Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kematian Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 silam kembali menjadi sorotan setelah salah satu saksi kunci, Dede mengaku telah memberikan kesaksian palsu pada kasus tersebut. Akibat kesaksian palsunya itu, tujuh orang divonis penjara seumur hidup. Sedangkan satu orang lainnya divonis 8 tahun penjara karena saat ditangkap masih berusia di bawah umur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dede mengaku bahwa sejak awal tidak pernah mengetahui peristiwa tersebut atau bahkan mengenal para terpidana. “Tidak kenal nama, tidak kenal muka, tidak kenal, sama sekali tidak kenal," ujar Dede dalam konferensi pers yang dipimpin Otto Hasibuan, dikutip dari YouTube DPN Peradi, Selasa, 23 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengakuan Dede itu semakin menambah daftar kejanggalan dalam pengungkapan kasus Vina Cirebon. Sebelumnya, Investigasi Tempo telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam pengungkapan pembunuhan Vina dan Eky, mulai dari hasil visum, penangkapan para tersangka hingga pengakuan Dede. Berikut adalah daftar kejanggalan-kejanggalan kasus Vina di Cirebon yang telah Tempo rangkum.
1. Kejanggalan Hasil Autopsi
Awalnya, Vina dan Eky yang ditemukan ditemukan tewas di flyover Talun, Desa Kepongpongan, Kabupaten Cirebon, pada 27 Agustus 2016 dianggap sebagai korban kecelakaan lalu lintas. Namun, Iptu Rudiana yang merupakan ayah Eky mencurigai penyebab kematian yang berbeda.
Berdasarkan putusan disebutkan bahwa Eky ditusuk oleh beberapa pelaku menggunakan senjata tajam. Namun hasil visum pertama dan ekshumasi menyatakan bahwa tidak ada bekas luka akibat benda tajam di tubuh Eky. Rupanya cerita soal luka tusuk itu berawal dari laporan Rudiana yang mengaku melihat luka tusuk di bagian dada depan sebelah kiri anaknya.
Hasil visum itu dibenarkan oleh dokter yang menangani Eky yakni dokter Rahma Tiaranita. Dalam laporannya, Rahma menyebut hanya ada trauma akibat benda tumpul, bukan senjata tajam. “Tidak ditemukan luka akibat tusukan benda tajam,” demikian kesaksian Rahma saat diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Barat pada 17 Oktober 2016 dan di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Cirebon.
Kejanggalan lainnya adalah adanya indikasi bahwa Vina diperkosa sebelum meninggal berdasarkan penemuan sperma dalam hasil visum ekshumasi. Kondisi ini dianggap aneh karena tubuh Vina sudah dikuburkan selama sepuluh hari. Beberapa ahli menyatakan bahwa sperma hanya dapat bertahan hidup maksimal tiga hari.
2. Prosedur Penangkapan Para Tersangka
Polisi diduga tak menerapkan prosedur yang tepat saat menangkap tersangka pembunuh Eky dan Vina. Berawal ketika polisi mendapat laporan dari Iptu Rudiana yang saat itu menjabat sebagai Kepala Unit Satuan Narkoba Polres Cirebon pada Rabu, 31 Agustus 2016 sekitar pukul 17.00.
Kemudian dalam pemeriksaan sekitar pukul 18.30 WIB, Rudiana menyebutkan bahwa ada 11 nama yang diduga mengeroyok Eky dan Vina, lalu memperkosa Vina. Empat diantaranya buron yaitu Pegi Setiawan alias Perong, Andi, Dani dan Andika. “Saya curiga penyebab kematian anak saya dan Vina bukan kecelakaan tunggal tapi kemungkinan dibunuh,” ujar Rudiana saat pemberkasan.
Kejanggalan dalam proses pemeriksaan mulai terlihat ketika Rudiana dengan jelas menggambarkan peran setiap pelaku. Padahal pemeriksaan para pelaku baru dimulai pada pukul 20.20 WIB. Ternyata, Rudiana dan timnya telah menangkap para pelaku sebelum melaporkan kasus pembunuhan secara resmi.
3. Penangkapan 8 Tersangka Kasus Vina dan Eky
Dua hari setelah kematian Vina dan Eky, Rudiana sempat menyisir kawasan Sekolah Menengah Pertama Negeri 11 Cirebon. Di sana, ia bertemu dengan saksi kunci yakni Aep dan Dede yang mengaku melihat sekelompok pemuda mengejar dan melemparkan batu ke arah Eky yang memboncengkan Vina.
Dengan informasi ini, Rudiana bersama timnya dari Satuan Narkoba Polres Cirebon Kota menangkap delapan pemuda di dekat sekolah tersebut pada 31 Agustus 2016 saat sedang nongkrong. Mereka adalah Rivaldi Aditya Wardana (21), Eko Ramadhani (27), Hadi Saputra (23), Jaya (23), Eka Sandi (24), Sudirman (21), dan Supriyanto (20) yang divonis seumur hidup. Serta Saka Tatal, masih dibawah umur, divonis hukuman 8 tahun penjara 3 bulan penjara.
Namun penangkapan para tersangka tersebut justru dianggap janggal, terutama soal penangkapan Sudirman dan Taka. Kuasa hukum Saka dan Sudirman, Titin Prialianti mengakui kliennya memang ada di antara orang yang berkumpul di sana. Namun saat itu, Saka datang untuk mengantarkan bensin yang diminta pamannya yang menunggu di sana. Sedangkan Sudirman yang berada di rumah, tiba-tiba dipanggil untuk ikut kongko. “Kalau Sudirman enggak dipanggil, kayaknya dia bakal selamat, deh,” ucap Titin.
4. Penangkapan Pegi Setiawan
Delapan tahun berselang, kisah kematian Vina dan Eky delapan tahun lalu diangkat menjadi film. Disebutkan bahwa masih ada tiga orang pembunuh Vina dan Eky yang masih buron. Ketiganya adalah Dani, Andi dan Pegi alias Perong. Desakan dari masyarakat kepada pihak kepolisian Cirebon pun bergulir lantaran ketiga buronan pelaku utama pembunuhan tersebut tak kunjung ditangkap.
Hingga kemudian pada 21 Mei 2024 Polda Jawa Barat mengumumkan telah menangkap Pegi Setiawan. Pegi dituding sebagai satu dari tiga buronan kasus pembunuhan terhadap Vina dan Eky. Anehnya, setelah penangkapan Pegi, polisi menyatakan bahwa buronan kasus ini hanya satu. Polisi mengumumkan dua nama buron lain yakni Dani dan Andi adalah fiktif alias gaib.
Pada 8 Juli 2024, Pegi dinyatakan bebas. Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Bandung, Eman Sulaeman menyatakan bahwa penetapan Pegi sebagai tersangka oleh dianggap bermasalah dan tidak sah secara hukum. Dalam putusannya, Eman menyoroti kesalahan prosedur yang dilakukan Polda Jawa Barat dalam penetapan Pegi sebagai tersangka.
Hakim menilai polisi tidak pernah memeriksa Pegi sebelumnya sebagai saksi atau pun calon tersangka. Selain itu, penyidik tak pernah memeriksa Pegi atau pun memberikan surat panggilan kepada Pegi dalam delapan tahun terakhir.
5. Kesaksian Palsu Dede
Teranyar, Dede yang merupakan saksi kunci kasus Vina mengaku telah memberikan kesaksian palsu. Dede mengaku disuruh oleh saksi kunci lain yang bernama Aep dan juga Iptu Rudiana. Kala itu, dia berada dalam kondisi tertekan dan ketakutan.
"Nah, pada saat itu kan saya rakyat kecil, Pak, saya nggak ngerti hukum. Sekolah pun saya hanya SMP, saya merasa takut ketika sudah di dalam, Pak, saya bisa apa di situ, Pak?" imbuhnya.
Dia juga menekankan tidak menerima upah atau diiming-imingi sesuatu. Dia melakukan hal tersebut karena merasa takut karena berada di dalam Polres dan juga berhadapan dengan Rudiana yang merupakan seorang polisi.
“Apa karena Pak Rudi polisi?" tanya Otto. "Nah iya bisa jadi Pak. Iya memang karena polisi, saya takut," jawab Dede.
Atas perbuatannya, pengacara 7 terpidana pembunuhan Vina dan Eky melaporkan Aep dan Dede atas dugaan kesaksian palsu ke Bareskrim Polri. “Dari kesaksian Aep inilah yang membuat mereka masuk penjara, dan kesaksiannya apakah benar atau palsu,” kata perwakilan Peradi, Jutek Bongso, saat ditemui di Mabes Polri, Rabu, 10 Juli 2024.
RIZKI DEWI AYU