Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pangkalpinang - Kantor Hukum Andi Kusuma Law Firm yang mengklaim mewakili berbagai elemen masyarakat di Bangka Belitung melayangkan somasi terhadap Guru Besar dalam Perlindungan Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo terkait dengan perhitungan nilai kerugian lingkungan di kasus timah. Advokat Andi Kusuma menuding penghitungan kerugian lingkungan dilakukan secara tidak tepat dan bukan kompetensi Bambang Hero.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andi mengklaim penghitungan kerugian negara itu telah membuat beberapa orang dan korporasi menjadi tersangka, bahkan kini telah berstatus narapidana. Imbasnya, klaim Andi, masyarakat secara luas di Bangka Belitung ikut terdampak. "Dengan mata pencaharian masyarakat yang mayoritas bekerja di sektor pertambangan, dampaknya luar biasa dari sudut pandang perorangan maupun korporasi," ujar Andi Kusuma, Selasa Malam, 7 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, di sektor tenaga kerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran dan berimplikasi guncangan terhadap pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung yang anjlok 0,13 persen. "Penurunan ekonomi masyarakat imbas dari harga jual timah yang turun, adanya pengangguran terbuka hingga anjloknya pendapatan daerah dari sektor pertambangan," klaim dia.
Andi mengklaim kasus ini juga memunculkan framing buruk terhadap Bangka Belitung sebagai daerah yang lingkungannya rusak. Selain itu, menurut dia, perorangan dan korporasi yang seharusnya tidak dipersalahkan mendapat hujatan publik dari hasil perhitungan Bambang Hero tersebut. "Seolah-olah telah terjadi kejahatan yang luar biasa di Bangka Belitung. Bahkan tindakan Bambang Hero ini telah memecah belah masyarakat," ujar dia.
Andi Kusuma menuturkan Bambang Hero Saharjo punya waktu 3 x 24 jam terhitung somasi dilayangkan untuk mempertanggungjawabkan dan menjelaskan soal data metode perhitungan kerugian lingkungan secara jelas. "Kalau tidak diindahkan somasi ini, maka kami akan membawa permasalahan ini ke jalur hukum sesuai dengan Pasal 242 ayat 1 KUHP tentang memberi kesaksian palsu diatas sumpah dengan ancaman penjara paling lama 7 tahun," ujar dia.
Andi Kusuma menyebutkan hasil verifikasi yang dilakukan pihaknya menemukan adanya ketidaksinkronan antara hitungan riil dan hitungan yang didalilkan Kejaksaan Agung. Temuan itu, klaim Andi, di antaranya luas wilayah tambang yang seharusnya 9.720 hektare, tapi yang dihitung 170,3 ribu hektare. "Ada indikasi terjadi deviasi yang sangat besar dalam perhitungan. Jadi intuk memvalidasi perhitungan Bambang Hero perlu analisis dari ahli tambang, ahli geologi, maupun PT Timah untuk menyampaikan perbedaan tersebut," ujar dia.
Kejaksaan Agung menjelaskan asal-usul kerugian negara Rp 300 triliun dalam dugaan korupsi di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk periode 2015-2022. Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, nilai kerugian itu masih kerap disalahartikan oleh masyarakat yang mengira uang itu dinikmati oleh para terdakwa korupsi timah.
"Jadi supaya masyarakat bisa memahami bagaimana kerugian Rp 300 triliun tersebut," kata Harli pada Selasa, 31 Desember 2024. Harli menyebut nilai spesifik jumlah kerugian dalam korupsi pengelolaan tata niaga timah adalah sebesar Rp 300.003.263.938.131,14.
Nilai tersebut berasal dari aspek-aspek kerugian negara yang memiliki hitungannya masing-masing. Pertama, Harli menyampaikan kerja sama penyewaan alat processing penglogaman timah yang tidak sesuai prosedur merugikan negara sebesar Rp Rp2,28 triliun. Nilai kerugian itu akibat adanya pembayaran kepada lima smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah dikurangi dengan harga pokok penjualan (HPP) smelter PT Timah.
Smelter swasta yang dimaksud adalah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa. Setelah itu, Harli juga menyebut jenis kerugian lain yang ditanggung oleh negara. "Kerugian keuangan negara atas pembayaran bijih timah dari tambang timah ilegal Itu Rp 26,6 triliun," ujar Harli.
Harli mengatakan kerugian terbesar yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi ini adalah kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan ilegal. Menurut Harli, ahli lingkungan hidup telah menghitung bahwa kerugian negara mencapai Rp 271 triliun yang terdiri dari segi ekologi, ekologi lingkungan dan biaya pemulihannya.
Total kerugian negara Rp 300 triliun berasal dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang juga telah terbukti dalam fakta persidangan korupsi PT Timah. Dalam sidang putusan para terdakwa, hakim anggota Suparman Nyompa membacakan kalkulasi aliran dana yang diterima oleh para terdakwa.
Suparman menjelaskan uang kerugian negara sebesar itu antara lain mengalir kepada beberapa terdakwa maupun korporasi yang terlibat kasus korupsi timah, yakni Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2021–2024 Amir Syahbana sebesar Rp 325,99 juta.
Kemudian, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta melalui PT RBT sebesar Rp 4,57 triliun, Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon melalui CV VIP senilai Rp 3,66 triliun, serta Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto melalui PT SBS sejumlah Rp1,92 triliun.
Lalu, kepada Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi melalui PT SIP sebanyak Rp 2,2 triliun, Pemilik Manfaat PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Hendry Lie melalui PT TIN sebesar Rp 52,57 miliar, dan sebanyak 375 mitra jasa usaha pertambangan senilai Rp 10,38 triliun.
Menguntungkan pula CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) sebesar Rp 4,14 triliun serta Direktur Keuangan PT Timah periode 2016–2020 Emil Ermindra dan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani melalui CV Salsabila Utama sebesar Rp 986,79 miliar.
Terdapat pula uang sebesar Rp 420 miliar yang merupakan pengumpulan dana dari para smelter swasta melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang dikelola perpanjangan tangan PT RBT Harvey Moeis dan Manajer PT QSE Helena Lim, yang penggunaannya tidak dapat diketahui karena tidak ada pencatatan, baik oleh Harvey maupun Helena.
"Dengan demikian para terdakwa (korupsi timah) yang menikmati uang tersebut dibebankan pula uang pengganti atas kerugian negara," kata Suparman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 23 Desember 2024.
Pilihan Editor: KPK Geledah Rumah Hasto Kristiyanto, Sebelas Polisi Berjaga