Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Adakah Lobi, di Mana Baramuli?

Tim Kejaksaan Agung akan berhadapan dengan Baramuli. Ada tidaknya lobi di Hotel Mulia perlu konfirmasi. Tapi, bukti dan saksi lain semestinya bisa dicari.

5 Desember 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah lama ditunggu, Ahmad Arnold Baramuli, yang piawai dalam bersilat lidah itu, Senin pekan ini harus bersaksi di depan tim pemeriksa Kejaksaan Agung. Ketika kesemrawutan kasus Bank Bali (BB) mulai membuat masyarakat jenuh, keterangan Baramuli diharapkan tidak sampai mengelabui para jaksa. Tapi, bukan mustahil, tim pemeriksa Kejaksaan Agung yang diketuai Ridwan Moekiat akan lebih dulu "berkeringat" mengorek kebenaran dari mulut Baramuli, sehingga bantuan alat deteksi tentu akan sangat bermanfaat. Soalnya, mantan ketua Dewan Pertimbangan Agung ini—kini anggota MPR—sering bicara mencla-mencle, termasuk pernyataannya tentang pertemuan di Hotel Mulia pada 11 Februari 1999. Kepada Pers, Baramuli berkelit bahwa dia tidak tahu-menahu soal pertemuan di Hotel Mulia malam Jumat itu. Anehnya, dalam laporan panjang PricewaterhouseCoopers (PwC), dia sendiri menyebut beberapa nama orang—termasuk namanya—yang hadir saat itu. Apakah dia akan berbicara versi PwC atau versi pers? Apa pun pilihan Baramuli, keterangannya bisa jadi kunci agar kotak rahasia berikutnya dengan cepat bisa dibuka. Skandal BB memang perlu segera dituntaskan, karena keberhasilan program rekapitalisasi perbankan juga banyak tergantung terobosan yang bisa dilakukan oleh kejaksaan. Sejauh ini Ridwan telah mengantongi pengakuan dari Firman Soetjahja, mantan wakil direktur utama BB, Kamis dua pekan lalu. Dalam pemeriksaan, Firman membenarkan adanya pertemuan pada 11 Februari 1999 di Hotel Mulia. Meski Firman lewat pengacaranya tak merinci nama-nama yang hadir, dalam catatan penting Rudy Ramli disebutkan bahwa Firman datang untuk bertemu dengan Tanri Abeng, Syahril Sabirin, Pande Lubis, Setya Novanto, dan A.A. Baramuli. Dari nama-nama tersebut, Firman menjadi orang kedua setelah Tanri Abeng yang mengakui adanya lobi di Hotel Mulia itu. Diatur oleh Djoko S. Tjandra dari PT Era Giat Prima, lobi dilakukan setelah surat-menyurat intensif dari direksi BB kepada BPPN dan Bank Indonesia gagal. Ternyata, pembicaraan di Hotel Mulia yang dihadiri pihak pemerintah dan swasta inilah yang bisa membawa hasil hingga berbuntut bancakan uang BB. Firman menyebut kedatangannya malam itu atas perintah bosnya, Rudy Ramli. Tugas Firman hanya satu, menjelaskan hambatan klaim pembayaran piutang BB terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia, Bank Umum Nasional, dan Bank Tiara secara teknis perbankan. Lain tidak. Setelah itu, Firman segera meninggalkan hotel bersama Irfan Gunardwi, seorang stafnya. "Firman sendiri belum tahu mengenai adanya cessie," kata Juan Felix Tampubolon, mewakili kliennya. Kesaksian Firman ini bertentangan dengan pengakuannya di depan tim Panitia Khusus Penyelesaian Kasus BB (Pansus PKBB) DPR pertengahan September lalu. Kepada wakil rakyat, Firman menyangkal adanya lobi di Hotel Mulia. "Saat itu dia (Firman) masih takut dengan kondisi saat itu," kata Tampubolon. Namun, Pansus PKBB DPR berhasil mengorek keterangan Tanri Abeng, yang membenarkan adanya lobi tersebut. Hanya Tanri mempersepsikan kehadirannya dalam kapasitas sebagai Menteri Negara Pendayagunaan BUMN. "Dia bilang, kehadirannya tidak dalam perspektif itu (pencairan klaim piutang BB)," kata Ichsanudin Norsy, anggota Pansus yang vokal dan berani habis-habisan menguliti skandal BB. Kini giliran Kejaksaan Agung menunggu pengakuan Baramuli dan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin. Sebab, empat nama lain hingga kini bersikukuh menolak berpartisipasi dalam acara lobi Hotel Mulia. Bisa saja Baramuli bertahan dengan alibinya bahwa pada 11 Februari dia seharian berada di kantor, dan menjelang petang langsung pulang ke rumah. Atau dia mengakui pernyataannya kepada PwC bahwa malam itu hadir di Hotel Mulia dengan orang-orang yang disebut dalam catatan penting Rudy Ramli. Plus satu nama lagi: Rudy Ramli. Simpang-siur tentang terselenggara atau tidaknya lobi Hotel Mulia, di satu sisi, akan menambah "amunisi" bagi penyelidikan tim Kejaksaan Agung. Tapi, di sisi lain, mereka bisa juga semakin pusing. Sebab, tim ini harus mampu mendapatkan bukti-bukti penunjang tentang ada tidaknya lobi tersebut. "Keterangan saksi lain bisa memperkuat atau malah memperlemah kesaksian Firman," kata Raden Jonggi Soehandojo dari Bagian Humas Kejaksan Agung. Sebab, menurut Soehandojo, bisa saja di pengadilan nanti para saksi mencabut keterangan yang sudah diberikan. Toh, saat memberikan keterangan, mereka tidak disumpah. "Wong, di pengadilan yang pakai disumpah masih bisa bohong," tutur Soehandojo. Memang, jika tak ingin dipermalukan di pengadilan, tim pemeriksa seharusnya tak hanya berbekal kesaksian keenam orang itu. "Tim kejaksaan harus mencari bukti-bukti ke Hotel Mulia. Juga mencari saksi lain, apakah karyawan hotel atau yang melayani mereka saat itu," begitu pendapat Loebby Loqman. Kedengarannya bagaikan cerita detektif, tapi usul pakar hukum pidana ini sangat masuk akal. Jadi, mengapa tidak? Agung Rulianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus