Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dendam kesumat Sersan Sampak

Sersan edy sampak merampok uang gaji pegawai kodim cianjur sebesar rp 21 juta. petugas yang membawa uang gaji tersebut dengan kendaraan umum dari sukabumi di perjalanan ditembak. tgl 28 agt'79, ia tertangkap.(krim)

8 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA desa di Cianjur, Jawa Barat, seperti terguncang. Penduduk membantu satuan tentara mengubak pelosok perkampungan, melingkari perbukitan, memeriksa setiap semak dan persawahan serta menyusuri kali-kali kecil. Setiap kendaraan yang melalui jalan raya antara Cianjur-Bandung, sejak 20 Agustus lalu, dicegat dan diperiksa dengan teliti. Beberapa orang berpakaian preman, tapi dari balik bajunya menonjol laras pistol, kelihatan di setiap warung nasi. Setelah seminggu bergerak, pagar betis tentara dan penduduk desa mengurung tepi selokan Kali Cigintung. Di situlah, 28 Agustus lalu, semuanya berakhir: Sersan Edy Sampak menyerah. Mengetahui buronan telah tertangkap segera berbondong-bondong penduduk menyerbu markas Kodim (distrik militer) Cianjur -- padahal Edy Sampak, orang yang mereka cari-cari dengan penuh kebencian, telah ada di Korem (resort militer) Bogor. Terpaksa petugas menghalau orang-orang itu dengan semprotan air dari dua mobil pemadam kebakaran. Rakyat menyerah. Tapi mereka belum melupakan Edy Sampak dengan kekejamannya. Odjeng Tertangkap Juru bayar Kodim Cianjur, Serma (sersan mayor) Sutardjat, bersama Kopral Sumpena dan pegawai sipil Djudjun dan Daeng Rusyana, 20 Agustus pagi lalu bertugas mengambil gaji pegawai ke Sukabumi. Siangnya, dengan menggembol uang gaji dan uang ketupat lebaran sebesar Rp 21 juta lebih, petugas Kodim tersebut kembali ke Cianjur hanya dengan kendaraan umum. Tepat di pintu keluar Kota Sukabumi kendaraan yang mereka tumpangi, sebuah bis mini Colt No. D-5791-G yang dikemudikan Iding, dicegat Sersan Edy Sampak yang dengan pakaian seragamnya tak mencurigakan bila ia menyandang senapan Karl Gustaf. Ia kemudian naik bersama seorang temannya -- belakangan diketahui bernama Odjeng. Susunan penumpang menjadi seperti berikut: di depan Iding duduk bersama Djudjun dan dua orang penumpang lain yang tidak dikenal. Di tengah duduk Kopral Sumpena, Serma Sutardjat, Daeng Rusyana, dua orang anak dan pembantu sopir Sugandi. Di belakang, Edy Sampak duduk bersama Odjeng dan dua orang penumpang lain. Di tengah perjalanan, persis di belokan Desa Gekbrong, Edy Sampak minta agar sopir membelokkan kendaraannya menuju arah Desa Kebonpeuteuy. Dia bilang hendak mengambil kambing untuk keperluan lebaran. Tapi belum jauh dari belokan, sebelum jembatan Cibeleng, yaitu sekitar pukul 13.30, tiba-tiba Edy mengokang senjatanya dan langsung memberondong seluruh penumpang. Setelah merampas uang gaji dan ketupat pegawai dari petugas Kodim, sebelum kabur, Edy Sampak dan Odjeng masih membakar bis mini yang masih penuh penumpang yang sudah tak berdaya itu. Empat orang terbakar dan mati seketika. Yaitu, Sutardjat, Daeng Rusyana, Djudjun dan seorang penumpang yang tak dikenal namanya. Agak jauh dari kendaraan yang terbakar, sekitar 100 meter, seseorang tergeletak mati tanpa luka terbakar. Kopral Sumpena, Iding dan dua orang penumpang lain yang luka berat masih selamat. Tapi Sugandi (kernet) tewas di rumahsakit: Dibantu segenap penduduk, yang rupanya sudah lama mengenal kekejaman Edy Sampak ketika sersan ini masih menjadi Babinsa (Bintara Pembina Desa), tentara Cianjur bersama satuan dari Sukabumi dan Bandung melakukan pengejaran sekitar Gunung Gede. Hampirhampit tak ada tempat bersembunyi bagi Edy dan Odjeng. Gerak-geriknya tak lepas dari mata penduduk yang selalu melaporkannya kepada pengejarnya. Edy berusaha menyelinap ke beberapa desa, seperti di Cirumput, Cibarek atau ke Kampung Karangnunggal. Tapi penduduk tak dapat menerimanya. Sedangkan temannya, Odjeng, yang disuruhnya turun gunung mencari makanan ternyata tak kembali -- karena segera tertangkap. Dari Odjeng, yang tertangkap di Desa Nagrak pada 24 Agustus, petugas dapat merampas uang Rp 734 ribu lebih dari sebuah ransel yang digembolnya. Sedangkan sehari sebelumnya, berkat laporan seorang penduduk, uang "titipan" Odjeng sebesar Rp 282 ribu untuk Koramil (rayon militer) Cugenang dapat dipotong. Dan dari pengakuan Odjeng sendiri, di Kampung Karangtengah di Desa Nagrak, petugas dapat menemukan uang lebih dari Rp 1,3 juta di tengah sawah. Pengejaran terhadap Edy Sampak terus dilakukan sekitar dataran Gunung Andir. Di Pasirdatarwaru jejak buronan ini tercium oleh anjing pelacak. Di suatu jalan setapak, di antara dua bukit, Edy terjebak seregu pasukan pengejarnya. Dla melawan dan memulai membuka tembakan. Dalam kontak senjata tersebut jari kelingking kaki kanan dan pantat kiri Edy cidera. Petugas menghentikan tembakan ketika tiba-tiba Edy berteriak: "Saya tertembak . . . menyerah . . . ! " Dia minta agar seseorang yang bukan anggota tentara, menjemput senjatanya. Seorang penduduk Karangnunggal, Kosasih, menyediakan dirinya sebagai sukarelawan. Tapi, belum lagi ia dekat benar, Edy yang rupanya sengaja hendak menipu pengearnya segera menembaknya. Kosasih cidera sekitar perut dan pahanya. Sekali lagi Edy berhasil lolos. Pengejarnya hanya memperoleh sebuah bungkusan plastik berisi sikat gigi, odol, sendal jepit, batu baterai dan uang Rp 12 juta lebih. Sesungguhnya Edy masih tak jauh dari sana. Dia hanya menjauh sekitar 60 meter dari tempat dia tertembak. Dia menimbuni dirinya dengan daun-daunan dan tetap tinggal di sana selama dua hari. Edy tertembak hari Minggu pagi. Selasa sore berikutnya seorang penduduk melaporkan dia berada di sebuah rumah di Pasir Bungur. Petugas Kodim Sukabumi, Serma Wahyudin, berusaha meringkusnya dengan serentetan tembakan. Tapi Edy Sampak masih dapat lolos. Tapi laporan berikutnya dari seorang tukang rumput yang ketakutan ketika dimintai tolong oleh Edy untuk membeli nasi, dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh petugas. Satu peleton tentara mengepung Desa Cigintung. Dan akhirnya, setelah lebih seminggu berkejar-kejaran, Serma Sain dapat menyergap Edy-yang keadaannya sudah sangat lemah oleh luka-luka membusuk di jari kaki dan pantatnya -- tanpa perlawanan. Dari padanya diperoleh uang Rp 3,750 juta, jimat, kartu tanda anggota tentara, catatan harian, buku saku dan guntingan surat kabar tentang perampokan gaji guru di Bandung baru-baru ini. Senjatanya, sepucuk Karl Gustaf ditemukan belakangan tertanam di sekitar ia tertembak. Sedangkan dari sanasini, termasuk dari mertua isteri mudanya, akhirnya petugas berhasil mengumpulkan uang eks rampokan lebih dari Rp 20 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus