Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERKARIER di Lippo sejak 1986, Billy Sindoro adalah salah satu pejabat penting di Lippo Group. Dialah otak bisnis Lippo, khususnya di bidang yang berkaitan dengan teknologi informasi, bidang yang memang ia gemari. Berawal hanya sebagai karyawan Bank Lippo, belakangan karier pria 49 tahun kelahiran Solo itu melejit di perusahaan ini. Billy kemudian dipercaya memegang sejumlah posisi kunci. Menjadi komisaris Bank Lippo, Presiden Direktur PT Natrindo Seluler, anak perusahaan Lippo dalam bisnis operator seluler, dan Presiden Direktur PT First Media, perusahaan yang bergerak dalam jasa layanan broadband Internet dan televisi kabel.
Ketika pertama kali diperiksa petugas Komisi Pemberantasan Korupsi pada 19 September 2008, Billy menyatakan dirinya sebagai eksekutif Lippo Group. Tugas utamanya mengembangkan bisnis Grup Lippo. Lippo sendiri memiliki sejumlah eksekutif, antara lain Roy Tirtadji, bertanggung jawab sebagai Presiden Grup Lippo; Cokro Libianto, bertanggung jawab atas PT Lippo Karawaci; Benyamin, bertanggung jawab atas PT Matahari Putra Prima; dan Vick Ang, bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan-perusahaan di bawah Grup Lippo.
Dalam pemeriksaan kedua, Billy meralat jabatannya. Pria kelahiran Solo ini menyatakan dirinya di Lippo Group sebagai ”komisaris independen non-eksekutif PT Bank Lippo”. Semua tugasnya dilaporkan ke Roy Tirtadji.
Salah satu perusahaan di bawah Lippo Group yang lahir lewat gagasan Billy adalah PT Direct Vision—satu dari delapan anak perusahaan Lippo. Billy pula yang menjadi ujung tombak Lippo saat bernegosiasi soal bisnis dengan perusahaan Astro Malaysia yang belakangan lantas pecah, dan bermuara pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha itu.
Billy memang kemudian mundur dari jabatannya sebagai Presiden PT First Media, perusahaan yang, antara lain, melahirkan Direct Vision itu. Kendati demikian, peranannya di Direct tetap kuat. Soal ini juga terungkap pada saat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memanggil Chief Executive Officer PT Direct Vision, Nelia Concapcion Molato. ”Setiap laporan keuangan selalu saya sampaikan kepada pemegang saham, termasuk Pak Billy Sindoro selaku representatif Lippo Group,” ujar Nelia.
Kepada penyidik KPK yang menangkapnya beberapa saat setelah ia dituduh menyuap Rp 500 juta kepada Muhammad Iqbal, Billy berkukuh kasus duit Rp 500 juta itu tak ada kaitannya dengan hasil putusan KPPU yang dinilai menguntungkan Lippo. Billy menyatakan ia bukan orang Lippo karena sejak 13 Juni 2008 ia sudah mundur dari Lippo. Hal yang sama juga kemudian dikemukakan pengacaranya, Otto Hasibuan. ”Tidak ada pertalian apa pun lagi antara Billy dan Lippo Group. Dia sudah tidak lagi di Lippo,” ujarnya.
Tapi KPK tak sepenuhnya menelan keterangan pria yang dikenal memiliki kepiawaian dalam soal negosiasi bisnis itu. Dua hari setelah penangkapan di Hotel Aryaduta pada 16 September 2008, sejumlah anggota KPK menggeledah kantor Billy di kompleks Cyber Park, Lippo Karawaci, Tangerang. Dari ruang Billy, KPK mengambil sejumlah dokumen, termasuk catatan ”jadwal bisnis” Billy sebagai ”orang Lippo”. Keterangan Nelia memang sudah menjelaskan siapa Billy: mungkin memang tak lagi masuk struktur jabatan, namun, yang pasti, ia tetap orang penting di Lippo Group.
LRB, Rini Kustiani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo