Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus vonis lepas kepada dua penembak Laskar FPI berdasarkan pertimbangan pembenaran dan pemaafan. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menuntut 6 tahun penjara kepada Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M Yusmin Ohorella.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan Angka 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981, vonis lepas merupakan vonis yang diberikan oleh hakim apabila terdakwa terbukti melakukan perbuatannya, tetapi tidak diberi hukuman karena perbuatannya tidak termasuk perbuatan pidana atau alasan pemaaf.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada kasus ini, dalam pertimbangannya, hakim menjelaskan bahwa terdapat tindakan pembenaran yang menghapus perbuatan melawan hukum yang dilakukan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin.
Tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh kedua polisi ini adalah merampas nyawa orang lain dengan cara melakukan penembakan laskar FPI di mobil Xenia milik pada 7 Desember 2020. Perbuatan pidana itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP, masuk dalam penjarakan primer.
Atas tuduhan itu, majelis hakim berpendapat kedua aparat ini tidak bersalah dalam dakwaan primer walaupun dakwaan tersebut telah terbukti. Walau dakwaan primer tersebut telah terbukti, tetapi perbuatan tersebut merupakan upaya membela diri.
Dengan demikian, kedua polisi tersebut tidak dapat dihukum, sehingga telah dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Selain itu, hakim juga menimbang perbuatan dari Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M Yusmin Ohorella adalah dalam rangka membela diri karena anggota FPI menyerang dan melakukan perlawanan.
Sementara itu, alasan pemaaf dapat dirujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni:
- Pelaku sakit jiwa (Pasal 44 KUHP);
- Pelaku melakukan dugaan tindak pidana karena dipaksa pihak lain (Pasal 48 KUHP);
- Pelaku belum dewasa atau anak-anak (Pasal 45 KUHP);
- Pembelaan diri karena terpaksa, serangannya melebihi kemampuan (Pasal 49 KUHP);
- Melakukan perbuatan pidana karena melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP);
- Melaksanakan ketentuan UU (Pasal 50 KUHP).
Kasus ini berawal ketika Polda Metro Jaya memerintahkan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin untuk membuntuti mobil milik petinggi FPI Rizieq Shihab. Pengejaran itu, menurut versi polisi, berakhir dengan baku tembak yang terjadi di Jalan Simpang Susun Karawang Barat, Jawa Barat pada Senin dini hari, 7 Desember 2020.
Dua anggota laskar FPI Faiz Ahmad Syukur, 22 tahun, dan Andi Oktiawan, 33 tahun, tewas pada insiden saat itu. Sementara, empat anggota FPI lainnya tewas setelah insiden baku tembak berakhir, di antaranya Muhammad Reza, 20 tahun; Ahmad Sofyan alias Ambon, 26 tahun; Luthfi Hakim, 25 tahun; dan Muhammad Suci Khadavi, 21 tahun.
Sebelum dinyatakan tewas, saksi mata di sekitar Jalan Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50 mengaku melihat keenam anggota tersebut masih hidup.
Salah satu saksi yang ditanyai oleh Koran Tempo mengaku sempat berusaha mendekati mobil Chevrolet yang dikendarai anggota FPI saat mobilnya tiba-tiba berhenti. Namun, saksi tersebut dihalau oleh polisi dan polisi berkata sedang menangani teroris.
Saksi juga mengaku melihat beberapa pria keluar dari mobil Chevrolet dan polisi meminta warga untuk tiarap. “Saya berani bersumpah mereka masih hidup saat itu,” ujar saksi yang juga melihat polisi mengeluarkan senjata tajam.
Lebih jauh mengenai kasus KM 50, silakan saksikan film dokumenter di YouTube Kilometer 50 Tempodotco. Klik di sini untuk masuk ke YouTube Tempodotco: https://www.youtube.com/watch?v=KzLIIDyAX9U
MUHAMMAD SYAIFULLOH
Baca : Jaksa Ajukan Kasasi atas Vonis Lepas Dua Penembak Laskar FPI
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.