Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMBOBOL bank sering selangkah lebih cepat ketimbang polisi. Tilik saja jurus bos Bank Harapan Santosa (BHS), Hendra Rahardja, yang diburu polisi Indonesia sejak banknya dilikuidasi pada November 1997. Meski Hendra akhirnya ditangkap dan ditahan polisi Australia, ia mempraperadilankan penangkapan itu di pengadilan Indonesia. Hebatnya, Jumat pekan lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Hendra.
Sebagaimana dulu diberitakan, Hendra termasuk salah seorang buron pembobol bank yang diburu polisi. Hendra alias Tan Tjie Hin dituduh telah membobol kredit Bank Indonesia sekitar Rp 3,8 triliun lewat BHS. Hendra adalah kakak kandung Eddy Tansil, yang juga kabur setelah dihukum dalam kasus pembobolan kredit Bapindo senilai Rp 1,3 triliun.
Berbeda dengan Eddy Tansil yang tak kunjung terlacak domisilinya, Hendra ditangkap polisi Australia di Sydney pada 1 Juni 1999. Kabarnya, ia diringkus begitu mendarat di Sydney Kingsford Smith Airport dari penerbangan asal Hong Kong. Tapi ada yang menyebutkan bahwa Hendra diciduk di sebuah tempat kasino di Sydney.
Yang pasti, penangkapan itu berdasarkan informasi pemburuan Hendra yang disampaikan polisi Indonesia melalui Interpol. Sebelumnya, polisi Indonesia juga dua kali menerbitkan surat perintah penangkapan Hendra, yakni pada 10 Agustus 1998 dan 18 Juni 1999. Dengan demikian, berdasarkan perjanjian ekstradisi antara Australia dan Indonesia, polisi Indonesia tinggal menjemput Hendra ke Australia dan menerbangkannya ke Indonesia.
Toh, bukan Hendra bila tak melakukan perlawanan. Ia menyewa tiga pengacara andal Australia: Tim Games, Dean Jordan, dan Ron Kesell. Melalui pengacaranya, Hendra mengajukan keberatan atas rencana ekstradisi ke Indonesia. Menurut para pengacara itu, Hendra tak perlu dikirim ke Indonesia karena peradilannya bobrok, apalagi ada diskriminasi terhadap kaum Cina di sini.
Namun, hakim Brian Lulham, pada 24 September 1999, menolak keberatan itu. Hakim di pengadilan lokal pusat Sydney itu tetap memutuskan Hendra bisa diekstradisi ke Indonesia. Lagi-lagi Hendra tak menerima putusan itu. Ia bersikukuh tak hendak bernasib seperti Zarima yang diboyong dari Houston, Amerika Serikat, ke Indonesia empat tahun lalu. Hendra mengajukan banding ke pengadilan federal.
Tak cuma itu. Melalui pengacara O.C. Kaligis, yang menemuinya di penjara Silverwater di Sydney, Hendra juga mempraperadilankan polisi Indonesia di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menuntut pembatalan atas penangkapan dan penahanan dirinya. Alasannya, polisi tak pernah memberitahukan proses upaya paksa itu kepada keluarga Hendra ataupun kuasa hukumnya.
Ternyata, hakim Abdul Madjid mengabulkan praperadilan itu. Hakim membatalkan surat penangkapan dan penahanan Hendra. Berdasarkan hal itu, hakim memerintahkan agar polisi melepaskan Hendra. Menurut hakim, karena polisi Indonesia yang meminta bantuan Interpol untuk menangkap Hendra, itu berarti polisi juga bisa meminta Interpol memerdekakan tersangka.
Tentu saja O.C. Kaligis menyambut gembira vonis langka tersebut. Bagi Farida dari kantor pengacara Kaligis, putusan praperadilan itu sudah tepat. ”Ini bukan persoalan membela tersangka pembobol bank, tapi lebih merupakan peringatan agar polisi bertindak sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata Farida.
Sebaliknya, seorang anggota tim kuasa hukum kepolisian Indonesia, Letkol Alfons Loemau, menganggap vonis itu telah melanggar yurisdiksi peradilan Australia. ”Bagaimana bisa hakim Indonesia membatalkan penangkapan dan penahanan yang dilakukan polisi Australia?” ujar Alfons.
Lagi pula, kata Alfons, polisi Indonesia tak mungkin memaksa Australia menaati putusan itu—maksudnya agar polisi Australia melepaskan Hendra. ”Polisi Indonesia hanya mengirimkan daftar orang yang dicari, termasuk Hendra, ke semua negara anggota Interpol. Kebetulan, Hendra tertangkapnya di Australia,” ujarnya.
Alfons juga mengaku tak habis pikir dengan pertimbangan hakim yang menganggap upaya paksa itu tidak sah karena tak diberitahukan kepada keluarga Hendra. ”Mau diberitahukan ke mana? Istri dan anak-anaknya juga menghilang dari bumi Indonesia,” kata Alfons.
Agaknya, masalah ekstradisi Hendra masih akan panjang. Meski sudah setahun ditahan di Australia, tak mustahil Hendra pun mengajukan kasasi bila nanti putusan ekstradisinya dikukuhkan pengadilan banding.
Happy Sulistyadi, Ardi Bramantyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo