Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Di balik kaca mata hitam

Robert howard, psikiater rs maudsley, london dan roland valeri meneliti pemakai kaca mata hitam. mereka yang mengenakan kaca mata hitam cenderung menunjukkan gelagat depresi.

25 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Isyarat jiwa yang kurang beres. Penelitian di Inggris nengejutkan. INI mungkin kabar baru. Sudah lama kaca mata hitam dianggap cuma pernik kaum hip, mereka yang terkenal dan yang ingin beken. Namun, sebuah studi di Inggris melaporkan bahwa kaca mata hitam merupakan ciri anggota kelompok lain lagi: pengidap gangguan emosi. Dan lebih parah, mereka yang mengenakan kaca mata hitam dicap menyimpan kepribadian abnormal. Dr. Robert Howard, psikiater di Rumah Sakit Maudsley, London, dan Dr. Roland Valori dari Rumah Sakit Middlesex British, melakukan uji coba terhadap anggapan luas di kalangan orang Inggris itu. Penelitian dilakukan terhadap 20 pemakai kaca mata hitam, dan 20 lainnya yang tidak memakainya. "Yang kami teliti bukan hanya kaum muda atau mereka yang sadar mode," kata Howard, "tapi juga para ibu berusia lanjut yang punya keluhan sakit di dada, dan suka mengenakan kaca mata warna di tempat tidur." Hasilnya mengejutkan. Yakni, mereka yang mengenakan kaca mata hitam cenderung menunjukkan gelagat depresi, anxiety atau cemas berlebihan, fobia (ketakutan tak wajar), hypochondria, waswas tak berkeruncingan hingga merasa kena penyakit gawat, dan psychosis -- gangguan jiwa. Sekeranjang julukan seram ciri sekitar keadaan jiwa itu tak terdapat pada mereka yang tidak mengenakan kaca mata hitam. Kaca mata hitam sebagai petunjuk konflik kepribadian -- ingin sembunyi dan pada saat bersamaan seperti kacang direbus satu -- juga dikemukakan Patrick Trevor-Roper, ahli mata di Inggris. "Ada perasaan ringkih dalam diri mereka. Dan dengan memakai kaca mata hitam, di bawah sadarnya berharap dapat melindungi dirinya dari dunia," katanya. Para peneliti itu menaruh harapan bahwa studinya kelak dapat menjadi pegangan untuk ahli jiwa mengidentifikasi pasiennya yang mungkin tengah dilanda gangguan psikologis. Lalu, majalah American Health edisi Mei ini mempertanyakan, apakah corak teori di Inggris itu berlaku pula untuk orang Amerika. "Tidak syak lagi, faktor kepribadian ada kaitannya pada orang tertentu yang mengenakan kaca mata hitam," ujar Dr. Michael Terman, Direktur Lembaga Kejiwaan Negara Bagian New York, di New York City. Kaca mata hitam merupakan ekspresi suatu pelarian, dan ingin mengurangi interaksi yang bergantung pada kontak mata. Menarik diri dari pergaulan sosial adalah simtom dari depresi. "Jadi, mendadak pakai kaca mata hitam, itu tanda ia dilanda depresi," tambah Terman. Sebaliknya, memakai kaca mata hitam juga bisa mengakibatkan mood (suasana batin) terganggu. Pernik warna-warni sebagai hiasan mata bukan sekadar gelagat mode. Tapi benarkah perilaku ini secara universal bisa bermakna serupa: ada yang tak beres dalam jiwa pemakainya? "Saya kurang yakin memakai kaca mata hitam menunjukkan gangguan emosi. Apalagi sampel penelitian di Inggris itu cuma 20 orang," ujar Dr. Dadang Hawari, psikiater dari Universitas Indonesia, Jakarta. Selama ini, Dadang belum pernah mendengar bahwa orang berkaca mata hitam cenderung punya gangguan kepribadian. Sebab, lazimnya ciri kepribadian bisa dibaca dari cara orang berpakaian. Jadi, ia lebih setuju jika warna atau style kaca matanya yang dikaitkan dengan kepribadian. Soal hubungan dengan gangguan emosional, itu masih harus diuji lagi. Mengenakan kaca mata hitam di malam hari, di dalam ruangan, atau bahkan di kala tidur, itu baru perlu dicurigai apakah ia sakit secara emosi. Petunjuk tentang emosi yang sakit, bila orang tidak mampu berfungsi wajar dalam kehidupannya sehari-hari. Misalnya, seorang suami apakah masih berfungsi sebagai suami -- bertanggung jawab dan sayang keluarga. Meski masih sangsi terhadap keabsahan penelitian tadi, Dadang toh tertarik. Mungkin itu bisa dipakai para psikiater untuk terapi lebih lanjut. "Tapi itu bukan diagnosa," ujar doktor jiwa itu kepada Sugrahetty Dyan dari TEMPO. Sebab, boleh jadi orang sadar punya problem, namun sulit diungkapkan, sedangkan orang lain tidak tahu: ia sebenarnya punya problem. Lalu tanpa sadar, ia mengompensasikannya dengan memakai kaca mata hitam. Itu bukanlah mustahil. Tetapi Dadang menyatakan belum pernah punya pengalaman semacam itu. "Nanti, barangkali saya akan mengamati pasien saya," katanya. Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus