Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Enam Aliran, Satu Muara

Gubernur Jawa Barat, Nuriana, diduga pernah mendapat duit Rp 4,8 miliar dari Yayasan Saung Kadeudeuh. Lalu dialirkan ke Golkar?

25 April 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUAPAN pengunjuk rasa belum surut dari halaman Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat. Ratusan warga yang berasal dari kelompok Jaringan Masyarakat untuk Demokrasi (Jamrud), Forum Masyarakat Cimahi (Formaci), Aliansi Kedaulatan Rakyat (Akar), dan Gerakan Rakyat Antikorupsi (Gerak) pekan lalu kembali mendatangi pusat pemerintahan itu. Tuntutan mereka seragam: meminta agar sejumlah kasus korupsi di Pemerintah Daerah Jawa Barat segera diusut tuntas. Para pendemo sudah geram. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang dibuat pada 1999-2000, terdapat banyak penyimpangan dalam penggunaan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Jawa Barat. Menurut BPK, paling tidak ada 11 kasus penyimpangan dengan nilai lebih dari Rp 224 miliar. Dan hingga saat ini kasus-kasus tersebut dibiarkan begitu saja, tak tuntas ditelisik. Salah satu kasus paling mencolok adalah dugaan penyelewengan yang dilakukan lewat Yayasan Saung Kadeudeuh, yang didirikan oleh Gubernur Jawa Barat R. Nuriana pada 2 Mei 1994. Resminya, yayasan ini bertujuan menghimpun sekaligus mengatur dana partisipasi atau sumbangan dari pemerintah dan swasta untuk pembangunan rumah sangat sederhana dan berbagai bangunan lain yang dipandang perlu. Pelaksanaannya? Terjadi penyimpangan. Bahkan Rp 4,8 miliar dana dari yayasan ini diduga telah dialirkan ke Golkar Jawa Barat. Jumlah dana yang dihimpun Yayasan Saung Kadeudeuh sampai 14 Oktober 1998, menurut BPK, mencapai lebih dari Rp 54 miliar, termasuk dengan bunganya di bank. Dari jumlah tersebut, Rp 19,1 miliar di antaranya telah disalurkan sebagai bantuan uang muka pembelian rumah sangat sederhana kepada pegawai negeri sipil golongan I dan II atau masyarakat lainnya yang berpenghasilan rendah, seperti tamtama TNI. Namun, BPK menemukan ada penggunaan dana Rp 11,6 miliar lebih yang tak sesuai dengan tujuan pembentukan Yayasan Saung. Ke mana larinya uang tersebut? Yayasan, misalnya, meminjamkan uang kepada PT Griya Tritunggal Paksi sebesar lebih dari Rp 1 miliar pada 1996. PT Griya Tritunggal Paksi adalah mitra kerja Pemerintah Daerah Jawa Barat dalam pengembangan kawasan Cipondoh, Tangerang. Yayasan juga memberikan pinjaman kepada PT Benny Bumi Jaya sebesar Rp 500 juta untuk pengadaan tenda upacara pada 1996 sampai 1999 Dari temuan itu, BPK menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan Yayasan Saung Kadeudeuh ternyata sesuai dengan rencana yang dituangkan dalam anggaran pendapatan dan belanja tahunan yayasan. Selain itu, laporan pertanggungjawaban keuangan yayasan ini tak pernah diawasi, baik oleh badan pengawas yayasan, aparat pengawas fungsional pemerintah, maupun BPK. Ini jelas melanggar akta pendirian yayasan. Berdasarkan temuan itu, BPK lalu memberi saran kepada Gubernur Jawa Barat agar yayasan ini dibubarkan. Asetnya diusulkan agar diserahkan ke pemerintah daerah. Apalagi, pembangunan rumah sangat sederhana dan rumah sederhana belakang sudah ditanggung oleh Yayasan Bapenarum. Gubernur Nuriana pun setuju. Pengumpulan dana oleh Yayasan Saung Kadeudeuh akhirnya dihentikan sejak 1999, dan kewenangan pemberian izin lokasi perumahan dialihkan kepada tiap-tiap pemerintah daerah tingkat II. Hanya, ada yang terlewat oleh BPK, rupanya. TEMPO memperoleh fotokopi dokumen berupa enam lembar cek. Isinya, aliran dana dari Yayasan Kadeudeuh ke beberapa nomor rekening milik Nuriana. Jumlah totalnya lumayan: lebih dari Rp 4,8 miliar. Semua cek itu ditandatangani oleh Ketua Yayasan Saung Kadeudeuh saat itu, Ragam Santika. Ragam menjadi ketua karena posisinya waktu itu adalah Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat. Anehnya, dalam laporan pemeriksaan BPK, aliran dana itu tak muncul. Cek pertama bernomor CX 023478, tertanggal 9 Februari 1996, dengan nilai Rp 550 juta. Cek kedua bernomor CXXV 151927, senilai Rp 450 juta, dibuat pada 11 Maret 1996. Cek ketiga sebesar Rp 1 miliar, dengan nomor CXXV151940, bertanggal 31 Maret 1997. Cek keempat nomornya CXXV 622908, senilai Rp 1 miliar, tertanggal 19 November 1997. Lalu, cek kelima dengan nomor CXXV 622908, senilai Rp 1,5 miliar, dibuat pada 16 Desember 1997. Terakhir, cek dengan nomor CXXV 622913, sebesar Rp 349,44 juta, tertanggal 21 April 1998. Semua cek itu mengalir ke rekening nomor 2151304, 1871808, 22777-07 di Bank Jabar, yang semuanya atas nama Nuriana. Sang Gubernur menyelewengkan dana yayasan? Ketika dikonfirmasi, Ragam Santika membenarkan perihal aliran dana ke Nuriana. Waktu itu, katanya, cek disodorkan oleh bendahara yayasan, Suwarsono. Ia tinggal tanda tangan. "Saya lupa rincian dan jumlahnya," kata Ragam. Yang jelas, dana itu dikirim ke Dewan Pertimbangan Golkar. Sebagai gubernur, Nuriana memang sekaligus menduduki kursi Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Jawa Barat. Keterangan Ragam dibenarkan oleh Nuriana, yang mengakui dana itu memang mengalir ke rekeningnya. "Tapi bukan rekening pribadi," katanya. Bunganya pun, katanya, masuk ke kas daerah. Yang jelas, kata Nuriana, jumlahnya tak sebanyak yang disebutkan TEMPO. Sayang, Nuriana tak bisa menyebutkan berapa jumlah yang sebenarnya. Ia juga tak menjelaskan untuk apa sebenarnya duit sebanyak itu. Di mata Indra Perwira, pakar hukum tata negara Universitas Padjadjaran, keterangan Nuriana itu boleh jadi benar. Namun, bukan berarti dia bebas dari tanggung jawab. Sebagai gubernur, Nuriana mestinya mempertanggungjawabkan semua dana yang diambil dari masyarakat Jawa Barat. "Meskipun logis karena saat itu Golkar sedang berkuasa, aliran itu jelas tak wajar," kata Indra. Soalnya, Yayasan Saung Kadeudeuh didirikan Gubernur untuk membantu pembangunan rumah sangat sederhana, dan bukannya partai politik. Sekarang terserah aparat hukum, beranikah mereka mengusut Nuriana. Wicaksono, Bobby Gunawan (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus