SEKOLAH tentara tetap membuka diri. Diakui, berdasarkan
penelitian 1979-1981 para perwira lulusan Akademi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) belum semua memenuhi
harapan. Masih ada yang kurang bisa melaksanakan tugas bila
fasilitas tak cukup. Masih ada yang lebih bangga memakai sepatu
mahal, bukannya sepatu pembagian itu sebabnya, sejak Juni 1981,
kurikulum Akabri dicoba dibenahi. Selain untuk lebih bisa
menggodok calon-calon perwira yang berwa tak, juga untuk
memberikan dasar dasar ilmu dan teknologi sesuai dengan
perkembangan. Juga, sesua dengan pesan Pangab Jenderal L.B
Moerdani, Akabri diharapkan lebih memberikan tekanan pada
pendidikan tentara profesional.
Pelaksanaan upaya pembenahan itu sudah lebih dari setengah jalar
pada hari ulang tahun Akabri ke 18, 16 Desember ini. Kurikulum
hasil pemantapan akan diterapkan sepenuhnya pada tahun akademi
1984-1985. Berikut wawancara TEMPO dengan Komandan Jenderal
Akabri, Letnan Jenderal Moergito, 55, yang baru 7 Juni dilantik
menggantikan Letnan Jendera Henuhili. Komandan Jenderal yang
sebelumnya adalah panglima Kodam VIII, Brawiiaya, didampingi
Deputi Operasi Kolonel Moch. Roesli dan Kepala Dinas Penerangan
Akabri Kolonel Antariksa.
Rencana pembenahan kurikulum Akabri, apakah mengubah
perbandingan mata kuliah militer dan nonmiliter?
Ada tiga jalur kurikulum Akabri Kejuangan, kematraan, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi. Komposisi ketiganya memang bisa
berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Tapi sulit untuk dihitung
misalnya, berapa persen kuliah ke 1uangan, berapa yan ilmu dan
teknologi. Sebab, ketiganya berkait-kaitan. Bisa dalam kuliah
Fisika, dosen pun menyinggung masalah kejuanan.
Tapi memang ada perubahan. Dalam pendidikan empat tahun Akabri,
jumlah mata kuliah seluruhnya 10.800 jam kuliah. Untuk kejuangan
sendiri di keempat bagian Akabri (Darat, Laut, Udara, dan
Kepolisian) mulai tahun ini 400-500 jam. Kuliah ini, pada
pokoknya, igin menanamkan jiwa berjuang, mendidik perwira ABRI
yang keras, tapi luwes.
Untuk itulah kini kuliah Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
dibukukan. Telah selesai 15 jilid yang disusun dalam dua tahun
belakangan ini. Masih akan disusul enam jilid lagi. Untuk
menyusun buku ini, penelitian cukup lama, empat tahun. Antara
lain dengan mewawancarai atau mengundang tokoh-tokoh perjuangan.
Buku ini ditulis oleh ahli-ahli dari Akabri, ditambah beberapa
ahli sejarah yang kami undang, antara lain Roeslan Abdulgani.
(Menurut Kolonel Roesli, kuliah kejuangan dulunya cuma sekitar
300 jam. Hanya di Akabri Bagian Darat yang sejak dulu sudah
sekitar 500 jam. Adapun buku Sejarah Perjuangan itu, selain
menceritakan perjuangan para tokoh, juga menceritakan
kasus-kasus pertempuran. Misalnya, yang masih akan disusun, buku
Palagan Padang, Palagan Bali, dan Operasi Lintas Laut Maluku.)
Dengan pemantapan kurikulum itu, apakah ada masalah, misalnya
soal dosen?
Seperti di perguruan tinggi yang lain, dosen menjadi salah satu
masalah. Terutama untuk kuliah kejuangan. Mata kuliah ini 'kan
sulit. Yang diajarkan soal yang abstrak. Maka, selain dosen
tetap, ada juga penceramah-penceramah yang kami undang, misalnya
tokoh-tokoh perjuangan itu.
Kini ada Menhankam dan Pangab. Akabri lalu di bawah siapa?
Adakah, misalnya, rencana pembagian Akabri Bagian Kepolisian di
bawah Menhankam, yang lain di bawah Pangab?
Tak ada rencana itu. Akabri dulu di bawah Markas Besar ABRI
karena Akabri termasuk bidang operasional. Jadi, ya, tetap di
bawah Pangab.
(Tapi dengan adanya pembenahan kurikulum, Akabri Kepolisian agak
dibedakan. Menurut Kolonel Roesli, sejak 1983 pendidikan
kemiliteran bersama untuk taruna tingkat I sifatnya umum, tidak
lagi seberat dulu. Misalnya kini tak ada lagi latihan perang
sangkur. Sebab, "taruna Bagian Kepolislan 'kan tidak membutuhkan
itu." Baru setelah taruna masuk ke bagian masing-masing,
pendidikan kemiliteran diberikan sesuai dengan bidang, atau
matra, masing-masing).
Bagaimana Akabri menanggapi rencana sistem praseleksi di SMTA,
yang akan menggolongkan lulusan SMTA menjadi yang bisa diterima
di perguruan tingggi negeri tanpa tes, yang harus lewat tes, dan
yang disarankan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi?
Hilangnya jurusan di SMA dan adanya sistem praseleksi justru
memudahkan Akabri. Nanti kami akan berunding dengan Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Akan kami kirimkan
kualifikasi lulusan SMTA yang bisa kami terima. Sehingga, nanti,
kalau rencana Departemen P&k itu sudah terlaksana, Akabri bisa
mengikuti siswa yang memang sejak kelas I SMTA, misalnya,
bercita-cita masuk Akabri. Tapi tetap akan ada data tes dari
Akabri sendiri. Paling sedikit, untuk tes psikologi dan
kesehatan. Menurut pengalaman selama ini, lulusan SMTA yang
melamar ke Akabri 23% jatuh dalam tes kesehatan. Tes kesehatan
Akabri memang berat. Ini untuk kebaikan calon taruna sendiri.
Kalau mereka tak memenuhi syarat kesehatan fisik, 'kan repot.
HUT Akabri kali ini, seperti biasanya, hanya akan ditandai
dengan ziarah ke makam pahlawan setempat, dan upacara bendera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini