Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Amien, sampai di sini ?

Moch. amien, bekas jaksa di kejati jawa timur mempraperadilankan bekas instansinya karena menghentikan penyidikan kasus penyelundupan holden camira. hakim menolak amien, dianggap tidak sah.

12 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEROBOSON Moch Amien, bekas jaksa pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, yang mempraperadilankan bekas intansinya, akhirnya dipatahkan Pengadilan Negeri Surabaya Hakim Achmad Hasan yang mengadili praperadilan unik itu, Kamis pekan lalu, menolak permohonan Amin untuk menetapkan kejaksaan bersalah karena menghentikan penyidikan dalam kasus penyelundupan Holden Camira. Sesuai dengan pendapat kejaksaan, Hasan berkesimpulan bahwa Amien bukanlah orang yang berhak memohon praperadilan dalam kasus itu, atau yang lazim sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. "Pihak ketiga yang berkepentingan itu adalah orang yang secara langsung dirugikan oleh tindak pidana tersebut," ujar Hakim Hasan ketika membacakan putusannya. Kejutan Amien, dua pekan lalu, memperkarakan bekas instansinya itu, tidak hanya membuat kaget kalangan praktikus hukum, khususnya kejaksaan, tapi juga mengundang perdebatan ahli-ahli hukum. Sebab, selama ini lembaga praperadilan hanya dikenal sebagai tempat menguji keabsahan penangkapan dan penahanan yang dilakukan instansi penyidik khususnya Polri. Kendati lembaga itu berwenang pula memeriksa penghentian penyidikan dan tuntutan, yang dilakukan Polri atau Kejaksaan, itu semata-mata untuk kepentingan pihak ketiga, yaitu pihak yang menjadi korban kejahatan atau pihak pelapor. Tapi Amien merasa dirinya juga berhak mempraperadilankan kejaksaan, karena setelah susah payah mengusut penyelundupan sekitar 300 unit mobil Holden Camira yang merugikan negara sebesar Rp 1,1 milyar pada 1983, ternyata penyidikan perkara itu dihentikan atasannya. Padahal, menurut Amien dari beberapa orang yang diperiksa pihak kejaksaan karena dianggap terlibat -- antara dari pihak importir, PT Indauda, pemilik barang PT Gemini Motor, pihak EMKL, dan pejabat-pejabat Bea Cukai -- baru dua orang pegawai EMKL yang duduk di kursi terdakwa. Kedua orang itulah yang dianggap Amien sebagai "papan bawah" dalam perkara itu, sementara "papan atas"nya, yang justru menjadi "pemain utama", tidak kunjung diperkarakan ke pengadilan. Kecuali sudah susah payah mengusut perkara itu -- dan kemudian mundur dari kejaksaan ketika dimutasikan ke Parepare, Sulawesi Selatan -- Amien juga merasa berhak mempraperadilankan kejaksaan karena sebagai warga negara, sesuai dengan KUHAP, berkewajiban melaporkan setiap kejahatan yang diketahuinya. Sebagai warga negara pula, ia tentu merasa rugi, bila negaranya dirugikan akibat kejahatan. "Jadi, jangankan saya, tukang becak juga berhak melaporkan kejahatan itu. Pihak ketiga jangan diartikan terlalu sempit," kata Amien. Tapi, tentu, kewajiban warga negara melaporkan kejahatan itu, maksud KUHAP, bukan ke lembaga praperadilan. Untuk menggugat wewenang instansi penyidik atau penuntut di sidang praperadilan, menurut Hakim Hasan, haruslah orang-orang yang benar-benar dirugikan. Misalnya, para tersangka salah tangkap, yang hendak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi akibat penahanan tidak sah tadi, atau saksi korban. "Pengadilan tidak melihat nestapa atau penderitaan pada diri Amien dalam kasus penyelundupan itu, yang justru merupakan syarat untuk bisa disebutkan sebagai pihak ketiga, yang berkepentingan," kata Hasan. Amien, yang mendapat simpati besar dari pengunjung sidang, tentu saja kecewa atas keputusan hakim itu. "Melihat simpati masyarakat, saya menjadi yakin terhadap diri saya bahwa kendati secara formal saya kalah, secara moril saya menang," kata Amien yang berniat banding atas putusan itu. Tapi seandainya pun kualitasnya untuk mempraperadilankan kejaksaan bisa diterima hakim, toh permohonannya agar kejaksaan dinyatakan bersalah karena menghentikan penyidikan bisa diperkirakan akan ditolak sidang praperadilan. Sebab, pihak kejaksaan sampai kini membantah keras bahwa penyidikan perkara Holden Camira sudah dihentikan. "Pihak kami tidak pernah menghentikan penyidikan perkara itu," kata kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Soewarno Hardjo Utomo. Menurut Soewarno, kasus itu sampai kini masih menunggu petunjuk Kejaksaan Agung. Kecuali menunggu perintah atasan, perkara penyelundupan Holden Camira yang diributkan Amien itu agaknya memang hanya akan sampai di sini. "Dari pemeriksaan perkara itu belum ada dari 10 orang oknum Bea Cukai yang dicurigai itu bisa dijadikan tersangka," kata Soewarno. Importir dan pemilik barang, yang juga disebut-sebut Amien, menurut Soewarno tidak mungkin bisa diperkarakan. "Mereka sudah membayar bea, kok," katanya. Karni Ilyas (Jakarta) dan Jalil Hakim (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus