Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pers mendesak Mabes Polri untuk segera mengusut tuntas kasus teror terhadap Tempo. Direktur LBH Pers Mustafa Layong menyebut serangan ini bukan kejadian pertama dan terjadi secara sistematis, mencerminkan impunitas terhadap pelaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LBH Pers bersama Tempo, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) telah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri pada Jumat, 21 Maret 2024, sehari setelah ditemukan paket kepala babi di depan kantor Tempo. Namun, hingga kini belum ada panggilan resmi untuk klarifikasi atau Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami berharap Mabes Polri mengambil langkah tegas dan tidak kembali dipermalukan oleh pelaku yang hingga saat ini masih bebas berkeliaran," ujar Mustafa dalam konferensi pers yang digelar daring pada Ahad, 23 Maret 2025.
Sebab, kata dia, serangan terhadap Tempo terjadi berulang kali dan memiliki pola yang jelas. Sebelumnya, pada September dan Agustus 2024, perusakan mobil oleh orang tak dikenal dialami oleh jurnalis dan host Bocor Alus Politik Tempo, Hussein Abri Dongoran. Namun, hingga kini belum ada perkembangan signifikan menyoal laporan tersebut.
Mustafa juga menyoroti respons kepolisian yang belum menunjukkan keseriusan dalam menangani kasus ini. Ia menuturkan saat belasan aparat gabungan dari Polda Metro Jaya dan Mabes Polri mendatangi kantor Tempo, mereka tidak membawa surat tugas. Aparat, kata Mustafa, hanya meminta keterangan saksi dan memeriksa barang bukti kepala babi serta enam ekor tikus yang telah dipenggal.
Dalam laporan ke Mabes Polri, LBH Pers menekankan serangan ini bukan sekadar ancaman terhadap Tempo, tapi juga terhadap kebebasan pers secara umum. Mustafa menilai tindakan teror ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak jurnalis yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ia menyebut, UU Pers jelas memerintahkan negara untuk memberikan perlindungan hukum kepada setiap jurnalis dalam menjalankan tugasnya. "Tapi yang terjadi, serangan kedua justru terjadi setelah Tempo melapor ke Mabes Polri. Ini seperti menunjukkan bahwa pelaku tidak takut terhadap ancaman hukum."
LBH Pers juga mendorong kepolisian untuk menerapkan Pasal 18 Ayat 1 UU Pers yang melarang tindakan penghalangan kerja jurnalistik. Selain itu, mereka menuntut penerapan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan melawan hukum dengan ancaman kekerasan yang memaksa seseorang untuk tidak melakukan sesuatu.
Selain itu, kata Mustafa, pemerintah juga harus mengambil sikap tegas terhadap serangan ini. Ia menilai respons pemerintah justru cenderung meremehkan ancaman terhadap jurnalis dan mengabaikan keselamatan mereka.
Bahkan, di hari yang sama dengan pengiriman paket kepala babi, ada demonstrasi yang menuntut Bocor Alus Politik dihentikan. Ada juga disinformasi digital yang menuduh segmen ini sebagai bagian dari program disintegrasi bangsa
Mustafa mengungkapkan bahwa kepolisian telah menyampaikan secara lisan bahwa pemeriksaan awal akan dilakukan pekan depan. Namun, hingga kini, mereka belum menerima informasi resmi mengenai jadwal dan prosedurnya.
"Kepolisian harus membuktikan motif di balik serangan ini—apakah terkait dengan pemberitaan kritis Tempo atau ada alasan lain," ucap Mustafa.
Pilihan Editor: Teror Kepala Babi dan Tikus yang Terpenggal