ORANG sekampung agaknya sudah menganggap Saeri, 25, sebagai parasit yang mesti dilenyapkan. Lelaki muda itu sudah beberapa kali kedapatan mencuri - baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Maka, siang itu, saat hujan turun rintik-rintik,beberapa orang mendatangi Saeri yang sedang berteduh di dangau. Saeri paham apa yang bakal terjadi. Ia berlutut dan mencium kaki Sukarta, yang dikenal sebagai Hansip di Desa Cengal, Majalengka, Jawa Barat. Dengan mengiba-iba ia meminta perlindungan agar jangan diapa-apakan. Tapi, tak lama, datang rombongan beberapa orang lain dipimpin Jajuli. Segala ratapan Saeri rupanya tak bisa mempengaruhi semua yang ada di situ. Saeri diikat, dihajar, sampai mati. Saat itu juga mayatnya dikuburkan di dasar lembah oleh para pembunuhnya - yang tak lain adalah para tetangganya sendiri. Dan pekan-pekan ini mereka, 15 orang jumlahnya, diadili di Pengadilan Negeri Majalengka. Mereka didakwa menghakimi dan sekaligus mengeksekusi Saeri bin Kolil pada siang 23 Februari lalu. Kepala desa Cengal, Kopral M. Saleh, baru mengetahui kejadian itu sekitar satu minggu sesudahnya. Ketika itu, kata Saleh, Jajuli, yang menjadi kepala kampung - Desa Cengal terbagi menjadi beberapa kampung - datang menghadap. Ia menanyakan status kependudukan Saeri. Pertanyaan itu dinilai agak aneh. Saleh semakin bertanya-tanya ketika dua orang tamu, yang masih ada hubungan famili dengan Saeri, menanyakan perihal pemuda itu. "Kalau masih hidup, di mana tinggalnya. Kalau sakit, kami akan merawatnya. Tapi, kalau sudah mati, di mana kuburnya?" kata mereka. Saleh melakukan penyelidikan. Akhirnya, dia tahu bahwa Saeri terbunuh. Tapi, dalam persidangan, kelima belas terdakwa, yang berkasnya dipisah menjadi dua, menyangkal semua tuduhan. "Kami tidak tahu-menahu soal pembunuhan itu," ujar Jajuli. Sukarta juga membantah bahwa seolah dia yang menceritakan cara eksekusi dilakukan dan siapa-siapa saja yang terlibat. Sidang masih berlangsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini