Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Di dasar iri dan kecemburuan

Kini kecemburuan dan perasaan iri kembali jadi obyek penelitian para psikolog. hasil penelitian menunjukkan cemburu dan iri itu berakar pada dasar perasaan yang sama. keduanya sulit dibedakan.

31 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CEMBURU bukan pertanda cinta, seperti kata pepatah. Tapi, cinta diri. Sigmund Freud, perintis psikologi modern, menyebutnya sebagai "luka narcissistis". Narcissisme kelainan jiwa, cinta diri berlebihan. Maka, sudah lama ilmu jiwa mencurigai kecemburuan sebagai gangguan emosi yang negatif. Sementara kita masih saja menyangkanya nuansa asmara yang cuma kadang-kadang menjadi picu keruntuhan cinta. Belakangan ini, kecemburuan dan perasaan iri kembali dijadikan obyek penelitian para psikolog. Kini, cemburu dan iri melahirkan tindakan kekerasan yang makin mengerikan. Dalam masyarakat kita, hingga kini masih saja muncul berita yang mengikhwalkan kekejian di lingkungan keluarga akibat rasa cemburu. Pembunuhan pasangan dengan memotong-motong mayatnya, pembantaian anak-anak, bahkan cucunya. Kenapa ini terjadi? "Salah satu potensi dalam melahirkan kekejian adalah rasa cemburu," ungkap Dr. Peter Solvey dalam bukunya The Psychology of Jealousy and Envy yang dipublikasikan belum lama ini. Ahli jiwa dari Yale University, Amerika Serikat, ini satu di antara sejumlah ahli yang melontarkan pandangan dan pemahaman baru tentang perasaan iri dan cemburu. "Kecemburuan dan iri sebagai term bahasa punya perbedaan pengertian," tulis Solvey. Kecemburuan, jealousy, menurut pengertian umum, reaksi kepada pihak ketiga yang mengancam suatu hubungan romantik. Sedangkan perasaan iri (envy) lahir bila seseorang menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain. Namun kenyataannya, menurut Solvey, kedua perasaan itu sulit dibedakan. Dan penggunaan termnya juga sering dikacaukan. Penelitian Solvey selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa cemburu dan iri itu berakal pada dasar perasaan yang sama. Dalam pandangannya, iri dan cemburu muncul apabila dambaan, kebanggaan seseorang terganggu. Dari keadaan ini bangkit rasa terdesak dan perasaan kehilangan harga diri yang berakhir dengan rasa terancam. Dambaan, menurut Solvey, lebih utama daripada ancaman pihak ketiga atau dorongan ingin menguasai milik orang lain. Kenyataan ini mengubah pengertian cemburu dan iri yang berlaku dalam bahasa apa pun. Teori baru yang digariskan Solvey itu sedikit banyak tergambar pada film Fatal Attraction. Sebuah kebetulan ini menunjukkan kecermatan pengamatan pengarang James Dreaden. Dalam cerita ini, yang dibakar kecemburuan pada sebuah kisah cinta segitiga bukan sang istri seperti biasanya. Malah, si pacar gelap, wanita lajang Alex, dimainkan dengan sangat baik oleh Glenn Close. Keadaan ini menunjukkan menyatunya rasa cemburu serta rasa iri, dan samar-samar dambaan seorang wanita lajang memiliki keluarga. Dreaden tak menunjuk secara pasti apa sebenarnya dambaan Alex. Ia menggambarkannya sebagai sebuah keinginan yang lebih dari sekadar cinta dan seks -- dipertaruhkan dengan akibat fatal: kematian. Di balik keinginan tersebut, Dreaden membiarkan penonton boleh menafsirkan peran dambaan, kesepian, dan persaingan yang merupakan bagian kehidupan sehari-hari kota besar. Persaingan, yaitu sebuah ciri kehidupan masa kini, menurut Solvey, ikut mewarnai iri dan kecemburuan. Latar belakangnya kadang-kadang bisa ditemukan pada pengalaman bersaing yang menyakitkan di antara kawan atau sesama saudara di kala kecil. Suasana kompetitif yang keras di masa kini sering mendorong orang tua memaksakan keyakinan palsu: Anak-anak mereka adalah yang terbaik. Ketika anak-anak itu dewasa dan harus menghadapi kompetisi yang tidak kalah keras -- obsesi masa kecil itu membangkitkan berbagai emosi negatif. Kisah seorang eksekutif wanita pada studi kasus Solvey adalah gambaran kenyataan tadi. Wanita ini mula-mula tak bisa menerima kenyataan ketika rekan kerjanya dipromosikan. Alasannya, kawan itu memiliki masa kerja lebih pendek. Perasaan ini berkembang menjadi kecemburuan karena wanita eksekutif itu membandingkan hampir semua hal: pengalaman kerja, kemampuan, latar belakang keluarga, bahkan daya tarik. Wanita ini merasa ia lebih baik dalam segala hal. Di balik itu, tersembunyi keyakinan bahwa dialah yang terbaik. Dalam studi kasus lain, Solvey mengetes 82 calon mahasiswa Yale. Setelah mengetes minat, kemampuan, bakat, dan rencana studi, ia meminta para mahasiswa itu menilai biografi mahasiswa lain -- yang sebenarnya fiktif. Dalam biografi itu tercantum minat, kemampuan, hasil tes bakat, dan rencana studi mahasiswa lain itu. Hasilnya menunjukkan, kesamaan minat, rencana studi dan bakat, selain membangkitkan rasa bersaing, juga kecemburuan dan iri. Namun, perasaan cemburu dan iri tidak hanya terpancing faktor luar saja, yaitu keadaan atau orang lain. Terdapat pula faktor kepribadian yang membuat perasaan-perasaan itu menjadi merusak. "Kecemburuan dan iri adalah gejala yang dirasakan oleh setiap orang," tulis ahli jiwa Dr. Gregory L. White dalam bukunya Jealousy: Theory, Research and Clinical Strategies yang terbit akhir tahun lalu. "Namun, reaksi pada perasaan tersebut berbeda-beda pada setiap orang." Menurut White, ada orang yang rentan pada kecemburuan dan iri, ada yang dengan mudah melupakan dan mengalahkannya. Dalam penelitian klinis, White menemukan kelainan kepribadian yang rentan pada rasa cemburu dan iri. "Kelainan ini berasal dari berbagai gangguan perkembangan kepribadian," tulis White. "Orang-orang ini cenderung tidak puas pada dirinya sendiri, dogmatis, berpikir secara hitam putih, pencemas, dan secara umum lebih emosional." Kondisi kejiwaan yang kompleks itulah, menurut White lagi, yang membuat perasaan iri dan cemburu menguakkan dorongan-dorongan fatal. Amuk yang tak terkendali, keinginan menghancurkan orang lain dan diri sendiri. Ini yang digambarkan dengan sangat bagus dalam Fatal Attraction. Cemburu bukan cuma sebuah picu, tapi juga letusan. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus