Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANGUNAN di sudut Jalan Juanda di pusat Kota Bogor itu sudah nyaris habis. Dari gedung bioskop dua lantai itu tinggal tembok bagian depan yang masih tersisa. Tangga semen menuju lantai dua sudah tak lagi berujung. Puing berserakan di mana- mana. Tak kelihatan lagi bahwa di kawasan tersebut pernah berdiri Pasar Ramayana, pasar yang cukup besar, dan Bioskop Ramayana, salah satu gedung bioskop yang cukup megah pada tahun 1970-an di Bogor. Yang ada kini hanya tali polisi berwarna kuning yang melintang di depan sisa bangunan di sana. Bangunan pasar dan gedung bioskop itu hampir tak ada bekasnya setelah dibongkar PT Brigass (Barisan Siaga Satu) Trilanang Security pada Oktober silam.
Pembongkaran itulah yang kini menyeret Pius Lustrilanang, bekas Ketua Aldera (Aliansi Demokrasi Rakyat) Bandung, menjadi pesakitan di Kepolisian Kota Bogor. Sebagai Direktur Utama PT Brigass, Pius dituding melindungi pembongkaran yang dianggap tidak sah oleh PT Ramayana Agung Persada, pemilik gedung bioskop seluas seribu meter persegi itu. Pembongkaran paksa gedung yang dilakukan PT Angtapu dan dijaga ketat oleh 40-an anggota Brigass tak dapat dihentikan oleh Ramayana. Merasa masih berhak atas gedung tersebut, pemilik Ramayana kemudian melaporkan pembongkaran itu ke polisi. Polisi lalu menghentikan pembongkaran yang memasukkan duit Rp 250 juta ke kantong Brigass itu.
Dan setelah menjalani pemeriksaan maraton sejak November lalu, Pius tak lama lagi bakal duduk menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Bogor. Kepala Kepolisian Kota Bogor, Ajun Komisaris Besar Bambang Sugeng, mengatakan bahwa berkas Pius dalam pekan-pekan ini akan segera dilimpahkan ke kejaksaan. Pius dijerat dengan Pasal 410 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembongkaran paksa tanpa izin dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. ”Saya tidak takut,” kata Pius santai. Dia menambahkan bahwa semua itu dilakukan untuk menghidupi anak buahnya.
Sengketa ini bermula dari penjualan lahan bekas pasar tersebut oleh pemilik terakhirnya, PT Bank Niaga, kepada PT Sinar Kharisma Sejahtera, anak perusahaan PT Sinar Kharisma Pajajaran, Bandung, pada Januari 2003. Untuk menjaga lahan 1,4 hektare itu, Kharisma mengontrak perusahaan Pius. Setiap bulan, kata Pius, pihaknya mendapat upah Rp 28 juta. Karena hendak membangun hotel dan pusat belanja di lahan tersebut, Kharisma meminta Brigass membantu pembongkaran gedung tersebut.
Kuasa hukum Ramayana, Tomi S. Bhail, mengungkapkan bahwa kliennya membeli lantai dua gedung tersebut dari Angkahong pada 1976. Mereka memiliki bukti kepemilikan berupa akta jual-beli nomor 70 dan 71, yang dibuat di depan notaris Kartini Mulyadi pada 8 September 1976. Memang, Tomi mengakui bahwa aset tanah lainnya sudah berkali-kali berpindah tangan dan pemilik terakhirnya Bank Niaga. Dan setelah itu barulah lahan tersebut beralih lagi ke tangan Kharisma, tapi kepemilikan Ramayana atas gedung itu tetap sah. ”Gara-gara pembongkaran ini, klien kami kehilangan aset senilai Rp 5 miliar,” kata Tomi.
Selain menjerat Pius, polisi juga sudah menetapkan enam tersangka yang terlibat dalam jual-beli ini. Mereka adalah Ny. Mariani Elizabeth Lie dan Kawijaya Henricus alias Angkahong dari PT Padama Jaya, Henry Liem dari PT Graha Agung Wibawa, Joseph A.B. Badilangoe dan Benny Aryasetiwan dari Bank Niaga Tbk., Jakarta, dan Joseph Koshan, Direktur PT Sinar Kharisma Pajajaran, Bandung. Mereka disangka melakukan penggelapan dan pengrusakan harta milik orang lain. Bambang mengatakan bahwa pengajuan mereka ke kejaksaan akan dibarengkan dengan kasus Pius.
Bagi Pius, kasus ini jelas akan menjadi soal gawat karena salah satu korban penculikan zaman Soeharto itu bakal mencalonkan diri menjadi Wali Kota Bogor. Bisa-bisa, salah satu pendukung PDI Perjuangan ini mental dari pencalonan tersebut. Jika terbukti bersalah, Pius boleh jadi akan gagal menduduki kursi wali kota dan malah masuk bui. Tapi Pius mengaku tak gentar. ”Sekali maju, pantang kita mundur,” katanya.
Juli Hantoro, Deffan Purnama (Bogor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo