LAMPU-LAMPU padam ketika pesawat terakhir mendarat dan mematikan mesinnya. Dalam gelap, seorang wanita berkulit putih menuruni tangga paling akhir, diikuti seorang lelaki. Sebuah mobil ambulans, yang sedari mula menunggu, bergerak memapaknya. Lalu mobil itu melaju pergi. Itu terjadi Jumat lalu di Polonia, Medan ketika Airbus Garuda baru tiba dari Jakarta. Wanita itu, Dewi, 31, kadang memakai nama Susana atau Liem Lie Jin, dulu kasir maskapai penerbangan Singapura (SIA) Medan. Diantar petugas, kini dia harus mempertanggungjawabkan uang Rp 5,4 milyar milik SIA. Nama Dewi mendadak terkenal dua tahun lalu, ketika ia tidak menyetor sebagian uang penjualan tiket, atau ongkos cargo, ke kantor pusat di Singapura. Sudah empat kali kantor pusat memeriksa pembukuannya. Tapi, "Anehnya, hasilnya mulus dan tak ditemukan kelainan," ucap petugas Polda Sum-Ut. Baru, setelah kedua pemeriksa itu minta berhenti dari perusahaan, penggantinya menemukan belang itu. Setelah tahu adanya penyimpangan, 21 Maret 1983, manajer SIA Medan, Wilson Tan, minta pertanggungjawaban Dewi. 26 Maret, Dewi permisi tak masuk kantor. Tan mengizinkan, menyangka Dewi membereskan soal duit. 28 Maret, seorang wanita berkulit putih tampak di pelabuhan udara Polonia. Orang yang melihatnya, belakangan, mengenal bahwa wanita itu Dewi, setelah polisi sibuk mencarinya. Dua hari setelah keberangkatan Dewi meninggalkan Medan, SIA baru melapor. Ini mengesalkan polisi. "Bila cepat mengadu, setidaknya bisa dimata-matai," tutur petugas. Nyatanya, tidak. Kehilangan jejak, SIA malah menawarkan hadiah Rp 100 juta - melalui iklan bagi siapa yang menangkap Dewi. Ada yang menduga dia lari ke luar negeri. Kalau ya, pasti ke negeri tropis. "Dia alergi hawa dingin," kata sumber TEMPO. Ternyata, dia tak meninggalkan negeri ini. "Menurut informasi Laksusda Sum-Ut, dia ada di Jakarta," kata Letkol M. Husin Nawawi, Humas Kodam Jaya, dan ternyata benar. Selain menanamkan uangnya pada restoran Sabang Merauke di Cecil Street, Singapura, Dewi mengontrak rumah Rp 10 juta per tahun di Jalan Niaga Hijau, Pondok Indah, Jakarta. Pembantu dan sopirnya bergaji lebih besar dari biasanya. "Setiap saya mengantar Merry selalu ke tempat shopping . . . ya ke Ratu Piaza, Gajah Mada, Aldiron, Melawai, atau lainnya," kata Nurohim, sopirnya. Merry sudah tentu nama samaran Dewi. Kini Sanjaya, pacarnya, ikut ditangkap. Yang lain, Denny, direktur biro perjalanan Satsaco, Medan, menghilang. "Banyak orang yang terlibat kasus itu mabur," kata Letkol Tarzan Tampubolon, kepala Satserse Polda Sum-Ut. Tentang hadiah Rp 100 juta? Tidak ada. "Itu hanya berlaku dulu," kata manajer SIA Medan. Tak lama Dewi mengenyam hasil. Ketika Dewi baru usai mencuci dan memotong rambut, dan tengah meluncur di dekat lapangan golf Pondok Indah, sedan Toyota Crown cokelat memotong laju mobilnya. Berhenti. Dua orang lelaki turun, dan menyodorkan pengenal: Laksusda. Cerita berikutnya bergantung pada kecap bibir Dewi nanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini