Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Anwar Usman Ucap Sumpah Jabatan Ketua MK, Ini Peran dan Fungsi MK

Anwar Usman jadi Ketua MK lagi. Apa saja peran, fungsi, kewenangan, dan kewajiban Mahkamah Konstitusi?

20 Maret 2023 | 17.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anwar Usman resmi kembali menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) setelah membaca sumpah jabatan dalam Sidang Pleno Khusus di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta Pusat pukul 11.00 siang ini. Pembacaan sumpah tersebut disaksikan langsung oleh Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ujar Anwar dalam pembacaan sumpah tersebut, Senin, 20 Maret 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Anwar Usman terpilih pada putaran ketiga setelah mengimbangi perolehan suara Arief Hidayat dengan suara 4-4 dalam rapat Pleno pemilihan Ketua dan Wakil MK pada 15 Maret 2023. Pemungutan suara dilakukan setelah musyawarah penentuan Ketua MK tidak menemukan kesepakatan. 

Dalam kesempatan itu ada sembilan hakim yang mengikuti pemilihan. Sembilan hakim itu adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.

Peran dan Fungsi MK

Dilansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, fungsi dan peran utama MK adalah adalah menjaga konstitusi demi tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum. Demikian halnya yang melandasi negara-negara yang mengakomodir pembentukan MK dalam sistem ketatanegaraannya.

Dalam rangka menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia karena UUD 1945 menegaskan bahwa sistem yang dianut bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi konstitusi. 

Hal ini juga terjadi di negara-negara lain yang sebelumnya menganut sistem supremasi parlemen dan berubah menjadi negara demokrasi. MK dibentuk dengan fungsi untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan konstitusi dapat terkawal konstitusionalitasnya.

Untuk menguji apakah suatu undang-undang (UU) bertentangan atau tidak dengan konstitusi, mekanisme yang disepakati adalah judicial review yang menjadi kewenangan MK. Jika suatu UU atau salah satu bagian darinya dinyatakan terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan oleh MK. Melalui kewenangan judicial review ini, MK menjalankan fungsinya dalam mengawal konstitusi

Fungsi lain MK selain judicial review, yaitu:

  1. memutus sengketa antar lembaga negara,
  2. memutus pembubaran partai politik, dan
  3. memutus sengketa hasil pemilu.

Fungsi ini memungkinkan tersedianya mekanisme untuk memutuskan berbagai persengketaan antar lembaga negara yang tidak dapat diselesaikan melalui proses peradilan biasa, seperti sengketa hasil pemilu, dan tuntutan pembubaran suatu partai politik.

Kewenangan dan Kewajiban MK

Masih dilansir dari situs yang sama, fungsi-fungsi penyelesaian atas hasil pemilihan umum dan pembubaran partai politik dikaitkan dengan kewenangan MK. Fungsi dan peran MK di Indonesia telah dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa MK mempunyai empat kewenangan konstitusional (conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitutional obligation).

Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Empat kewenangan MK adalah:

  1. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
  2. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
  3. Memutus pembubaran partai politik.
  4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Sementara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003, kewajiban MK adalah memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

M JULNIS FIRMANSYAH

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus