Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Alhasil Memeluk Bumi

Sr, 35, meninggal mendadak di gang kelinci, karang ipil cakranegara, lombok. diketahui korban menderita lemah jantung, setelah tawarannya ditolak wanita m, teman berkencan korban.

24 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI awal tahun 1976 yang lalu, masyarakat kota Mataram sempat dibikin geger oleh matinya seorang lelaki di atas tubuh bugil seorang perempuan nakal. Tubuh lelaki yang bernasib malang itu secara tiba-tiba kejang kaku pada saat ia ibarat seekor kuda balap yang nyaris mencapai garis finish. Konon penyakit lemah jantung yang diidapnya mendadak kambuh. Dan belum sempat kejadian itu sirna bersama angin pembicaraan orang banyak, kejadian yang 'serupa' tapi 'tak sama' terulang lagi tanggal 16 Juni baru-baru ini. Terjadinya bukan di Mataram, tapi di Cakranegara, tetangga sebelah timur Mataram. Kalau yang di Mataram, lelaki bernasib malang itu menghembuskan nafas terakhir dalam posisi berenang megap-megap di atas tubuh seorang perempuan, tapi yang di Cakranegara si korban mengucapkan selamat tinggal kepada dunia dalam posisi tengkurap memeluk bumi di sepanjang gang sempit yang terkenal dengan julukan 'gang kelinci' di kampung arang Ipil, Cakranegara. Di kampung itu, kurang lebih 20 meter dari jalan besar, lewat sebuah gang sempit yang mendapat julukan 'gang kelinci', bersembunyi dengan amannya rumah pelacuran yang dihuni oleh sekurangnya satu lusin pelacur yang rata-rata berumur muda dan punya potongan tubuh & wajah yang cukup aduhai. Mereka rata-rata pasang tarif Rp 1000 untuk sekali terjun. Salah seorang lelaki yang malam tanggal 16 Juni itu bertamu ke sana, adalah SR, 35 tahun, dari Mataram. SR yang bekas kusir dokar ini, sehari-harinya punya pekerjaan sebagai tukang pasang sepatu kuda. Ia punya 2 isteri dan sekian banyak anak. Di kampungnya, SR dikenal sebagai lelaki yang suka kawin. Di rumah pelacuran di Karang Ipil ini, SR bertemu dengan kenalan lamanya, AB. Kurungan Ayam Tapi agaknya SR belum terbiasa masuk ke tempat maksiat seperti itu. Ia tampak kikuk sekali, ibarat rusa masuk kampung. Sehingga, untuk 'menawar' salah seorang perempuan lacur bernama M, ia merasa dan kudu minta bantuan AB sebagai perantara. Tapi sial buat SR, karena perempuan lacur berpinggul besar bak kurangan ayam itu ternyata sedang 'tak sehat badan. Tak jelas, apakah SR jadi kecewa oleh tampikan yang punya alasan kuat itu. Yang jelas, SR terus berada di tempat itu dengan sikap bak pemburu yang lagi meneliti medan. Dan entah karena apa, menjelang malam mencapai puncaknya, SR kemudian angkat pantat meninggalkan tempat itu. Ia melangkah terseok-seok bak penjudi kalah main menelusuri gang-gelinci menuju ke jalan besar. Pada saat kakinya beberapa langkah lagi hendak mencapai mulut gang, ia tiba-tiba rebah memeluk bumi. Rebah, untuk kemudian tak bangun-bangun lagi. Meninggal. Maka gegerlah seluruh penghuni rumah hitam di Karang Ipil itu, dan juga orang-orang yang berdiam di sekitarnya. Malam itu juga tubuh tak bernyawa itu diangkut ke RSU Mataram, sementara fihak kepolisian sektor Sweta memanggil M untuk diusut. Mayat diinapkan semalam di RSU Mataram. Kepolisian melakukan pengusutan lebih lanjut untuk mengetahui sebab-sebab kematian, tentu saja merasa perlu minta visum et repertum dokter. Tapi, menurut Letda Athief Ali Mohammad Dai, Dansek Sweta: fihak RSU Mataram menyatakan bahwa "oleh karena si korban meninggalnya tidak di rumah sakit, maka dokter yang harus melakukan pemeriksaan mayat adalah dokter kabupaten Lombok Barat". (Kampung Karang Ipil, Cakranegara, adalah wilayah kabupaten Lombok Barat). Eh, Ita Ndek Gemes Oleh fihak kepolisian, dihubungilah dinas kesehatan Lombok Barat. Tapi sayang, dokter yang jadi kepala dinas sedang berada di luar daerah. Sedangkan dokter yang mewakilinya, hari itu sedang sibuk di Puskesmas Narmada, 12 kilometer dari Mataram. Sampai pukul 1 siang pada keesokan harinya, itu mayat terpaksa belum mendapat pemeriksaan dokter. Maka, atas permintaan fihak keluarga si korban -- yang menyimpulkan (menganggap) kematian itu sebagai kematian yang wajar saja -- mayat itu dibawa pulang untuk kemudian dikuburkan sore harinya. "Fihak keluarga berjanji tak akan melakukan penuntutan kalau ternyata di kemudian hari kematian SR disebabkan oleh hal-hal yang tak wajar", komentar Dansek Sweta yang lulusan Akabri itu kepada Pembantu TEMPO . "SR memang mengidap penyakit yang sering-sering kumat secara mendadak. Ia sering jatuh pingsan", komentar salah seorang keluarga terdekat si korbam "Ia kemungkinan mengidap penyakit lemah jantung", kata seorang dokter RSU Mataram pula. Dalam hubungan ini, Pembantu TEMPO bersama Camat Cakranegara sempat datang ke rumah pelacuran di Karang Ipil, dan mewawancarai M, perempuan muda yang telah menampik ajakan si korban itu. Kepada TEMPO, M mengatakan, bahwa sewaktu ditawar, ia memang sedang tak sehat badan. Tapi, menurut keterangan beberapa temannya, sewaktu ditawar M ada mengatakan: "Eh, ita ndek gemes", yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti "Eh, aku jijik". Dan konon, kata-kata itu didengar oleh SR. Nah, barangkali kata-kata ini yang menyebabkan SR jadi amat "terpukul". Dan kalau benar ia mengidap penyakit jantung, bukankah keadaan yang begini bisa membuat sang penyakit jadi galak secara tiba-tiba?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus