Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Akabri menuju kurikulum baru

Wawancara dengan komandan jenderal akabri, letjen murgito, 55, tentang rencana pembenahan (perubahan) kurikulum akabri. tak lagi ada perang sangkur di pendidikan militer dasar. (pdk)

17 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKOLAH tentara tetap membuka diri. Diakui, berdasarkan penelitian 1979-1981 para perwira lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) belum semua memenuhi harapan. Masih ada yang kurang bisa melaksanakan tugas bila fasilitas tak cukup. Masih ada yang lebih bangga memakai sepatu mahal, bukannya sepatu pembagian itu sebabnya, sejak Juni 1981, kurikulum Akabri dicoba dibenahi. Selain untuk lebih bisa menggodok calon-calon perwira yang berwa tak, juga untuk memberikan dasar dasar ilmu dan teknologi sesuai dengan perkembangan. Juga, sesua dengan pesan Pangab Jenderal L.B Moerdani, Akabri diharapkan lebih memberikan tekanan pada pendidikan tentara profesional. Pelaksanaan upaya pembenahan itu sudah lebih dari setengah jalar pada hari ulang tahun Akabri ke 18, 16 Desember ini. Kurikulum hasil pemantapan akan diterapkan sepenuhnya pada tahun akademi 1984-1985. Berikut wawancara TEMPO dengan Komandan Jenderal Akabri, Letnan Jenderal Moergito, 55, yang baru 7 Juni dilantik menggantikan Letnan Jendera Henuhili. Komandan Jenderal yang sebelumnya adalah panglima Kodam VIII, Brawiiaya, didampingi Deputi Operasi Kolonel Moch. Roesli dan Kepala Dinas Penerangan Akabri Kolonel Antariksa. Rencana pembenahan kurikulum Akabri, apakah mengubah perbandingan mata kuliah militer dan nonmiliter? Ada tiga jalur kurikulum Akabri Kejuangan, kematraan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Komposisi ketiganya memang bisa berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Tapi sulit untuk dihitung misalnya, berapa persen kuliah ke 1uangan, berapa yan ilmu dan teknologi. Sebab, ketiganya berkait-kaitan. Bisa dalam kuliah Fisika, dosen pun menyinggung masalah kejuanan. Tapi memang ada perubahan. Dalam pendidikan empat tahun Akabri, jumlah mata kuliah seluruhnya 10.800 jam kuliah. Untuk kejuangan sendiri di keempat bagian Akabri (Darat, Laut, Udara, dan Kepolisian) mulai tahun ini 400-500 jam. Kuliah ini, pada pokoknya, igin menanamkan jiwa berjuang, mendidik perwira ABRI yang keras, tapi luwes. Untuk itulah kini kuliah Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia dibukukan. Telah selesai 15 jilid yang disusun dalam dua tahun belakangan ini. Masih akan disusul enam jilid lagi. Untuk menyusun buku ini, penelitian cukup lama, empat tahun. Antara lain dengan mewawancarai atau mengundang tokoh-tokoh perjuangan. Buku ini ditulis oleh ahli-ahli dari Akabri, ditambah beberapa ahli sejarah yang kami undang, antara lain Roeslan Abdulgani. (Menurut Kolonel Roesli, kuliah kejuangan dulunya cuma sekitar 300 jam. Hanya di Akabri Bagian Darat yang sejak dulu sudah sekitar 500 jam. Adapun buku Sejarah Perjuangan itu, selain menceritakan perjuangan para tokoh, juga menceritakan kasus-kasus pertempuran. Misalnya, yang masih akan disusun, buku Palagan Padang, Palagan Bali, dan Operasi Lintas Laut Maluku.) Dengan pemantapan kurikulum itu, apakah ada masalah, misalnya soal dosen? Seperti di perguruan tinggi yang lain, dosen menjadi salah satu masalah. Terutama untuk kuliah kejuangan. Mata kuliah ini 'kan sulit. Yang diajarkan soal yang abstrak. Maka, selain dosen tetap, ada juga penceramah-penceramah yang kami undang, misalnya tokoh-tokoh perjuangan itu. Kini ada Menhankam dan Pangab. Akabri lalu di bawah siapa? Adakah, misalnya, rencana pembagian Akabri Bagian Kepolisian di bawah Menhankam, yang lain di bawah Pangab? Tak ada rencana itu. Akabri dulu di bawah Markas Besar ABRI karena Akabri termasuk bidang operasional. Jadi, ya, tetap di bawah Pangab. (Tapi dengan adanya pembenahan kurikulum, Akabri Kepolisian agak dibedakan. Menurut Kolonel Roesli, sejak 1983 pendidikan kemiliteran bersama untuk taruna tingkat I sifatnya umum, tidak lagi seberat dulu. Misalnya kini tak ada lagi latihan perang sangkur. Sebab, "taruna Bagian Kepolislan 'kan tidak membutuhkan itu." Baru setelah taruna masuk ke bagian masing-masing, pendidikan kemiliteran diberikan sesuai dengan bidang, atau matra, masing-masing). Bagaimana Akabri menanggapi rencana sistem praseleksi di SMTA, yang akan menggolongkan lulusan SMTA menjadi yang bisa diterima di perguruan tingggi negeri tanpa tes, yang harus lewat tes, dan yang disarankan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi? Hilangnya jurusan di SMA dan adanya sistem praseleksi justru memudahkan Akabri. Nanti kami akan berunding dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Akan kami kirimkan kualifikasi lulusan SMTA yang bisa kami terima. Sehingga, nanti, kalau rencana Departemen P&k itu sudah terlaksana, Akabri bisa mengikuti siswa yang memang sejak kelas I SMTA, misalnya, bercita-cita masuk Akabri. Tapi tetap akan ada data tes dari Akabri sendiri. Paling sedikit, untuk tes psikologi dan kesehatan. Menurut pengalaman selama ini, lulusan SMTA yang melamar ke Akabri 23% jatuh dalam tes kesehatan. Tes kesehatan Akabri memang berat. Ini untuk kebaikan calon taruna sendiri. Kalau mereka tak memenuhi syarat kesehatan fisik, 'kan repot. HUT Akabri kali ini, seperti biasanya, hanya akan ditandai dengan ziarah ke makam pahlawan setempat, dan upacara bendera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus