Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Kepegawaian Negara (BKN) menunggu arahan dari Presiden Jokowi soal permintaan Ombudsman RI untuk memberikan sanksi terhadap pimpinan mereka, Bima Haria Wibisana. Ombudsman RI meminta presiden memberikan hukuman kepada Bima dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri karena tak menjalankan rekomendasi mereka terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Rekomendasinya ke Pak Presiden RI. Kami menunggu arahan dari Pak Presiden RI," kata Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerjasama BKN Satya Pratama, saat dihubungi, Sabtu, 2 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satya enggan memberikan penjelasan atau komentar lebih jauh terkait permintaan Ombudsman RI itu. Dia hanya menekankan bahwa BKN akan tetap menunggu dan terus berpedoman pada arahan Presiden Jokowi.
Sebelumnya, Ombudsman RI mengirimi surat ke Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR Puan Maharani mengenai TWK KPK. Dalam surat bertanggal 29 Maret 2022 itu, Ombudsman meminta Presiden Jokowi menghukum Ketua KPK Firli Bahuri dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana. Alasannya, mereka tidak menjalankan rekomendasi lembaganya perihal cacat prosedur dalam pelaksanaan TWK.
“Sebagai bentuk pengawasan publik yang baik dan komitmen yang sungguh-sungguh untuk peningkatan mutu penyelenggaraan negara, kami mengharapkan Presiden RI dapat mencermati dan mempertimbangkan laporan Ombudsman,” seperti dikutip dari salinan surat yang diterima Tempo, Jumat, 1 April 2022.
Dalam surat tersebut, Ombudsman RI mengingatkan Jokowi soal rekomendasi mereka pada 15 September 2021. Mereka menilai telah terjadi maladministrasi pada proses pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara. Ombudsman menyatakan tindakan maladministrasi dilakukan oleh pimpinak KPK selaku Terlapor I, yaitu penyalahgunaan wewenang dan tindakan tidak patut. Sementara, Kepala BKN selaku Terlapor II dianggap melakukan maladministrasi berupa tindakan tidak patut.
Atas pelanggaran itu, salah satu rekomendasi yang diberikan Ombudsman kepada Ketua atau pimpinan KPK, yaitu melaksanakan pengalihan 75 pegawai KPK untuk menjadi ASN. Namun, Ombudsman menyatakan rekomendasi tersebut belum dilaksanakan sampai saat ini.
Ombudsman menyatakan telah menerima tanggapan tertulis dari pimpinan KPK pada 30 November 2021. KPK dalam surat itu menyatakan tidak dapat menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman. Lalu pada 15 Februari 2022, Ombudsman mendapatkan surat dari pelapor, yaitu mantan pegawai KPK Yudi Purnomo dkk. Surat itu menjelaskan bahwa KPK tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, maka Ombudsman RI menyatakan rekomendasi Ombudsman tidak dilaksanakan dengan alasan yang tidak dapat diterima,” kata surat tersebut.
Akibat tidak dilaksanakannya rekomendasi tersebut, KPK menyatakan 57 orang tidak bisa diangkat menjadi ASN karena dianggap tak lulus TWK. Namun belakangan, pemerintah menawarkaan mereka untuk menjadi ASN di Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Sebagian lainnya memilih tidak bergabung dan mendirikan Indonesia Memanggil 57 Institute.
Presiden Jokowi sendiri sempat meminta agar hasil TWK itu tak serta merta dijadikan alat untuk memecat para pegawai KPK. Meskipun demikian, dia tak mengambil tindakan ketika Firli Bahuri kemudian memecat Novel Baswedan cs.