Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ada Batu Di Balik Udang, Kata Jaksa

Amir modjo, direktur pt emkl niagara jakarta, dijatuhi hukuman karena terbukti bersalah melakukan pidana ekonomi dan korupsi. tidak membayar bea masuk, pajak dan lain-lain.

24 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPUTUSAN pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. 28 April lalu, Pengadilan Tinggi membuat keputusan banding: Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur (dipimpin oleh Hakim Bismar Siregar) yang menyangkut terdakwa Raden Amir Modjo, dikuatkan. Amir Modjo 50, Direktur PT EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut) Niagara, Jakarta, dinyatakan terbukti bersalah melakukan dua kejahatan sekaligus: pidana ekonomi dan korupsi. Untuk kejahatan korupsi Amir Modjo harus menjalani hukuman 5 tahun penjara. Untuk pidana ekonomi ia kena 2Ih tahun dengan membayar denda Rp 10 juta. Masih ada tambahan: Hakim mewajibkannya menyetor ke kas negara sekitar Rp 423 juta. Itu untuk mengganti kerugian negara akibat kejahatan yang dilakukan Terhukum. Yaitu, menurut Hakim, Amir Modjo telah menghindari kewajiban membayar bea masuk dan pungutan lain ketika mengeluarkan susu milik Indomilk dari gudang pelabuhan. Tapi semua barang milik Terhukum, yang pernah disita Jaksa karena dianggap hasil kejahatan, oleh Hakim dinyatakan agar dikembalikan kepada pemiliknya. Sebab 9 truk, 282 hektar tanah di Lampung, rumah di Cipinang dan sebuah kantor di Tanjung Priok itu menurut Hakim tak dapat dibuktikan Jaksa sebagai hasil kejahatan Terhukum. Keputusan itu, sebenarnya, sudah boleh dilaksanakan. Sebab baik Jaksa maupun Amir Modjo tak menyatakan naik kasasi. Tapi hingga hari ini Amir belum sepenuhnya 'menikmati' hasil peradilan itu. Ia memang sudah mulai menjalani masa hukumannya di LPK Cipinang. Tapi barang miliknya masih tetap dikuasai Jaksa. Sang Jaksa, Abu Dinar, rupanya masih enggan melaksanakan keputusan Hakim karena ia masih merasa punya sangkutan lain dengan Terhukum: kapan Amir Modjo akan menunaikan kewajibannya membayar Rp 423 juta kepada negara? Agaknya Jaksa ingin menahan barang milik si terhukum yang harganya mungkin kurang separoh dari kewajiban yang harus ditunaikan Amir - sebagai semacam jaminan. Menurut Ridwan Sani SH Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, jaksa memang berkewajiban melaksanakan semua keputusan hakim: mengembalikan barang bukti yang pernah disitanya -- tapi juga memaksa terhukum menunaikan semua kewajibannya. Dalam kasus Amir, barang bukti paling tidak untuk sementara masih tetap dikuasai Jaksa. Sebab, "jika barang bukti sudah dilepaskan, janganjangan Anlir Modjo tak memenuhi kewajibannya." Dan untuk memastikan kesanggupan Amir itu pula Kejaksaan juga telah mengiriminya surat. "Kita ingin melihat itikad baiknya," kata Ridwan Sani. Adapun Hakim Bismar Siregar SH sendiri yakin, keputusannya sebenarnya tak sulit dilaksanakan Jaksa. Jaksa bisa memperbandingkan: kekayaan Amir Modjo yang dikuasai Kejaksaan dengan kewajibannya membayar kepada negara yang Rp 423 juta lebih itu. Dan jika itu masih kurang berarti. Terhukum masih tetap berhutang kepada negara -- yang menurut keputusan harus dibayar dalam dua tahun. Penyelesaian yang begitu, menurut Bismar, memang akan terbentur pada hal: siapa yang dianggap adil untuk menaksir barang milik Terhukum. Itulah sebabnya Bismar bilang: "Ada cara lain." Amir kapan saja boleh meminta eksekusi terhadap miliknya yang kini dalam kekuasaan Jaksa. Menurut Imam Anis SH dari Pengadilan Tinggi Jakarta, permintaan itu diajukan kepada Kejaksaan Negeri. Jika di sana urusan macet, katanya, ke Kejaksaan Tinggi. Jika di sini pun tak lancar," 'kan masih ada Kejaksaan Agung?" Lalu kewajiban Amir membayar kepada negara? "Itu soal lain," kata Bismar. Hutang Amir kepada negara, memang, "perkara perdata." Negara dapat menuntutnya melalui prosedur hukum yang biasa. Soal nanti hakim memutuskan perlu-tidaknya menyita kekayaan Amir Modjo dengan PT Niagaranya sebagai sitaan atas jaminan, itu soal kedua. Toh Imam Anis sendiri bisa mengerti sikap Jaksa yang tetap menahan milik Amir Modjo. "Itu politik Jaksa kebijaksanaan saja." Apakah kebijaksanaan begitu boleh? "Jangan boleh atau tidak - soalnya hanyalah kebijaksanaan Jaksa untuk memaksa Terhukum memenuhi kewajibannya." Sebab, menurut hakim tinggi ini, sebelum memutus perkara Hakim tentu sudah mempertimbangkan kemungkinan pelaksanaan keputusannya. "Terhukum sudah mengaku bersalah dan bersedia membayar uang yang seharusnya distorkan ke bea-cukai." Apalagi ada surat pernyataan bahwa PT Niagara itu EMKL yang bonafid. EMKL Niagara, dulu, memang bonafid. Ia punya langganan perusahaan susu Indomilk. Tugasnya: menyelesaikan segala hal yang menyangkut pengeluaran susu yang diimpor dari Australia, dari gudang di Tanjung Priok. Dalam sidang pengadilan pihak Indomilk menyatakan: untuk mengeluarkan 134.266 karung susu bubuk dan 4.965 drum susu cair dari gudang, kepada Niagara sudah diserahkan biaya sekitar Rp 1,5 milyar. Tapi ternyata perusahaan EMKL ini, sekitar tahun 1974 dan 1975, mengeluarkan susu itu tanpa lebih dulu menyelesaikan bea masuk, pajak dan lain-lain urusan bea cukai. Bagaimana bisa? Menurut Jaksa Abu Dinar, tentu ada permainan antara perusahaan ekspedisi itu dengan orang bea-cukai - khususnya dengan petugas Entreport di Tanjung Priok. Hubungan Amir Modjo dengan petugas menurut Jaksa, tak lagi "ada udang di balik batu." Sebab sudah jauh lebih gamblang: "ada batu di balik udang."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus