, polisi terang akan segera memeriksa Suparman dan Sunarji. Keduanya bisa jadi akan segera bertukar tempat dengan Adi. Sialnya, saat-saat seperti sekarang ini jelas bukan waktu yang tepat untuk melakukan pertukaran. Siapa pun jelas tak mau ada di barisan belakang menuju pemilihan umum tahun 2004.
Ahmad Taufik, Dwidjo U. Maksum, dan Adi Mawardi (Jawa Timur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo