Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berebut Nama di Dunia Maya

Mustika Ratu menuding namanya dibajak orang di dunia maya. Ternyata, masalah menjadi rumit lantaran hukum Indonesia belum mengaturnya.

3 September 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GARA-gara terlambat beraksi, Mustika Ratu kini gigit jari. Di zaman perkembangan teknologi informasi yang pesat, perusahaan jamu dan kosmetik tradisional itu rupanya terlambat mempromosikan bisnisnya di internet. Akibatnya, situs di dunia maya dengan nama www.mustika-ratu.com telah dimiliki oleh seorang warga Jakarta Pusat, Chandra Sugiono, sejak Oktober 1999.

Hebatnya pula, alamat digital dengan nama domain com itu diduga digunakan Chandra untuk kepentingan perusahaan saingan Mustika Ratu, yakni Sari Ayu. Rupanya, Chandra, yang lulusan Massachusetts Institute of Technology, adalah menantu Ratna Pranata, yang adik kandung Martha Tilaar, bos Sari Ayu.

Menghadapi kenyataan bahwa nama domainnya diserobot lebih dulu, Mustika Ratu pun berang. Melalui pengacara Dini C. Tobing, Selasa pekan lalu perusahaan itu memperingatkan Chandra agar mencabut alamat situs tersebut dari internet.

Kalau tidak, Mustika Ratu akan menuntut Chandra secara pidana dengan pasal persaingan curang ataupun secara perdata dengan dalil pembajakan merek. Bagaimanapun, kata Dini, penggunaan nama domain itu mengecoh masyarakat dan merugikan Mustika Ratu.

Ternyata, Chandra tenang-tenang saja. Agaknya Chandra merasa dirinya tak melakukan kesalahan, apalagi melanggar hukum. Soalnya, di dunia maya, siapa pun boleh mendaftarkan nama apa pun. Yang penting, begitu suatu nama terdaftar, pendaftar berikutnya tak boleh menggunakan nama serupa.

Kalaupun Mustika Ratu mau menuntut, menurut Chandra, seharusnya perusahaan publik itu memerkarakan pula pemilik situs mustikaratu.com, Theresia Hardiyanto, yang tinggal di California, Amerika Serikat. Juga pendaftar nama mustikaratu.net dan mustikaratu.org, yang dimiliki orang asing.

Lagi pula, sebenarnya Mustika Ratu sudah memiliki situs sendiri, yakni www.mustika-ratu.co.id. Sampai sekarang, alamat digital itu masih beroperasi dan melayani para pelanggan atau peminat produk Mustika Ratu. Kalau demikian, kenapa Mustika Ratu mesti mengancam?

Argumentasi Chandra tampaknya dibenarkan oleh Edmond Makarim, pengajar cyberlaw di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Alasannya, hukum di Indonesia, terutama yang menyangkut hak-hak milik intelektual, belum menjangkau aneka persoalan dunia maya.

Mungkin Mustika Ratu bisa menggunakan Undang-Undang Merek Dagang Tahun 1997, tentu melalui gugatan ke pengadilan. Namun, kata Edmond, penggugat harus bisa membuktikan adanya itikad buruk Chandra dalam penggunaan nama domain tersebut.

Edmond menganggap, ribut-ribut soal nama domain lebih banyak disebabkan oleh kesalahpahaman. Maksudnya, nama domain tak beda seperti alamat atau nomor telepon. Jadi, kalau nama digital berbuntut com tak bisa lagi digunakan karena sudah didaftarkan orang lain, orang bisa memakai nama dengan akhiran org, net, atau co.id—ini kode situs untuk Indonesia.

Jadi, tinggal pandai-pandai mengkreasikan nama. Itu pula antara lain yang dilakukan pihak Gedung Putih di Amerika Serikat. Mereka memilih www.whitehouse.gov karena www.whitehouse.com sudah digunakan oleh Dan Parisi, sang juragan situs porno terkemuka. Pengelola situs Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia juga menggunakan www.kadinnet.com lantaran alamat www.kadin.com sudah lama dijadikan situs porno berbahasa asing.

Sepintas, analisis di atas sah-sah saja. Apalagi selama ini belum ada kasus dunia maya sampai ke pengadilan. Tapi, jangan lupa, di Amerika, sudah banyak kasus penyalahgunaan nama domain. Termasuk juga kasus pendaftaran nama domain lebih dulu untuk kemudian dijual dengan harga selangit kepada yang berminat, bahkan kepada pemilik asli nama yang digunakan itu. Ini mirip rimba merek dagang di Indonesia.

Kasus-kasus itu telah diputuskan, baik oleh pengadilan maupun arbitrase di Organisasi Dunia untuk Hak-Hak Milik Intelektual (WIPO). Di antara kasus itu, ada perkara penggunaan nama artis Hollywood, Julia Roberts. Ada pula kasus Dennis Toeppen, sang pembajak merek terkenal yang telah dihukum berkali-kali.

Secara umum, norma yang digunakan pada berbagai kasus itu tak beda dengan kaidah pada Undang-Undang Merek Dagang Tahun 1997, yakni pengguna dan pendaftar nama domain harus beritikad baik dan tak membajak nama orang lain, apalagi merek terkenal di dunia.

Demikian pentingnya hukum untuk mengatur rebutan nama di dunia maya, sampai-sampai pada November 1999, di Amerika Serikat ada Undang-Undang Anti-Cybersquatting (larangan penggunaan nama domain orang lain secara tidak sah). Bagaimana dengan di Indonesia?

Widjajanto, Iwan Setiawan, dan Arif A. Kuswardono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus