LUKMAN Umar, bekas pimpinan majalah Kartini dan Sarinah, kembali di atas angin setelah berturut-turut tersingkir dari majalah-majalah wanita yang dipimpinnya. Mahkamah Agung, belum lama ini, kembali memenangkan sengketanya dengan kelompok Willy Risakotta yang mendepaknya dari Kartini. "Permohonan peninjauan dari Willy kami tolak, karena tidak memenuhi syarat-syarat untuk sebuah peninjauan kembali," ujar Ketua Majelis Hakim Agung R. Djoko Soegianto. Sengketa yang telah berumur empat tahun itu kemungkinan besar akan berakhir di akhir bulan ini. Dirjen PPG Departemen Penerangan, Sukarno, mengancar-ancarkan Lukman akan kembali ke tempat duduknya semula di majalah Kartini sekitar akhir Maret. "Saya kira semua pihak menyadari bahwa keputusan Mahkamah Agung bersifat mengikat," ujar Dirjen Sukarno. Selama sekian tahun bertempur dengan bekas rekan sekerjanya, Willy Risakotta dan kawan-kawan, Lukman memang sudah habis-habisan. Semula ia, 1982, didepak Willy dari kursinya sebaga pimpinan umum dan pimpinan perusahaan. Lukman, yang juga pengurus Yayasan Pratama Sari, penerbit Kartini dituduh Willy hendak mengangkangi perusahaan itu. Tapi di pengadilan, Lukman menang mutlak. Selain mendapat ganti rugi Rp 50 juta, ia juga dinyatakan berhak untuk kedudukannya di majalah itu. Keputusan itu diperkuat pula oleh peradilan banding dan kasasi. Tapi, itulah, keputusan kasasi Maret tahun lalu itu tak kunjung terlaksana. Pihak Willy tidak berniat menerima Lukman kembali di majalah itu. "Kami memang kalah dari segi hukum, tapi yang mengatur hidup majalah ini adalah Deppen, karena itu penyelesaian selanjutnya kami percayakan ke sana," kata Willy, yang ketika itu meminta peninjauan kembali keputusan Mahkamah Agung. Sementara itu, pihak Deppen bersikap menunggu keputusan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung. "Kami mengimbau agar mereka menunggu keputusan Mahkamah Agung, sebab bisa-bisa putusan itu berubah," ujar Sukarno, ketika itu. Namun, Lukman rupanya tidak sabar lagi. Sebab itu, akhir tahun lalu, ia nekat menerbitkan sehingga di pasaran beredar dua majalah Kartini dengan SIT sama, penerbit sama, tapi pengasuh berbeda. Deppen lalu turun tangan melarang Kartini versi Lukman itu. Bukan itu saja. Akibat kenekatannya itu, Lukman juga terdepak dari majalah Sarinah -- padahal di majalah itu ia adalah pemilik modal, wakil pimpinan umum, dan wakil pimpinan perusahaan. Menurut pimpinan umum majalah itu, Sugiarso, Lukman dikeluarkan karena imbauan Deppen yang tidak menginginkan kerja sama mereka berlanjut. Sebab itu, keputusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan peninjauan kembali, mengangkat Lukman Umar kembali ke atas angin. Kekalahan Willy di Mahkamah Agung untuk kedua kalinya itu, menurut Djoko Soegianto, tidak memberikan peluang apa pun baginya untuk mencari upaya baru. Sebab itu, pelaksanaan keputusan tidak bisa ditunda lagi oleh siapa pun. Tapi Lukman Umar, yang sebelumnya bersemangat, ternyata tidak menggebu-gebu lagi untuk melaksanakan keputusan itu. Dia menyatakan masih menunggu instruksi dari Deppen "Saya berterima kasih ke Mahkamah Agung yang telah menegakkan keadilan, dan saya yakin petunjuk Deppen akan keluar yang terbaik," ujar Lukman. Pengacaranya, Munir, juga yakin Deppen akan melakukan tindakan yang paling baik. Dan pihaknya malah bermaksud akan bekerja sama dengan lawannya. "Bisa saja dengan susunan baru nanti Willy sebagai wakii pimpinan umum," ujar Munir, seperti mengatur. Sementara itu, Willy, yang dihubungi TEMPO lewat telepon, menolak menanggapi putusan Mahkamah Agung dan aksi damai Lukman itu. "Tunggu saja perkembangan, saya takut mendahului keputusan yang akan diambil," ujar Willy. Dirjen PPG Sukarno mengakui bahwa dalam perundingan kedua pihak masih terdapat ganjalan-ganjalan. "Tapi putusan Mahkamah Agung itu akan kami laksanakan. Tapi, karena selama ini Kartini jalan terus, diperlukan perundingan-perundingan agar kedua pihak puas," ujar Sukarno. Hanya saja, kalau sengketa Lukman di Kartini akan berakhir dengan damai, sebaliknya yang terjadi di majalah Sarinah. Pihak Lukman, melalui Presiden Direktur PT Garuda Metropolitan Press, yang menyediakan gedung dan mencetak majalah Sarinah, mengusir semua personil Sarinah dari kantor miliknya di Jalan Garuda, Jakarta Pusat, menyusul terdepaknya Lukman dari majalah itu pertengahan bulan lalu. Selain itu, Lukman juga mengambil kembali semua barang inventaris -- yang dianggapnya miliknya -- dari kantor Sarinah itu. "Kami sekarang seperti suami-istri yang bercerai," kata Pemimpin Redaksi Sarinah, Susilo Murti, yang kini pindah kantor ke Gedung Patra di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini