BEBERAPA desa di Cianjur, Jawa Barat, seperti terguncang.
Penduduk membantu satuan tentara mengubak pelosok perkampungan,
melingkari perbukitan, memeriksa setiap semak dan persawahan
serta menyusuri kali-kali kecil.
Setiap kendaraan yang melalui jalan raya antara Cianjur-Bandung,
sejak 20 Agustus lalu, dicegat dan diperiksa dengan teliti.
Beberapa orang berpakaian preman, tapi dari balik bajunya
menonjol laras pistol, kelihatan di setiap warung nasi.
Setelah seminggu bergerak, pagar betis tentara dan penduduk desa
mengurung tepi selokan Kali Cigintung. Di situlah, 28 Agustus
lalu, semuanya berakhir: Sersan Edy Sampak menyerah.
Mengetahui buronan telah tertangkap segera berbondong-bondong
penduduk menyerbu markas Kodim (distrik militer) Cianjur --
padahal Edy Sampak, orang yang mereka cari-cari dengan penuh
kebencian, telah ada di Korem (resort militer) Bogor. Terpaksa
petugas menghalau orang-orang itu dengan semprotan air dari dua
mobil pemadam kebakaran. Rakyat menyerah. Tapi mereka belum
melupakan Edy Sampak dengan kekejamannya.
Odjeng Tertangkap
Juru bayar Kodim Cianjur, Serma (sersan mayor) Sutardjat,
bersama Kopral Sumpena dan pegawai sipil Djudjun dan Daeng
Rusyana, 20 Agustus pagi lalu bertugas mengambil gaji pegawai ke
Sukabumi. Siangnya, dengan menggembol uang gaji dan uang ketupat
lebaran sebesar Rp 21 juta lebih, petugas Kodim tersebut kembali
ke Cianjur hanya dengan kendaraan umum.
Tepat di pintu keluar Kota Sukabumi kendaraan yang mereka
tumpangi, sebuah bis mini Colt No. D-5791-G yang dikemudikan
Iding, dicegat Sersan Edy Sampak yang dengan pakaian seragamnya
tak mencurigakan bila ia menyandang senapan Karl Gustaf. Ia
kemudian naik bersama seorang temannya -- belakangan diketahui
bernama Odjeng. Susunan penumpang menjadi seperti berikut: di
depan Iding duduk bersama Djudjun dan dua orang penumpang lain
yang tidak dikenal. Di tengah duduk Kopral Sumpena, Serma
Sutardjat, Daeng Rusyana, dua orang anak dan pembantu sopir
Sugandi. Di belakang, Edy Sampak duduk bersama Odjeng dan dua
orang penumpang lain.
Di tengah perjalanan, persis di belokan Desa Gekbrong, Edy
Sampak minta agar sopir membelokkan kendaraannya menuju arah
Desa Kebonpeuteuy. Dia bilang hendak mengambil kambing untuk
keperluan lebaran. Tapi belum jauh dari belokan, sebelum
jembatan Cibeleng, yaitu sekitar pukul 13.30, tiba-tiba Edy
mengokang senjatanya dan langsung memberondong seluruh
penumpang. Setelah merampas uang gaji dan ketupat pegawai dari
petugas Kodim, sebelum kabur, Edy Sampak dan Odjeng masih
membakar bis mini yang masih penuh penumpang yang sudah tak
berdaya itu.
Empat orang terbakar dan mati seketika. Yaitu, Sutardjat, Daeng
Rusyana, Djudjun dan seorang penumpang yang tak dikenal namanya.
Agak jauh dari kendaraan yang terbakar, sekitar 100 meter,
seseorang tergeletak mati tanpa luka terbakar. Kopral Sumpena,
Iding dan dua orang penumpang lain yang luka berat masih
selamat. Tapi Sugandi (kernet) tewas di rumahsakit:
Dibantu segenap penduduk, yang rupanya sudah lama mengenal
kekejaman Edy Sampak ketika sersan ini masih menjadi Babinsa
(Bintara Pembina Desa), tentara Cianjur bersama satuan dari
Sukabumi dan Bandung melakukan pengejaran sekitar Gunung Gede.
Hampirhampit tak ada tempat bersembunyi bagi Edy dan Odjeng.
Gerak-geriknya tak lepas dari mata penduduk yang selalu
melaporkannya kepada pengejarnya.
Edy berusaha menyelinap ke beberapa desa, seperti di Cirumput,
Cibarek atau ke Kampung Karangnunggal. Tapi penduduk tak dapat
menerimanya. Sedangkan temannya, Odjeng, yang disuruhnya turun
gunung mencari makanan ternyata tak kembali -- karena segera
tertangkap.
Dari Odjeng, yang tertangkap di Desa Nagrak pada 24 Agustus,
petugas dapat merampas uang Rp 734 ribu lebih dari sebuah ransel
yang digembolnya. Sedangkan sehari sebelumnya, berkat laporan
seorang penduduk, uang "titipan" Odjeng sebesar Rp 282 ribu
untuk Koramil (rayon militer) Cugenang dapat dipotong. Dan dari
pengakuan Odjeng sendiri, di Kampung Karangtengah di Desa
Nagrak, petugas dapat menemukan uang lebih dari Rp 1,3 juta di
tengah sawah.
Pengejaran terhadap Edy Sampak terus dilakukan sekitar dataran
Gunung Andir. Di Pasirdatarwaru jejak buronan ini tercium oleh
anjing pelacak. Di suatu jalan setapak, di antara dua bukit, Edy
terjebak seregu pasukan pengejarnya. Dla melawan dan memulai
membuka tembakan. Dalam kontak senjata tersebut jari kelingking
kaki kanan dan pantat kiri Edy cidera.
Petugas menghentikan tembakan ketika tiba-tiba Edy berteriak:
"Saya tertembak . . . menyerah . . . ! " Dia minta agar
seseorang yang bukan anggota tentara, menjemput senjatanya.
Seorang penduduk Karangnunggal, Kosasih, menyediakan dirinya
sebagai sukarelawan. Tapi, belum lagi ia dekat benar, Edy yang
rupanya sengaja hendak menipu pengearnya segera menembaknya.
Kosasih cidera sekitar perut dan pahanya.
Sekali lagi Edy berhasil lolos. Pengejarnya hanya memperoleh
sebuah bungkusan plastik berisi sikat gigi, odol, sendal jepit,
batu baterai dan uang Rp 12 juta lebih. Sesungguhnya Edy masih
tak jauh dari sana. Dia hanya menjauh sekitar 60 meter dari
tempat dia tertembak. Dia menimbuni dirinya dengan daun-daunan
dan tetap tinggal di sana selama dua hari.
Edy tertembak hari Minggu pagi. Selasa sore berikutnya seorang
penduduk melaporkan dia berada di sebuah rumah di Pasir Bungur.
Petugas Kodim Sukabumi, Serma Wahyudin, berusaha meringkusnya
dengan serentetan tembakan. Tapi Edy Sampak masih dapat lolos.
Tapi laporan berikutnya dari seorang tukang rumput yang
ketakutan ketika dimintai tolong oleh Edy untuk membeli nasi,
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh petugas. Satu peleton tentara
mengepung Desa Cigintung. Dan akhirnya, setelah lebih seminggu
berkejar-kejaran, Serma Sain dapat menyergap Edy-yang keadaannya
sudah sangat lemah oleh luka-luka membusuk di jari kaki dan
pantatnya -- tanpa perlawanan.
Dari padanya diperoleh uang Rp 3,750 juta, jimat, kartu tanda
anggota tentara, catatan harian, buku saku dan guntingan surat
kabar tentang perampokan gaji guru di Bandung baru-baru ini.
Senjatanya, sepucuk Karl Gustaf ditemukan belakangan tertanam di
sekitar ia tertembak. Sedangkan dari sanasini, termasuk dari
mertua isteri mudanya, akhirnya petugas berhasil mengumpulkan
uang eks rampokan lebih dari Rp 20 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini