PENGADILAN Negeri Banda Aceh akhir bulan Juni lalu membebaskan
Budiman, Safiah sang isteri dan Abdulsalam sang anak. Mereka
bertiga lebih dari satu tahun mendekam dalam tahanan. Dituduh
melakukan pembunuhan terhadap Sairah, di desa Lampadon Kecamatan
Lhoong, 50 km dari Banda Aceh Jaksa M. Juned memintakan hukuman
10 tahun 9 bulan untuk Budiman, 7 tahun 9 bulan untuk Safiah dan
5 tahun 9 bulan untuk Abdulsalam. Kisahnya begini.
Di suatu senja akhir Juni tahun lalu Sairah ditemukan dalam
sumur sudah jadi mayat. Tanpa kecurigaan apa-apa lalu
dimakamkan. Tapi tiga hari kemudian terbetik kabar dari mulut ke
mulut bahwa ketika dimandikan ada luka di leher Sairah. Ini
lantas dihubungkan dengan soal pinjam meminjam beras antara
korban dengan isteri Budiman. Komandan Polisi Lhoong, Pembantu
Letnan Satu Zamzami, mempunyai minat membongkar kematian Sairah.
Ia lalu memerintahkan penduduk membongkar kuburan Sairah. Dokter
dari Banda Aceh diminta datang. Menurut visum dokter, pada tubuh
yang sulit dikenal lagi itu ada luka. Panjangnya 13 cm sedalam
7 cm. Dokter Tazarli yang mengurus Sairah tidak melakukan bedah
mayat karena tak ada alat.
Sampailah Budiman bersama anak dan isterinya di tangan polisi.
Di sini dibuat berita acara yang serem. Sairah digorok lehernya
dengan parang oleh Budiman. Safiah memegang kepala dan
Abdulsalam memegang kaki Sairah. Tapi semua pengakuan dalam
berita acara ini ditarik kembali oleh para tertuduh. Kenapa?
Mereka mengaku karena terpaksa saja. Sebab ada tekanan-tekanan
oleh pemeriksa. Majelis hakim yang diketuai oleh Amarulah Salim
SH merasa kurang yakin sang anak membeberkan tingkah laku
orangtuanya bila tidak karena dipaksa. Sebaliknya Budiman dan
Safiah tidak tega mendengar anaknya menangis sampai menjerit
ketika diperiksa. Maka suami isteri ini tidak punya pilihan lain
kecuali mengaku.
Dalam Keraguan
Inilah keterangan polisi. Kepala Seksi Reskrim Komres 101 Banda
Aceh Pembantu Letnan Satu Rani Kasim bicara di muka sidang.
"Cuma adalah wajar kalau pemeriksa merasa jengkel kalau yang
diperiksa memberi keterangan yang berbelit-belit". Benar bahwa
Rani Kasim tidak berbuat kasar. Tapi ada anak-buahnya, bernama
S, sering memukul para tertuduh agar segera mengakui melakukan
pembunuhan. Begitu keterangan Budiman dan anak isterinya.
Tentang foto rekonstruksi peristiwa maut itu Budiman juga
berterus terang."Setelah tangan saya dipegang polisi dan
menunjuk begini, lalu saya difoto", kata Abdulsalam. Ketika
diperiksa di kamar, rambutnya ditarik-tarik polisi. Sayang
polisi S tidak diajukan ke sidang. Selama sidang yang 16 kali
berjalan dalam waktu 4 bulan ini ditampilkan 4 saksi. Tapi
"satu orangpun tidak ada yang memberikan keterangan yang
memberatkan tertuduh", kata hakim ketua. Pengakuan para tertuduh
diberikan karena terpaksa. Dalam keraguan itulah maka hakim
membebaskan para tertuduh .
Tapi masih tetap ada tanda tanya besar. Menurut pemeriksaan
dokter, kematian Sairah bukan karena bunuh diri. Di dalam sumur
ditemukan parang yang setelah diperiksa ternyata milik suami
Sairah sendiri. Dan percikan-percikan darah juga terdapat di
dekat sumur itu.Sayang majelis tidak mengutik-utik
petunjuk-petunjuk ini. Lalu siapa yang mencabut nyawa Sairah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini