Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dua yang Ditunggu-tunggu

14 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inilah salah satu kendala memerangi korupsi di Indonesia. Negeri ini belum memiliki Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. ”Undang-undang ini penting untuk mempercepat pemberantasan korupsi,” ujar Todung Mulya Lubis, Ketua Dewan Pengurus Transparency Indonesia. Tanpa undang-undang ini, orang akan enggan bersaksi dalam kasus korupsi jika malah membahayakan dirinya.

Sebenarnya, Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban sudah pernah dibahas di DPR. Bahkan, pada Februari 2003, RUU ini sempat diserahkan parlemen ke Presiden Megawati. Namun, di tangan Presiden RUU tersebut mandek. Sampai akhir pemerintahannya, Megawati tak mengeluarkan selembar pun amanat presiden, surat penunjukan menteri sebagai wakil pemerintah, untuk membahas rancangan undang-undang tersebut di DPR.

Ketika DPR periode 2004-2009 menyusun Program Legislasi Nasional 2005, RUU ini masuk lagi dan menjadi salah satu dari 55 RUU yang diprioritaskan selesai tahun ini. Ternyata harapan itu melenceng. RUU ini diundur pembahasannya hingga tahun depan.

Isi RUU yang terdiri dari tujuh bab dan 32 pasal ini memang bisa diandalkan sebagai pelindung bagi mereka yang ingin membongkar kasus kejahatan, termasuk korupsi. Di situ diatur, misalnya, siapa pun yang berupaya menghalangi seorang saksi sehingga tidak bisa memberi kesaksian diancam hukuman penjara empat tahun. Adapun pihak yang membuat saksi atau keluarganya kehilangan pekerjaannya lantaran memberikan kesaksian juga mendapat ancaman hukuman lumayan berat: tujuh tahun penjara.

Rancangan undang-undang ini juga memerintahkan pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi. Inilah lembaga yang akan menampung para saksi atau korban kekerasan yang merasa terancam. Atas rekomendasi lembaga ini, misalnya, seorang saksi bisa berganti identitas, berhak mendapatkan tempat tinggal baru serta biaya hidup.

Selain RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang juga dianggap mendesak untuk dibahas adalah RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Seperti RUU Perlindungan Saksi, sebenarnya RUU Kebebasan Memperoleh Informasi juga masuk daftar RUU yang dibahas tahun ini.

Terdiri atas 10 bab dan 59 pasal, RUU ini memberi hak kepada setiap orang untuk mengetahui dan menyebarluaskan informasi dari badan publik atau lembaga mana pun yang berkaitan dengan publik. Lembaga yang tidak memberikan informasinya bisa diperkarakan ke pengadilan.

Dengan adanya undang-undang ini, bisa jadi kelak para pejabat akan berpikir dua kali jika tak sudi memberikan keterangan, apalagi jika alasannya tak jelas. Sebab, menurut undang-undang ini, pejabat yang bertindak seperti ini bisa diseret ke pengadilan dengan dakwaan menghalangi hak masyarakat memperoleh informasi. Pejabat seperti ini bisa dipenjara dua tahun plus denda Rp 5 juta.

Ini tidak berarti semua informasi boleh dibuka. RUU ini juga menyebutkan, informasi intelijen atau dokumen yang memuat strategi pelaksanaan peperangan sebagai informasi yang bersifat rahasia dan tak bisa diberikan ke sembarang orang. Yang juga terlarang untuk dibuka adalah informasi yang jika diberikan justru menghambat proses penyidikan atau membahayakan keselamatan penegak hukum dan keluarganya.

Kendati penting, kedua RUU ini hingga kini masih ngendon di laci Badan Legislasi DPR. Padahal, seperti dikatakan Mulya Lubis, RUU Perlindungan Saksi dan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik penting untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi. ”DPR seharusnya memprioritaskannya,” katanya.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM Oka Mahendra menampik anggapan RUU yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi harus dijadikan prioritas utama. Menurut Oka, skala prioritas pembahasan RUU sudah jelas, mendahulukan yang diperintahkan Konstitusi, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi dan reformasi. ”Jadi, tinggal mana yang lebih diprioritaskan. Itu saja.”

Cahyo Junaedy

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus