Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari-hari Nabiel Makarim kini adalah hari-hari sibuk berbenah pindahan rumah. Sejak tidak lagi menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup era Megawati, dia menghabiskan waktu mengurus rumah barunya di kawasan Jakarta Selatan. Inilah rumah asri berpagar hitam yang telah lama ia idamkan untuk melewati hari-hari setelah lengser. "Rumah di Kalimalang saya tak kuat macetnya," kata dia mengeluhkan kemacetan menuju rumahnya di kompleks Billy Moon Kalimalang, Bekasi.
Boleh jadi, dengan kesibukan pindah rumah itu, Nabiel ingin jeda sejenak dari urusan pencemaran di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Apalagi, dua pekan lalu, dia harus menghadapi gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam)?dua lembaga swadaya masyarakat yang gencar mempersoalkan pencemaran di Buyat.
Gugatan itu berawal dari sebuah publikasi di situs Kementerian Lingkungan Hidup (www.menlh.go.id) pada 14 Oktober lalu. Di situ tertulis, berdasar hasil penelitian berjudul Analisis Data Kualitas Lingkungan di Teluk Buyat dan Teluk Totok yang dilakukan oleh tim teknis kasus Buyat, tidak terbukti terjadi pencemaran di Teluk Buyat.
Inilah kesimpulan yang mengejutkan. Sejak beberapa bulan sebelumnya, media gencar memberitakan bahwa Teluk Buyat tercemar merkuri dan arsen gara-gara aktivitas penambangan emas oleh PT Newmont Minahasa Raya. Dengan publikasi di situs KLH itu, semua tudingan seolah jadi mentah. Tak pelak, media internasional pun menyambar berita ini. Koran berwibawa Amerika, Washington Post, misalnya, menulis besar-besar: "Indonesian Study Finds Mining Firm Didn't Pollute Bay".
Justru inilah persoalannya. Anggota tim teknis yang terlibat dalam penelitian yang dikutip oleh situs KLH tadi terkejut setengah mati. Saat publikasi itu muncul, mereka merasa belum pernah memberikan kesimpulan bahwa Buyat tidak tercemar. "Ini skandal besar. Semua anggota tim teknis, termasuk pejabat dari KLH sendiri, kaget. Mengapa muncul di media bahwa tidak ada pencemaran di Buyat?" ujar Radja P. Siregar, salah satu anggota tim teknis.
Nabiel sendiri membantah telah memberikan pernyataan ke media. "(Yang keluar) itu bukan pernyataan. Itu hasil penelitian," katanya. Menurut Nabiel, hasil penelitian itu memang sengaja dibiarkan terbuka agar siapa pun yang mau bisa melihat. "Jadi open semuanya. Semua menteri dapat, Kapolri juga dapat," kata Nabiel saat itu.
Penjelasan Nabiel itu tak mengurungkan niat Walhi dan Jatam untuk menggugat. Gugatan telah mereka ajukan ke Mabes Polri tanggal 24 Oktober lalu. Chairul Syah, kuasa hukum Walhi dan Jatam, menuding Nabiel melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Tak hanya itu. Mereka juga menuduh Nabiel berbuat curang dengan menyiarkan informasi palsu seperti tertera dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman maksimal untuk pelanggaran pasal ini adalah hukuman empat tahun penjara.
Menurut Siti Maemunah, koordinator Jatam, informasi di situs KLH itu hanya berdasar sebagian data. "Jadi tidak mencerminkan kesimpulan seluruh data," kata dia. Sedangkan Radja Siregar dari Walhi menegaskan hasil analisis yang terdapat di situs KLH itu masih mentah. "Apalagi untuk dijadikan dasar menyatakan Newmont tak bersalah," katanya.
Ia mengingatkan, masih ada analisis-analisis tentang ikan dan kondisi biota laut (biodiversity). Dari analisis itu, akan diketahui apakah terjadi pencemaran logam berat pada warga Buyat. "Nah, hasil itu yang belum ada," tuturnya pekan lalu. Radja menyatakan hasil penelitian tim terpadu adalah yang paling lengkap. "Hasil itu akan memperlihatkan kondisi sesungguhnya, serta sumber yang mengakibatkan pencemaran," kata dia lagi.
Namun gugatan dua LSM itu tampaknya tak akan mulus. Kepada Tempo, Kepala Bagian Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung menyatakan, tak benar ada unsur pembohongan publik yang dilakukan oleh Nabiel. Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri, Brigjen (Pol.) Suharto, memastikan bahwa Nabiel belum berstatus tersangka. "Sementara masih saksi," katanya.
Polri sendiri sekarang memilih lebih berkonsentrasi mengusut kasus pencemaran di Buyat. Dalam kasus ini, polisi sudah menetapkan enam tersangka dari pihak Newmont. Mereka adalah Presiden Direktur Newmont Richard B. Ness, berikut lima bawahannya: David Sompie, Jerry Kojansow, Putra Wijayantri, William Bill Long, dan Phil Turner. "Kita selesaikan kasus yang ini dulu," kata Suharto lagi.
Jadi, untuk sementara, Nabiel masih bisa tenang mengurus kepindahan rumahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo