Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dokter kini bebas

Pengadilan negeri lubuk pakam, medan, membebaskan dr. sampe sembiring dari tuduhan melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya. seorang pasiennya, ny. marsaulina kehilangan rahimnya. (hk)

17 Desember 1983 | 00.00 WIB

Dokter kini bebas
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TANGIS Lompo boru Pinem meledak begitu hakim ketua, M. Siahaan, mengetukkan palu: bebas murni untuk suaminya, Dokter Sampe Sembiring, 45. Tak segan-segan, Lompo lantas memeluk ketiga hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang memeriksa perkara suaminya di Pancurbatu, Deli Serdang, 25 km dari Medan, akhir bulan lalu. Keputusan itu diambil berdasarkan hasil pemeriksaan ulang secara patologi anatomi, setelah Majelis sependapat dengan pembela bahwa visum et repertum yang menjadi barang bukti, sangat meragukan. Hasil pemeriksaan ulang menunjukkan, terdakwa telah melakukan profesinya dengan baik, tidak lalai. Sampe Sembiring diperiksa sejak Juli lalu. Jaksa Mangatas Siregar menuduhnya melakukan "penganiayaan terhadap pasien" hingga mengakibatkan luka berat. Sebagai dokter, terdakwa dinilai "bekerja lalai". Maka, Jaksa menuntut enam bulan kurungan, dengan masa percobaan satu tahun. Akhir tahun lalu Marsaulina boru Munthe, 32, mengalami abortus septicus, keguguran kandungan disertai infeksi. Setelah beberapa kali diobati, ternyata belum juga sembuh, uterus (peranakan) Marsaulina dikuret Sampe Sembiring, pimpinan puskesmas di Pancurbatu. Dua minggu kemudian perut pasien itu membengkak, rata dengan dada. Sang suami, Berlin Purba, jaksa di Pancurbatu, membawanya ke RS Pirngadi, Medan. Di sana, peranakan ibu tiga anak itu diangkat karena luka berlubang dan mengalami peradangan. Penyebab luka itu, menurut tuduhan Jaksa, adalah kuretan yang dilakukan Sampe Sembiring sebelumnya. Sebagai bukti, Jaksa menyertakan visum yang dibuat Dokter John Koman, yang menyatakan: peranakan berlubang dan ditemukan darah lama di rongga perut, yang mungkin akibat robekan dinding rahim. Membaca visum itu, Pengacara H. Abdul Muthalib Sembiring dan R. Sianturi dari Departemen Kesehatan meragukannya. Visum itu meragukan. Kok, di sana ada kata kemungkinan,"ujar Abdul Muthalib seraya minta Majelis menolak tuduhan Jaksa. Majelis menolak permintaan itu, tapi memutuskan memeriksa kembali visum tersebut di atas. Ketua majelis hakim pun lantas mengirim barang bukti lainnya, berupa peranakan (yang sudah diawetkan delapan bulan), ke Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU di Medan, untuk diperiksa ulang. Menurut Dokter Harry Panjaitan, yang memimpin pemeriksaan, kuret yang dilakukan Sampe terhadap Marsaulina berjalan baik. Pemeriksaan ulang itu, ternyata, tidak menemukan lubang luka atau robekan pada rahim. Yang ada ialah necrose (lekukan karena peradangan), bukan karena kuret, tapi lantaran serangan kuman. "Mungkin kuman GO, streptococcus, staphylococcus, atau kuman lain, seperti salmonellas," ujar Harry. Kesimpulan saksi ahli itu sangat meyakinkan Majelis: pengangkatan peranakan Marsaulina tidak ada hubungannya dengan kelalaian terdakwa. "Lagi pula, pemerintah menyediakan alat kuret di semua puskesmas. Itu berarti, dokter umum pun diizinkan menggunakan alat kuret," kata Ketua. Andai kata dokter umum dilaran meneunakan alat itu, barulah bisa disebut tindakan Sampe Sembiring melawan hukum. Mendengar keputusan itu, jaksa tidak puas dan akan melanjutkan perkara ke tingkat yang lebih tinggi. Begitu pula Marsaulina, kecewa. Sebagai orang Batak? ia masih menginginkan seorang anak lelaki sebagai penerus marga, meskipun kini ia sudah beranak tiga, dua perempuan dan satu lelaki. Sebaliknya, Sampe Sembiring gembira. "Sejak diadukan akhir tahun lalu, kepala saya nyut-nyut terus. Sekarang rasanya plong sudah," katanya senang. Namun Sembiring boleh berbangga. Ia mungkin dokter pertama yang dibebaskan akibat tuduhan melakukan kesalahan dalam merawat pasiennya. Sebelumnya dr. Setianingrum di daerah Pati, Jawa Tengah, dijatuhi hukuman karena dianggap lalai menyebabkan pasiennya meninggal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus