Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"SELAMA belum ada kesepakatan, itu (perbedaan pendapat) biasa terjadi sebelum putusan,” kata Anna Maria Tri Anggraini, Ketua Sidang Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara kasus Astro.
Itulah jawaban yang diberikan pakar hukum persaingan usaha itu ketika Tempo menanyakan rencananya mengajukan dissenting opinion (perbedaan pendapat) terhadap poin kelima putusan KPPU terhadap kasus ini. Putusan dalam diktum kelima itu dianggap menguntungkan PT Direct Vision. Bunyinya: ”Memerintahkan terlapor IV: All Asia Multimedia Network FZ-LLC, untuk menjaga dan melindungi kepentingan konsumen TV berbayar di Indonesia dengan tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PT Direct Vision dan tidak menghentikan seluruh pelayanan kepada pelanggan sampai adanya penyelesaian hukum mengenai status kepemilikan PT Direct Vision.”
Menurut sumber Tempo, sebenarnya dua hari sebelum putusan itu dibacakan, tim investigator KPPU menyusun draf putusan yang menyatakan tidak terbukti adanya pelanggaran aturan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang mensyaratkan adanya dampak antipersaingan. Dampak antipersaingan adalah kerugian konsumen karena harus membayar lebih mahal atau berkurangnya pilihan. Artinya, dengan kehadiran Astro dengan Liga Inggrisnya, harga yang dibayarkan konsumen televisi berbayar menjadi lebih kompetitif.
Sehari sebelum majelis mengetukkan palu, yakni Jumat 29 Agustus 2008, empat orang investigator dan majelis komisi mengadakan rapat. Ketika itu anggota majelis Muhammad Iqbal dan Benny Pasaribu memperdebatkan dampak antipersaingan tadi. Menurut mereka, pindahnya siaran Liga Inggris dari Astro ke Aora Televisi akan merugikan konsumen PT Direct Vision karena tidak dapat mengikuti Liga Inggris. Selain itu, pemberitahuan pemutusan kerja sama dari Astro kepada Lippo tidak memperhatikan hak konsumen karena berakibat pada pemutusan fasilitas.
Namun keempat investigator yang bertugas menyusun draf putusan itu, yakni Lukman Sungkar, Farid Fauzi Nasution, Elpi Nasmuzzaman, dan Dinni Meilani, tak sependapat. Menurut mereka, alasan Iqbal dan Benny tidak relevan dengan pokok perkara. Alasannya, yang dilaporkan PT Indosat Mega Media, PT Indonusa Telemedia, dan PT MNC Sky Vision adalah dugaan praktek monopoli persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan PT Direct Vision (anak perusahaan Lippo Group), Astro All Asia Network Plc. (Astro Malaysia), ESPN Star Sports, All Asia Multimedia Network, FZ-LLC (anak perusahaan Astro Malaysia) terkait penayangan pertandingan sepak bola Liga Inggris. Bukan soal kerugian konsumen dan bukan pula soal status kerja sama antara All Asia Multimedia Network FZ-LLC dan PT Direct Vision. Menurut para investigator, KPPU tidak berwenang memerintahkan status quo antara All Asia Multimedia Network FZ-LLC dan PT Direct Vision.
Dokumen yang diperoleh Tempo juga menyebutkan, dalam rapat itu, para investigator, seperti Elpi, meminta diktum lima itu tidak dikaitkan dengan kasus yang tengah diperiksa KPPU. ”Sebaiknya diktum kelima dijadikan perkara baru,” ujarnya seperti tertulis dalam dokumen tersebut. Kendati demikian, para investigator mengakui kewenangan tetap di tangan majelis.
Nah, menurut dokumen itu, Anna sebenarnya sependapat dengan para investigator. Karena itulah ia berencana mengajukan dissenting opinion. Menurut sumber Tempo, kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Farid Fauzi mengaku ia membantu Anna untuk mencari format dissenting opinion itu.
Kendati telah menemukan format dissenting opinion, toh seusai salat Jumat, atau satu jam sebelum putusan dibacakan pada pukul 14.00, Anna memanggil tim investigator tadi ke ruangannya. Menurut Farid, saat itu di dalam ruangan sudah ada Iqbal dan Benny. ”Pada saat itu dia menyampaikan pembatalan rencana pembuatan dissenting opinion dengan alasan yang tidak saya ketahui,” kata Farid dalam dokumen yang diperoleh Tempo itu.
Anna sendiri menolak mengomentari perihal pendapat para investigator yang menyatakan diktum kelima itu bukan wewenang KPPU. ”Saya tidak tahu soal itu,” ujarnya. Ia juga menampik jika dikatakan urung memberikan dissenting opinion karena dipengaruhi oleh Benny Pasaribu atau Iqbal. ”Tidak ada itu,” ujarnya.
Dihubungi Tempo, Lukman Sungkar, salah seorang investigator, tak bersedia memberikan keterangan tentang pendapat para investigator yang menyatakan KPPU seharusnya tidak berwenang memerintahkan status quo antara All Asia Multimedia Network FZ-LLC dan PT Direct Vision seperti tertulis dalam dokumen yang dimiliki Tempo. ”Tunggu saja nanti di pengadilan,” katanya.
LRB, Rini Kustiani, Iqbal Muhtarom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo