Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hukuman mati identik dijatuhkan kepada terpidana kasus pembunuhan dan kasus narkoba. Padahal hukum cabut nyawa ini juga berlaku bagi narapidana korupsi. Aturannya bahkan tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Kendati demikian, hampir mustahil mendengar kabar seorang koruptor divonis mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yang paling santer dijauhi hukuman mati adalah narapidana narkoba. Kejahatan narkoba disebut kejahatan luar biasa karena dapat merusak bangsa. Sehingga kemudian dianggap wajar pelaku pengedar narkoba diganjar hukuman mati. Pun dengan kasus pembunuhan, hukuman mati kepada pelaku dimaksudnya untuk menciptakan keadilan bagi korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baru-baru ini vonis hukuman mati dijatuhkan terhadap Mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami yang terlibat mengedarkan narkoba jaringan Fredy Pratama. Juga pada 2023 lalu, hukuman mati dijatuhkan kepada Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri dalam kasus Pembunuhan Berencana terhadap Brigadir Yoshua Hutabarat.
Tapi, pernahkah Anda mendengar seorang napi korupsi divonis hukuman mati? Padahal tindak pidana korupsi juga termasuk kejahatan luar biasa, tak kalah dengan narkoba dan pembunuhan. Dampak korupsi bersifat berkelanjutan dan luas. Artinya perbuatan tersebut bakal berpengaruh secara massal dalam kurun waktu yang panjang.
Dalam sejarah Indonesia, hanya ada satu orang terpidana kasus korupsi yang benar-benar divonis mati, kendati yang bersangkutan akhirnya meninggal karena sakit sebelum dieksekusi. Beberapa lainnya hanya sebatas diwacanakan. Ada pula yang sudah di tahap tuntutan namun kandas di tingkat putusan.
Tempo.co telah merangkum sejumlah narapidana korupsi yang sempat dibayang-bayangi hukuman mati.
1. Juliari Batubara
Wacana hukuman mati bagi koruptor menguat pada 2020. Hal ini tak terlepas dari kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara. Wacana tersebut karena sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri pernah mengancam menindak tegas pelaku korupsi anggaran penanganan bencana Covid-19 dengan tuntutan hukuman mati.
“Keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi, maka yang korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan lain dalam menegakkan hukum, yaitu tuntutannya pidana mati,” kata Firli dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR RI, Rabu, 29 April 2020.
Juliari Batubara yang merupakan kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan diduga menerima Rp 17 miliar dari bancakan bantuan sosial. Dalam perkara ini, Juliari ternyata terbukti menerima uang suap sekitar Rp 32,482 miliar. Juliari dijatuhi hukuman oleh Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Tapi bukan hukuman mati, dia hanya dipidana penjara 12 tahun plus denda Rp 500 juta pada 23 Agustus 2021.
Alih-alih hukuman mari, menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhan, Juliari pantasnya dipidana penjara seumur hidup. Ada empat argumentasi yang disampaikan Kurnia: dilakukan saat menduduki posisi sebagai pejabat publik, dilakukan di tengah pandemi, Juliari tak mengakui perbuatannya, dan sebagai efek jera bagi pejabat lainnya.
2. Heru Hidayat
Hukuman mati juga sempat mengancam terpidana kasus korupsi ASABRI Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Tuntutan tersebut diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 6 Desember 2021. Heru dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana PT ASABRI (Persero) serta pencucian uang.
Namun, majelis hakim justru menjatuhkan vonis nihil kepada terpidana tersebut pada sidang yang dilakukan pada Selasa 18 Januari 2022 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Heru dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam kasus Asabri. Vonis nihil diberikan lantaran sebelumnya dia telah dijatuhi vonis maksimal seumur hidup untuk kasus Jiwasraya.
3. Benny Tjokrosaputro
Hukuman mati juga pernah mengancam Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro. Dia dinilai terbukti melakukan korupsi pengelolaan dana PT. Asabri (Persero) serta pencucian uang yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp22,788 triliun. Tuntutan itu disampaikan JPU di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 26 Oktober 2022.
Namun, nasib Benny sama seperti Heru. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakartajuga menjatuhkan vonis nihil. Vonis nihil diberikan karena Benny sudah mendapat hukuman maksimal dalam kasus korupsi Jiwasraya. Keputusan tersebut disampaikan Ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis 12 Januari 2023.
“Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil,” ujarnya.
4. Kapten Iskandar
Kapten Iskandar adalah Perwira TNI yang juga menjabat sebagai manajer perusahaan negara Triangle Corporation. Pada era 1960-an dia dituntut hukuman mati dalam sidang Pengadilan Militer VI Siliwangi di Bandung. Dia dinilai terbukti menyalahgunakan kedudukan dan jabatan.
Perbuatannya mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 6 miliar, setara Rp 4,2 triliun saat ini. Namun, Kapten Iskandar akhirnya tidak divonis mati. Dia hanya divonis tujuh tahun penjara dalam persidangan Mahkamah Militer Tinggi pada 1967.
5. Jusuf Muda Dalam
Jusuf Muda Dalam adalah politikus yang pernah menjabat sebagai Menteri Urusan Bank Sentral Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia pada 1963. Jabatan tersebut membuatnya gelap mata dan melakukan penggelapan uang negara sebesar Rp 2,5 miliar, setara dengan Rp 1,8 triliun saat ini.
Pengadilan mengungkap sejumlah kejahatan lainnya. Jusuf kemudian dinyatakan bersalah atas empat dakwaan, yaitu subversi, korupsi, menguasai senjata api secara ilegal, dan perkawinan yang dilarang undang-undang. Dia divonis hukuman mati dan akan dieksekusi pada 9 September 1966. Namun, Jusuf Muda Dalam meninggal dunia di penjara akibat sakit jantung pada 8 September 1966, sehari sebelum hari eksekusi.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | JACINDA NUURUN ADDUNYAA | EGI ADYATAMA | MIRZA BAGASKARA