SALAH satu keputusan Kongres Rakyat Nasional (KRI) RRC ke-7 yang berakhir pekan lalu adalah pengukuhan Li Peng sebagai perdana menteri. Memang, sejak hari-hari pertama kongres, banyak perhatian tertuju kepada pemlmpm Cina yang berusia 59 tahun itu - masih muda buat ukuran Cina. Dialah yang mengucapkan pidato pengarahan tentang tugas-tugas negara yang harus dipikul pemerintah dan rakyat serta harus disahkan oleh KRN. Ia mengemukakan kendala-kendala yang mesti diatasi dalam menjalankan reformasi ekonomi dan politik. Ia memang akan menjadi nakoda administrasi, paling tidak untuk lima tahun berikutnya. Ada kecenderungan dalam media massa Cina untuk meniup Li Peng sebagai seorang "Zhou Enlai baru". Melihat biografi dan latar belakang pendidikan Li, gambaran itu memang ada benarnya juga. Sebagaimana halnya dengan Zhou Enlai, Li adalah seorang intelektual, administrator cum teknokrat. Ia memperoleh pendidikan di Uni Soviet dan mendapat gelar insinyur elektro dari negeri sosialis itu. Kariernya, sejak lulus dari Institut Ketenagaan Moskow pada avral 1950-an sampai 1979 ketika diangkat sebagai salah satu wakil perdana menteri, adalah di bidang administrasi dan ketenagaan. Kehidupan kekeluarganya pun sangat dekat dengan diplomat Cina yang terkenal dan sudah almarhum itu. Membaca riwayat hidupnya, kita mendapat tahu bahwa ia adalah anak angkat Zhou Enlai. Kedudukannya sebagai anak angkat Zhou itu ditekankan benar oleh media massa Cina, sehingga timbul anggapan negatif: bahwa ia mempeloleh kedudukan administrator puncak itu lantaran hubungan familinya dengan Zhou Enlai. Dewasa ini nama Zhou hampir sama keramat dan dihormatinya dengan nama Mao. Jadi, tak diragukan lagi Li Peng punya kredensial dan ikatan baik dengan lingkaran elite permerirltahan dan politik Cina. Tapi, siapkah ia memikul tugas besar itu Banyak pengamat yang meragukan ia akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Paling tidak, menurut anggapan mereka, Li - terutama pada fase-fase awal masa tugasnya - akan menghadapi ujian berat yang akan menentukan keberhasilan atau kegagalannya. Salah satu kelemahan utama Li, menurut mereka yang meragukan kemampuannya itu, adalah absennya prestasi politik yang mengakar dalam curriculum vitae-nya. Seluruh hidupnya, seperti yang disebutkan di atas, adalah melulu sebagai administrator dan teknokrat. Untuk itu biasanya ia disejajarkan dan kemudian dikontraskan dengan Ketua Partai Zhao Ziyang dan bekas Ketua Partai Hu Yaobang. Zhao meniti jenjang partai mulai dari bawah sejak tahun 1950 ketika memegang kedudukan kelua sub-biro partai wilayah selatan. Kariernya naik terus dengan berbagai kedudukan di tingkat provinsi. Barulah ketika Deng Xiaoping naik lagi menjelang akhir 1970-an, ia ditarik ke pusat. Bagi Li, jenjang itu bagaikan datang kepadanya dengan sendirinya, karena ia menjadi anggota elite Cina lantaran hubungannya dengan Zhou Enlai. Malah ibu angkatnya adalah Deng Yingchao, yang dewasa ini menjabat Ketua Dewan Konsultasi Politik. Kelemahan Li yang lain lagi adalah pendiriannya dalam pembanunan nasional. Pendapatnya mengenai pembangunan ekonomi lebih menyerupai 'pengeras suara" Chen Yun, itu ahli ekonomi yang menyerang liberalisasi ekonomi yang dewasa ini dijalankan. "Zhao ingin ekonomi pasar yang makin besar. Hu ingin menambah faktor humanisme pada Marxisme. Li hanya menyuarakan apa yang dikatakan Chen Yun," kata seorang ahli ekonomi Barat. Orang pun jadi meragukan kalau Li bisa mengikuu garis reformasi dan liberalisme yang sekarang dianut Cina. Li pun mesti berbuat banyak untuk mempererat hubungannya dengan elite militer dalam Tentara Pembebasan Rakyat (TPR). Latar belakang pendidikannya yang berbau Soviet pasti akan menimbulkan kecurigaan dari golongan militer kalau ia ingin memperbaiki hubungan dengan militer. TPR masih menganggap ancaman utama terhadap Cina sekarang masih akan datang dari utara. Belum lagi kekecewaan tentara yang program modernisasinya harus mengalah kepada pembangtlnan ekonomi yang dianggap lebih esensial. Pendeknya? akan banyak yang harus dikerjakan Li Peng untuk dapat merunaikan tugasnya dengan baik. Sebagai seorang kepala admmistrator ia harus bisa "bermain" dalam arena politik Cina di mana perbedaan pendapat sering menjurus - terutama pada masa Mao masih hidup -- ke faksionalisme dan adu kekuatan (poer struggle) Gejala itu boleh dikatakan sudah merupakan suatu tradisi dalam politik di Cina. Mendiang Mao pernah mengatakan bahwa seorang pemimpin revolusi dilahirkan dan matang di tengah perjuangan. Dengan kata lain Mao menolak kehadiran seorang pemimpin "karbitan". Kedatangan Li di tengah elite Cina tampaknya berlawanan dengan itu. Tapi sekarang ini bukan zaman revolusi, dan siapa tahu Li Peng akan dapat mengatasi kekurangan-kekurangannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini