DENGAN muka kuyu, pucat, serta berbadan lemah, Endang Wijaya
kembali berhadapan dengan majelis hakim. Tapi Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tak dapat melanjutkan persidangan karena kesehatan
E.W. dinyatakan begitu buruk walaupun hanya sekedar duduk
mendengarkan pleidoi pembela.
Sehingga Ketua Majelis Hakim H.M Soemadijono dalam sidang
lanjutan 13 Mei itu hanya membacakan penetapan baru yang
mencabut semua penetapan terdahulu yang berkenaan dengan
perawatan dan penahanan rumah E.W. Yaitu penetapan 12 September
dan 28 November 1979 yang oleh sementara pihak dianggap sebagai
"kelonggaran" pengadilan terhadap seorang yang dituduh melakukan
subversi dan korupsi.
Penetapan baru itu menurut majelis hakim, dikeluarkan setelah
mempertimbangkan surat keterangan dokter dan surat kejaksaan:
"tertuduh E.W. pada saat ini tidak lagi memerlukan
perawatan..." Majelis tidak menyebutkan di mana E.W harus
menjalani masa penahanan sementaranya. Yang jelas tertuduh
Perkara Pluit itu sekarang berada di RTM (Rumah Tahanan
Militer) di Jalan Budi Utomo (Jakarta Pusat).
Sebelumnya, lebih 6 bulan lalu, majelis hakim mengizinkan E.W
dirawat di Rumahsakit Husada. Lalu dipindahkan ke RSPAD. Dari
sini atas permintaan keluarga tertuduh dan pembela, pengadilan
membolehkan E.W. tinggal di rumahnya di Jalan Samudra Raya
(Pluit). Sebab menurut dokter RSPAD, tertuduh perlu dirawat
dengan tenang di tengah-tengah keluarganya "untuk menghilangkan
stress kejiwaan. "Tapi kemudian diperkenankan mendiami rumah
kontrakan di Jalan Kusumahatmadja 79 Jakarta Pusat. Sampai
akhirnya dengan berbagai pertimbangan kelayakan dan keamanan
Laksusda mencomot kembali E.W melalui Operasi Sabet.
Dengan Modal Nol
Sidang Perkara Pluit, yang sudah sampai pada tahap pembelaan,
diharapkan akan berjalan lebih lancar. Tertuduh akan tetap
berada di tempat -- menurut Laksusda -- yang "semestinya" yaitu
di RTM. Kecuali ada surat keterangan dokter baru yang
menyarankan tempat lain. Pemindahan tempat penahanan ini bisa
saja terjadi sewaktu-waktu. Sebab, menurut ketetapan pengadilan
yang terakhir, jaksa harus memeriksakan tertuduh ke dokter ahli
penyakit saraf.
Sebelum timbul persoalan dengan Laksusda Jaya, E.W. telah
sempat membacakan pembelaan. la membantah merugikan negara
lebih dari Rp 22 milyar seperti tuduhan jaksa. Bahkan, katanya,
pembangunan Proyek Pluit justru menguntungkan pemerintah dan
masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini