Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung telah menetapkan lima korporasi sebagai tersangka dalam kasus korupsi timah. Kelima korporasi itu adalah adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari kelima itu tidak ada nama CV Salsabila Utama. Padahal, dalam dakwaan jaksa, perusahaan itu disebut turut memperkaya Emil Ermindra senilai Rp 986,79 miliar. CV Salsabila Utama didirikan oleh Emil, Mochtar Riza Pahlevi dan Tetian Wahyudi untuk menampung biji timah dari penampang ilegal di IUP PT Timah kemudian dijual kembali ke perusahaan pelat merah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisioner Komisi Kejaksaan Heffinur mengatakan ia akan mempertanyakan belum ditetapkannya CV Salsabila Utama dalam kasus tersebut.
"Nanti kami tanyakan ke jaksa, kenapa perusahaan ini tidak ditetapkan menjadi tersangka," kata Heffinur ditemui di Kantor Komisi Kejaksaan, Senin, 6 Januari 2024.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar berdalih penetapan tersangka merupakan kewenangan dari penyidik. "Info ini akan kami teruskan ke penyidik," kata Harli.
Namun, kata Harli, kemungkinan belum ditetapkannya CV Salsabila Utama sebagai tersangka, karena berbeda klaster dengan lima korporasi yang sudah menjadi tersangka korupsi timah.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menjelaskan beberapa klaster perbuatan yang mengakibatkan kerugian korupsi PT Timah. Pertama, adanya kerja sama sewa alat atau smelter perusahaan swasta dengan PT Timah.
Kedua, adanya transaksi timah dari PT Timah yang dijual oleh pihak swasta. Dari hasil pemeriksaan alat bukti, kata Febrie, penyidik memastikan peran dan uang yang diterima oleh masing-masing tersangka.
Dia menyebut hal itu yang menjadi pertimbangan jaksa penuntut umum menentukan uang pengganti. Sementara melalui hasil ekspose, Jaksa Agung memutuskan bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup yang mencapai hampir Rp 300 triliun dibebankan kepada perusahaan-perusahaan sesuai dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-masing perusahaan tersebut.
"Kerusakan ganti rugi akan dibebankan kepada perusahaan sesuai dengan kerusakan yang dilakukan," kata Febrie Adriansyah, Kamis, 2 Januari 2025.
Untuk lima korporasi yang baru ditetapkan sebagai tersangka korupsi timah, mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dalam korupsi timah ini, Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis bersalah para pemilik dan petinggi kelima perusahaan itu. Satu diantaranya adalah Harvey Moeis.