Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM membantah sengaja melibatkan masyarakat dalam upaya penyerangan kepada aparat TNI-Polri dalam konflik di tanah Papua. Dalam serangan ke Polsek Homeyo, kelompok bersenjata itu menembak seorang pria di Kampung Pogapa, Intan Jaya, Papua Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya pikir itu sama sekali tidak ada," kata juru bicara Manajemen Markas Pusat Komando Nasional atau Komnas TPNPB-OPM, Sebby Sambom, melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Sabtu, 11 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebby mengklaim warga sipil Papua, baik perempuan, laki-laki, anak-anak, tua-muda, pegawai negeri, gubernur, bupati camat, kepala desa, hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menginginkan supaya Papua merdeka. "Karena seperti dalam bahasa Inggris mereka bilang residence. Residence mengambil alih," katanya.
Residence dalam pengertian Sebby adalah penduduk asli. Penduduk asli di tanah Papua, kata dia, melawan penduduk ilegal atau yang dia sebut sebagai musuh. Sehingga jika ada warga sipil yang terlibat dalam peperangan di Papua, menurut dia itu biasa. "Itu wajar, layak, siapa pun berani bergabung jika tercipta revolusi total," tutur dia.
Sebby menyinggung kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, seperti peristiwa Wamena Berdarah pada 21 April 2003. Keterlibatan warga sipil yang menginginkan Papua merdeka karena ada peristiwa berdarah itu. "Kami punya pengalaman banyak, kasus Wamena Berdarah," ujarnya.
Menurut catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), peristiwa Wamena Berdarah terjadi ketika militer menyisir 25 kampung dan desa buntut dari pembobolan gudang senjata Markas Komando Distrik Militer I 1702/Wamena dan menewaskan dua anggota TNI.
Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terdapat dugaan pelanggaran HAM berat yang mengakibatkan warga sipil menjadi korban. Empat orang tewas, 39 orang terluka akibat penyiksaan, 5 orang menjadi korban penghilangan paksa, dan 1 orang korban kekerasan seksual.
Jubir TPNPB-OPM mengatakan, masyarakat Papua memiliki banyak pengalaman traumatis soal masalah HAM. "Sekali bunyi semua rakyat ikut bangkit. Bukan satu persen saja yang perang. Dan itu biasa terjadi. Dan itu akan terjadi," ucap dia. Sehingga jika ada warga membantu TPNPB-OPM, kata dia, itu wajar.
Pilihan Editor: Satgas Damai Cartenz Tangkap Pelaku Pembunuhan Danramil Aradide, Bawa Ponsel Milik Korban