Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Matahari terasa menyengat di area Stadion Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan pada Rabu, 14 Oktober 2020. Fasilitas olahraga milik aparat tersebut siang ini tampak dipenuhi banyak anak muda. Di sisi luar stadion tersebut tampak para orang tua dan keluarga mereka, menunggu giliran untuk dapat menjemput anaknya pulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak Selasa malam, 13 Oktober 2020 para pemuda tersebut ditahan lantaran dianggap ikut mericuh di akhir Aksi 1310. Aksi tersebut merupakan demonstrasi massa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI, terdiri dari berbagai ormas Islam, salah satunya Persatuan Alumni (PA) 212. Sebelumnya Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana menyatakan sudah ada kesepakatan dengan aparat tentang demo berakhir pada pukul 16.00 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO menyimak percakapan antara seorang remaja pria yang berdiri di sisi dalam pagar stadion dengan ibunya di luar. “Kamu nanti dimarahin ayah,” kata wanita tersebut. “Ayah mana?” tanya remaja itu, namun tidak dijawab oleh ibunya. Ia menanyakan kemana anak itu berpamitan kemarin kepada ayahnya, dijawab pergi bermain. “Terus kemana pergi? Ya main aja,” kembali anak muda tersebut menjawab. Ia berkata ditangkap di Bundaran HI, saat ditanya ibunya.
Diantara kerumunan orang tua tersebut tampak juga Budi, 47 tahun, seorang warga Bekasi. Ia tampak menunggu bersama seorang kerabat lainnya di gerbang stadion, kemudian melangkah maju ketika nama anaknya dipanggil. Budi memasuki area stadion, sesaat kemudian ia keluar bersama anaknya. Pemuda tersebut tampak bersujud di kaki Budi, sejenak kemudian mereka berpelukan. Mata keduanya tampak basah.
“Saya sendiri gak tahu kejadiannya, selepas Dzuhur ibunya bilang izinnya mau salat, sore belum balik juga. Tanya ke teman-temannya, katanya ikut aksi, demo,” tutur Budi kepada Tempo. Ia mengaku berupaya mencari A ke beberapa kawannya sepanjang sore hingga malam, namun banyak diantara mereka yang tidak tahu dan tidak merespon panggilan dan pesan singkat Budi. “Ya khawatir, dicari kesana kemari, dihubungi ke sana kemari tidak sini gak ketemu.”
Budi mengaku sepanjang Selasa siang hingga sore belum berkontak dengan anaknya, maupun mendapat info dari siapapun tentang keberadaan bocah itu. Pencariannya baru membuahkan hasil ketika ia mendapat kabar dari kawan A, menurutnya teman tersebut sempat menjenguk kawan lainnya ke Polda Metro Jaya. “Dikasih videonya, terus saya langsung ke sini malam tadi juga, tapi gak boleh masuk. Katanya polisi datang aja pagi, jemput. Akhirnya jam 8 pagi saya balik lagi,” kata pria tersebut.
A yang duduk di bangku kelas 3 SMP membenarkan cerita ayahnya. “Tadinya salat, terus ketemu teman, katanya ‘ikut yuk,’ saya bilang ayo deh, penasaran,” katanya tentang awal mula bisa ikut berdemo. Ia mengaku ingin merasakan bagaimana demonstrasi berlangsung, dan mengiyakan ajakan kawannya tersebut. A kemudian berangkat bersama-sama kawannya, menaiki truk dari Bekasi.
Tentang ajakan berdemo, ia mengaku hanya mengetahui agenda demonstrasi lewat ajakan temannya tersebut. “Ngeliat doang, terus makan,” tambahnya. Menurutnya mereka berencana akan menonton demonstrasi, dan makan bersama sesudahnya. “Belum sampai ke tempat demo, di bunderannya baru ketangkap di situ,” ujarnya tentang penangkapan polisi. Ia bercerita truknya dihentikan di Bundaran HI, dimana ia bersama kawan-kawannya ditangkap.
Seorang pemuda menangis sembari memeluk orang tuanya yang datang menjemputnya di Polda Metro Jaya, Rabu, 14 Oktober 2020. Suasana penjemputan tersebut diwarnai dengan tangisan para pemuda dan orang tua mereka. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Tentang penangkapan para pemuda tersebut di Bundaran HI, Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyatakan hal tersebut merupakan bentuk pencegahan. “Cara preventif sudah dilakukan yaitu razia, sudah amankan anak-anak yang niatnya ikut kerusuhan. Di Bundaran HI ketemu dump truck isinya anak-anak, semua mau diajak rusuh,” kata Yusri di kantornya hari ini.
Budi berharap A tak lagi mengikuti acara yang belum tentu dipahaminya. “Aksi yang belum dimengerti ya kalau bisa dihindari, gitu saja, atau di medsos juga banyak, gak perlu datang,” tambahnya. Meski begitu, ia memaklumi rasa ingin tahu putranya. “Mungkin anak muda namanya penasaran, katanya tadi kepengen tahu demo itu kayak apa, pengen ngerasain suasana medannya demo kayak apa,” jelasnya.
A mengaku menyesal sudah mengikuti ajakan tersebut. “Nyesel sih, gak mau ikut lagi,” katanya. Menimpali anaknya, Budi menyayangkan A yang membuat khawatir kedua orang tuanya karena tidak memberi kabar. “Saya gak tau, mau kemananya tidak bilang, tahu-tahu sudah di Polda. Orang tua waswas, apalagi ibunya di rumah, nangis khawatir.”
WINTANG WARASTRI | MARTHA WARTA