Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dari Sawangan Ke Cempaka

Seorang pejabat (direktur pembinaan program Dep. Dalam Negeri), Frans Mugama, dituduh memperkosa Ny. I skandar. suami korban mengadu kepada presiden dan beberapa menteri. (krim)

30 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SURAT pengaduan itu tak ubahnya petikan sebuah novel picisan: Ada seorang peiabat memperkosa familinya sendiri sampai tiga kali. Sebelumnya si korban secara diam-diam diberi obat perangsang. Tapi cerita menjadi serius, karena yang diadukan tak lain Frans Mugama, 55 tahun, direktur Pembinaan Program Departemen Dalam Negeri. Apalagi surat pengaduan itu, tidak tanggung-tanggung langsung ditujukan kepada Presiden RI, Menteri Dalam Negeri dan Irjen, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Negara Urusan Peranan Wanita! Masih ada lagi. Tembusan dikirim antara lain kepada Menteri Kehakiman, Jaksa Agung dan ketua Dharma Wanita. Semua direktur di Departemen Dalam Negeri dan para ketua Bappeda di ibukota provinsi, turut pula mendapat tembusan. "Kalau tidak begitu, mana ada tanggapan? Frans kan orang besar," kata Iskandar, 50 tahun, yang mengadukan perihal istrinya. Surat pengaduan di atas kertas bermeterai itu ia kirimkan tanggal 14 April lalu. Rupanya ia tak sabar menanti kelanjutan laporannya kepada polisi yang diberikan 2 April. Ceritanya bermula Oktober lalu, ketika Iskandar - lewat istrinya yang masih saudara satu nenek dengan Frans dan sama-sama berasal dari Sangir Talaud (Sul-Ut) minta tolong dicarikan pekerjaan. Kebetulan ketika itu 'Frans baru saja diangkat menjadi direktur. Sebagai veteran ABRI, dan mengaku bekas anggota DPR RI, Iskandar selama ini memang belum mempunyai pekerjaan yang mantap. Menjabat ketua PB Kesatuan Mahasiswa Islam (KMI), dan pernah ditahan 3 bulan karena urusan politik, ia kini mengajar di Universitas Mutaqien yang kurang dikenal. Istrinya, 42 tahun, yang bekerja di sebuah bank, tampaknya lebih berperan dalam menyelenggarakan rumah tangga dengan 6 anak itu. Frans, menurut surat pengaduan, menyuruh Iskandar segera membuat surat lamaran. Kebetulan kenalannya di Bappeda Padang, Sumatera Barat, menyanggupi menempatkan Iskandar di tempat yang "basah". Maka pada 17 Oktober 1982, hari Minggu, Nyonya Iskandar mengantarkan surat lamaran dimaksud kepada Frans, yang menantinya di restoran Jayakarta di Kebayoran Baru. "Saya sedang rapat sama orang Bappenas," begitu konon jawaban Frans, ketika Nyonya Iskandar bertanya, mengapa surat lamaran mesti diantarkan ke restoran dan bukan ke rumahnya di Cilandak. Setelah makanan terhidang, begitu pengakuan ibu berparas lumayan dan berkulit sawo matang itu, ia disuruh merapikan rambut dan mencuci muka ke kamar kecil. Selesai makan, begitu cerita Nyonya Iskandar, "badan saya terasa panas, melayang, dan kepala pusing sekali." Frans membimbingnya ke mobil. Di dalam mobil ia merasakan ada dorongan seks yang kuat sekali dan membuatnya lupa diri. Dan tahu-tahu mobil memasuki halaman Motel Pondok Sawangan. "Kita senang-senang sebentar. Saya sudah lama menguber dan mencintaimu," begitu jawab Frans ketika Nyonya Iskandar sempat memprotes. Lalu apa yang terJadi bisa diduga .... Kejadian yang serupa, terjadi lagi sekitar sebulan kemudian, di Motel Sawangan itu juga. Meski Nyonya Iskandar mulai curiga: Frans telah merangsang birahinya dengan suatu obat. Namun ibu itu tak berani melaporkan kejadian itu kepada suaminya. Baru ketika "perkosaan" ketiga, 10 Januari lalu di Hotel Cempaka, ia tak tahan lagi. "Semalaman saya tak bisa tidur, lalu sembahyang tahaJud," katanya. Setelah itu ia seperti melihat ibunya - yang sudah almarhumah - dan menasihatinya agar berterus terang kepada suami. Subuh keesokan harinya, sambil menangis dan mencium kaki suami, ia menceritakan semua yang dialaminya. "Sungguh, ini cobaan yang amat berat," kata Iskandar. Ia pernah hampir mengusir istrinya dan meminta "pertanggungjawaban" Frans. Betulkah semua cerita di atas? "Itu fitnah," kata Frans Mugama tanpa emosi. Ia juga membantah punya hubungan keluarga dengan Nyonya Iskandar "hanya samasama berasal dari satu pulau," katanya. Ia menduga, segalanya telah ada yang mengatur sejak awal. "Maklum, Iskandar sudah 12 tahun menganggur," katanya lagi. Ia tak mau bicara berpanJang-panJang soal itu, kecuali mengatakan, "kebenaran tak akan bisa ditutupi." Sementara pihak meragukan terjadinya "pemerkosaan" itu. "Kalau diperkosa, bagaimanapun kejadiannya, masa sampai tiga kali?" kata sebuah sumber di kepolisian Apalagi setiap habis "diperkosa", menuru Nyonya Iskandar, "dengan amat terpaksa' ia menerima sejumlah uang: Rp 50 ribu, RF 25 ribu dan yang terakhir Rp 20 ribu. Karena dikabarkan di luaran bahwa ia memeras Frans--pernah minta Rp 17 juta sebagai uang "ganti rugi" - Iskandar membuat laporan ke alamat Presiden. Dan Frans ternyata tidak pernah ditahan sehubungan dengan kasu itu. Ia tetaF masuk kantor di lantai 8 Departemen Dalam Negeri. "Kasusnya saja belum jelas bagaimana mungkin ia ditahan?" kata sebuah sumber di kepolisian Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus